Anak adalah amanah dan karunia yang harus dijaga karena di dalam diri anak ada sesuatu yang harus dijunjung tinggi, yaitu harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia. Anak sangat membutuhkan pendamping dalam perkembangannya untuk memberikan pengertian terhadap apa yang dipertimbangkan dan yang diperoleh anak. Anak harus tumbuh dan berkembang dengan sehat agar kelak mereka menjadi warga negara yang bermanfaat.Â
Tindak kekerasan terhadap anak tidak memandang tempat dan waktu. Hal ini merupakan kondisi yang merenggut hak anak sehingga dapat mengancam nyawanya. Pada umumnya orang yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak adalah orang terdekat atau orang yang sudah dikenal oleh korban. Tapi ada pula pelaku adalah orang yang tidak dikenal sama sekali. (Sugijokanto, 2014, hal. 51-52).Â
Kekerasan terhadap anak adalah kasus yang sangat tidak aneh. Kasusnya beragam, dan interpretasi terhadap kekerasan pun masih ramai diperdebatkan. Sebagian orang menganggap kasus kekerasan digunakan sebagai hak otonominya dan bersifat pribadi yang mana orang lain tidak boleh ikut campur dan tidak boleh mengetahuinya karena dianggap sebagai aib yang harus ditutupi. Oleh karena itu banyak kasus-kasus kekerasan yang tidak terungkap. (Suhasril, 2016, hal. 56).
Semua tindakan kekerasan tentu mempunyai faktor. Ada beberapa faktor mengenai terjadinya tindak kekerasan terhadap anak, yaitu faktor individu dan faktor budaya. Faktor individu ini menunjukkan tindak kekerasan dapat dipandang sebagai tidak mampunya seseorang untuk menahan emosi, dengan itu kekerasan digunakan sebagai media untuk mengekspresikan perasaan seperti marah, frustrasi atau sedih. Kekerasan dapat terjadi karena kesulitan mengontrol emosi. Terkadang tindakan kekerasan disebabkan karena tumbuh di lingkungan dimana kekerasan sering diperlihatkan, dan menganggap hal itu wajar. Faktor yang mempengaruhi diantaranya, kurangnya perhatian, keberadaannya merasa tidak berharga, pernah diperlakuan dengan buruk, dan melihat tindak kekerasan di lingkungan sekitar. Namun, faktor yang paling utama adalah memiliki rasa empati yang kurang. (Tematik, 2018, hal. 18-19).Â
Faktor sosial budaya juga dapat mempengaruhi. Keadaan sosial juga dapat menarik seseorang untuk melakukan tindak kekerasan. Dikutip dari Jacobson (2011), faktor sosial yang dapat menimbulkan kondisi yang mengantarkan pada tindak kekerasan adalah masyarakat yang mempunyai pandangan memperbolehkan tindak kekerasan, selalu laki-laki yang mengontrol dan minimnya kebebasan bagi perempuan, menurunkan kualitas perempuan, lingkungan yang kotor dan penduduk yang padat, dan terpapar tindak kekerasan. (Tematik, 2018, hal. 19).
Dampak yang akan dirasakan oleh anak akan berdampak serius dan membahayakan. Tindak kekerasan terhadap anak akan memengaruhi perkembangan kognitif, sosial, emosional dan fisik anak. Ketika anak mendapatkan tindakan kekerasan, dampak yang anak rasakan adalah adanya luka bekas tindak kekerasan, cedera yang sering ditutup-tutupi, merasa takut ketika ada orang tertentu, tidak nyaman berada di lingkungan rumah, melakukan hal yang sama kepada orang tertentu. Adapun dampak tindak kekerasan emosional adalah anak sering kali memperlihatkan perilaku yang ekstream, terlihat sangat tertekan, sering melamun, fisik dan emosional anak berkembang dengan lambat, anak sering marah, melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan orang tua, mempunyai trauma, terlihat sangat frustrasi ketika mengerjakan tugas, anak mencoba untuk bunuh diri. Â