Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Cerita Ikatan Rumah dan Pemiliknya dalam Last Days of Spring

7 November 2022   08:41 Diperbarui: 7 November 2022   08:48 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film ini terasa riil karena kejadiannya memang ada dan dialami oleh para pemeran dalam film ini (sumber gambar: IMDb) 


Rumah memiliki ikatan emosional dengan pemiliknya. Lantas bagaimana bila pemiliknya harus segera pindah dan terpencar dengan keluarganya? Cerita ini menjadi fokus perhatian dalam film semi fiksi berjudul
Last Days of Spring.

Film Last Days of Spring (La Ultima Primavera) menjadi film penutup ajang gelaran Festival Film 100 Persen Manusia yang diadakan sejak 28 Oktober di Jakarta. Nantinya festival ini juga bisa dinikmati warga Yogyakarta pada 9-12 November dan beberapa filmnya juga bisa disimak secara online di FestivalScope.

Tahun ini merupakan tahun keenam festival film yang menyoroti isu-isu kemanusiaan ini. Pada gelaran tahun keenam mereka mengusung tema Changemarker.
 
Ceritanya tentang sebuah keluarga besar yang tinggal di shanty town, yang bisa dimaknai sebagai pemukiman kumuh, kota gubuk, atau pemukiman liar.

Keluarga besar yang mendiami tempat tersebut salah satunya adalah keluarga Gabarre Mendoza. Mereka telah 18 tahun tinggal di sana dan telah beranak cucu.

Film ini menggunakan kombinasi fiksi dan dengan rasa dokumenter (sumber gambar: IMDb) 
Film ini menggunakan kombinasi fiksi dan dengan rasa dokumenter (sumber gambar: IMDb) 


Hingga suatu ketika mereka diminta harus segera pindah karena daerah tersebut akan dibangun. Mereka diberi waktu untuk segera menyelesaikan administrasi untuk keperluan relokasi ke rumah susun. Namun itu berarti keluarga mereka akan terpencar.

Film asal Belanda berbahasa Spanyol ini membuat penonton ikut merasa trenyuh melihat bagaimana si kakek begitu sedih melihat rumah yang dicintainya akan dirobohkan. Ia dan istrinya telah memiliki ikatan dengan rumah tersebut. Dan kini tinggal hitungan hari, ia dan keluarga besarnya harus pindah.

Si kakek nampak kebingungan mengurus administrasi relokasi. Wajahnya nampak berat dan lelah ketika ia tak bisa memilih tempat tinggal karena ternyata kartu identitasnya telah kadaluarsa. Ini merupakan hal yang umum dialami oleh orang tua yang lansia.

Film ini terasa realistis karena temanya dekat dengan keseharian. Rumah memang memiliki ikatan emosi dengan pemiliknya sehingga memang tak mudah membuat keluarga besar pindah ke rumah susun.

Melihat film ini mengingatkanku pada relokasi warga sebuah kampung di Jakarta yang langganan banjir. Tak sedikit warga yang protes dan marah karena mendapat stigma seolah-olah mereka adalah penghuni liar dan ilegal.

Memang memisahkan rumah dan penghuninya itu tidak mudah. Oleh karena mereka juga terbiasa beraktivitas dan bekerja di lingkungan yang mereka kenali. Mereka juga telah akrab dengan tetangganya. Hal ini juga terlihat di film bagaimana mereka nampak gelisah memikirkan masa depan mereka di tempat tinggal baru, yang daerahnya belum mereka kenal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun