"Mam...Imam", Ibunya memanggil anaknya yang asyik bermain PlayStation. Yang dipanggil hanya menoleh sejenak. Lalu pandangannya kembali terarah ke gim.
Gim "Resident Evil" ini sejak kapan tahun belum tamat-tamat juga. Mumpung jadwal kerja saat pandemi itu selang-seling, ia pun jadi ada waktu untuk main sambil ngabuburit. Jam empat sore kantornya sudah tutup, jadi bukan korupsi waktu.
Ibunya kembali memanggilnya. Kali ini nadanya agak jengkel. Kuatir Ibunya marah, Imam pun menjawab dan bertanya Ibunya.
"Ya, Bu, ada apa?"
"Mam...Imam, tekun banget main gim. Mbok sekali-kali bantu Ibu juga masak kek atau ngepel rumah kek..."
"Ya Bu. Ini juga jarang-jarang bisa main kayak gini," Imam bersiap-siap. Sepertinya Ibunya sedang kesal.
"Zakat bagaimana? Sudah Kamu bayar?" tanya Ibunya
"Eh zakat. Zakat fitrah? Bu?"
Ibunya mengiyakan.
"Tenang saja Bu, lebaran masih lama. Besok atau lusa juga masih bisa bayarnya." Imam lagi malas bergerak. Toh masih ada waktu besok-besok buat bayar.
"Ya sudah. Ibu sudah mengingatkan. Jangan sampai kayak tahun lalu. Baru disampaikan zakatnya pas malam lebaran. Ibadah puasa Ramadan kita bisa percuma bila belum zakat fitrah," Ibunya bercerita panjang lebar.
Imam manggut-manggut. Tahun lalu memang murni kesalahannya. Ia lalai dan hampir saja tak bayar zakat karena sibuk menunda-nunda. Waktu itu Imam baru saja di-PHK. Ia pun bekerja mati-matian cari penumpang sebagai tukang ojek.
Dulunya pekerjaan itu sebagai sampingan. Tapi saat di-PHK ia jadi pekerjaan utama. Duh dulu ia anti pulang jika belum memenuhi target yang ditetapkannnya.
Kini ia beruntung bisa kerja kantoran lagi. Meski kantornya kecil dan gajinya pas UMR, Â ia merasa bersyukur. Kerja sebagai ojol lumayan, tapi fisiknya nggak setangguh dulu saat baru awal-awal jadi pengojek.
"Ya, Bu besok Imam sebelum tarawih, akan nyamperin takmir masjid bagian zakat," janjinya.