Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Setop Pernikahan di Bawah Umur demi Kesehatan Perempuan yang Lebih Baik

16 April 2021   05:41 Diperbarui: 18 April 2021   20:35 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pernikahan dini| Sumber: Unicef via Kompas.com

Biasanya stres juga menimpa sebagian ibu muda pasca melahirkan. Tingkat stres pasca melahirkan berdasarkan penelitian yang dipublikasikan di Journal of Adolescent Health, lebih tinggi dialami mereka yang memiliki anak sebelum usia 21 tahun. Kondisi ini dilansir dari BBC (14/4) dipicu perubahan hormon, mental sebagai ibu yang belum siap, dan kondisi emosional yang masih belum stabil.

Bila beban mental tak mampu dikelola dengan baik maka yang terjadi si ibu muda bisa mengalami depresi. Di kasus-kasus yang ditulis di media ada seorang Ibu yang kemudian ingin membunuh anaknya, ada juga yang ingin bunuh diri dan sebagainya. Ini contoh-contoh kasus perempuan yang mengalami gangguan kesehatan mental di mana sangat berbahaya bila terlambat ditangani.

Pentingnya Konseling Pra Nikah dan Tindakan Kuratif
Masalah pernikahan muda bukan hanya pekerjaan rumah bagi Kementerian Perempuan dan BKKBN, namun juga melibatkan berbagai institusi dan elemen masyarakat seperti lembaga agama, sekolah, dan orangtua.

Orangtua dan anak-anak perlu diberikan penyuluhan segi buruknya pernikahan muda. Dampak pernikahan muda, isu kesehatan mental dan reproduksi juga perlu disosialisasikan di sekolah dan oleh berbagai institusi. Sosialisasinya bisa satu paket dengan sosialisasi bahayanya pergaulan bebas atau juga bisa terpisah.

Bagi pasangan yang akan menikah juga sebaiknya mengikuti konseling pra nikah, sehingga mentalnya siap juga paham dengan hak kewajiban sebagai suami dan istri.

Bagaimana dengan mereka yang mengalami gangguan mental? Jika gangguannya sudah hadir seperti mulai menarik diri, lesu, dan sebagainya maka perempuan perlu segera mendapatkan bantuan profesional. 

Saat ini belum banyak puskesmas yang memiliki psilolog klinis, kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental juga belum merata. Masih ada stigma kurang baik bagi mereka yang mengalami gangguan mental.

Kementerian Kesehatan sebenarnya punya aplikasi Sehat Jiwa yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan mental seseorang. Ia bisa diunduh di gawai,dalah satunya melalui alamat websitenya. 

Di dalamnya memuat kuesioner yang perlu dijawab jujur untuk mengetahui apakah ia sehat atau perlu mengikuti konseling. Di aplikasi ini juga diberikan informasi deteksi dini kesehatan mental serta puskesmas/tempat-tempat pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu menangani masalah gangguan mental dan kejiwaan.

Aplikasi sehat jiwa Kemenkes (sumber: www.dewanstudio.com )
Aplikasi sehat jiwa Kemenkes (sumber: www.dewanstudio.com )
Yuk dukung gerakan stop pernikahan di bawah umur agar perempuan bisa hidup lebih bahagia dan sehat. Jika ibu bahagia dan sehat, keluarga juga bahagia.

Referensi: satu , dua, dan tiga 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun