Enam hari ini aku berkutat dengan kucing tetangga. Bukan, aku tidak menculiknya. Ia yang datang sendiri, seperti mengaduh atas kemalangannya atau mungkin sekadar kelaparan.
Hari-hari ini aku sibuk mengurusi penyakitnya. Rupanya ia bukan keracunan, ketika kudapati lemas dan matanya nanar.
Tubuhnya kemudian menguning. Rupanya itu dikarenakan reaksi karena tubuhnya terinfeksi kemudian mengalami gangguan fungsi hati.
Ada luka parah di bagian ekor yang baru kusadari ketika aroma busuk darinya menusuk tajam. Aku terkejut mendapati lukanya. Ketika kubawa ke klinik, aku mau menangis melihat lukanya yang menganga dan bernanah.
Sejak itu aku harus ke klinik untuk ganti perban setiap hari. Membayangkan harus pergi ke klinik tiap hari mengeluarkan uang untuk ojek dan perawatan dokter membuatku meringis ingin menangis. Padahal ia bukan kucingku, kenapa aku harus peduli.
Namun, mengingat tetangga berbuat jahat menjadikannya tumbal untuk mengusir hantu dari rumahnya yang angker tanpa cukup makanan dan kasih sayang membuat dadaku perih seperti ikut tersayat. Kucing itu pasti merindui kasih sayang. Apalagi saat ini ia kesakitan.
Ketika aku melihatnya tidur pulas tanpa merintih kesakitan, aku merasa lega. Setiap kucing juga berhak bahagia di kehidupannya yang hanya singkat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI