Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bagaimana Merancang Kostum dalam Film Menurut Sang Pakar?

8 Desember 2019   22:40 Diperbarui: 9 Desember 2019   01:05 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya busana Sherlock Holmes (sumber pxHere.com)

Jumlah kru menyesuaikan dengan besarnya film. Dalam sebuah film kolosal maka jumlahnya bisa mencapai 10 orang karena kostum yang diperlukan bisa mencapai tiga truk tersendiri.

Di rumah produksi luar umumnya pekerjaan penata kostum terbagi menjadi dua, desainer kostum dan wardrobe team. Mereka yang menjadi desainer kostum bertugas melakukan riset tentang kostum hingga kostum tersebut jadi. Baru kemudian urusan pada saat syuting diserahkan ke tim wardrobe. Namun di Indonesia kedua fungsi tersebut menjadi tugas penata kostum.

Lantas bagaimana tahapan dalam merancang kostum hingga kostum tersebut siap digunakan untuk keperluan syuting?

Pertama adalah membaca skenario dan deskripsi karakter dari sutradara. Pertanyaan penting dari setiap karakter yaitu usia, lahir dan besar di mana, tempat tinggalnya, dan pekerjaannya. Misalnya ia digambarkan gadis remaja usia 15 tahunan yang tomboy tentunya beda dengan gaya busana wanita tomboy dengan usia yang lebih dewasa.

Gaya pemuda pemudi tahun 70 an di Indonesia punya ciri khas tertentu (dokpri)
Gaya pemuda pemudi tahun 70 an di Indonesia punya ciri khas tertentu (dokpri)
Dalam memahami karakter ini ia perlu memerhatikan arahan sutradara, produser, dan production designer. Ia mencontohkan film "Bumi Manusia" yang direncanakan akan dominan berwarna putih cokelat, tapi pihak produser ingin berwarna-warni dan bersih seperti film "Grand Budapest". Akhirnya ada proses tawar menawar. Para tokoh utama menggunakan warna pastel, baru figurannya yang tampil lebih berwarna.

Setelah paham dengan kemauan sutradara, produser, dan production designer maka tugas berikutnya yang penting adalah riset. Tahapan ini sangat penting terutama untuk film dengan latar waktu dan tempat tertentu. Misalnya film dengan latar tahun 50-an. Pada masa itu rupanya gaya berbusana perempuan Jakarta begitu modis, mengikuti gaya Eropa. 

Baju tahun 50-an dan tahun 60-an juga berbeda, demikian pula dengan asalnya. Perempuan Jakarta tahun 60-an bisa jadi gaya berbusananya berbeda dengan perempuan yang tinggal di Pekanbaru, misalnya. 

Ketika melakukan riset maka bukan hanya waktu dan tempat yang penting, tapi juga kultur masa itu dan jenis kain juga teknik pewarnaan apa saja yang sudah ada pada masa itu. Pada abad ke-16, misalnya, tentu jenis kain masih terbatas, demikian juga dengan teknik pewarnaannya.

Setelah riset maka tim perancang kostum kemudian membuat konsep desain dengan menggambar rancangan dan membuat mood board. 

Dalam tahapan ini si desainer kostum akan mulai menentukan palet warna tiap karakter. Ia perlu memahami psikologi warna dan bentuk. Karakter yang kalem pilihan warnanya akan berbeda dengan tokoh yang berjiwa pemberontak.

Contoh dari moodboard (dokpri, foto dari paparan bu Retno)
Contoh dari moodboard (dokpri, foto dari paparan bu Retno)
Si perancang juga perlu berdiskusi dengan pemain. Apakah ia nyaman dengan baju jenis tertentu? Apakah ada baju yang perlu didesain khusus agar ia bisa lebih bebas bergerak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun