Pagi itu, aroma kopi sudah menyeruak dari dapur. Laptop di meja ruang tamu menyala, kursor berkedip menunggu ide. Tapi entah kenapa, otak rasanya kosong. Padahal tenggat tulisan tinggal dua jam lagi.Â
Sambil menatap layar, aku menarik napas panjang---tiba-tiba tubuh terasa panas seperti disiram air mendidih. Keringat menetes di pelipis. Aku sempat berpikir, "Wah, enggak biasanya Lembang begini, ya?"Â
Tapi ternyata bukan. Ini bukan soal suhu ruangan. Ini soal hormon.
Sebulan terakhir, tubuhku terasa aneh. Tidur sering terganggu, mood naik turun tanpa sebab, bahkan menulis---yang dulu jadi pelarian paling manjur---kini kadang justru terasa berat. Setelah baca-baca, barulah aku tahu: inilah perimenopause, masa transisi menuju menopause.
Apa Itu Perimenopause?
Perimenopause biasanya datang di usia 35--45 tahun, ketika kadar hormon estrogen dan progesteron mulai tidak stabil. Mantap, usiaku di rentang itu.
Belum benar-benar berhenti menstruasi, tapi siklusnya mulai berubah. Kadang datang lebih cepat, kadang terlambat. Fase ini bisa berlangsung selama empat hingga delapan tahun sebelum akhirnya masuk menopause.
Untuk ibu pekerja lepas seperti aku, perimenopause terasa lebih kompleks. Karena pekerjaan menulis itu butuh ketenangan, fokus, dan suasana hati yang stabil---tiga hal yang justru diuji habis-habisan oleh perubahan hormon.Â
Enggak asik kan, lagi nulis tiba-tiba melow, lalu mewek...
Gejala yang Mengganggu Aktivitas Sehari-hari
1. Hot flashes dan keringat malam
 Bayangkan sedang mengetik, lalu tiba-tiba tubuh terasa seperti terbakar dari dalam. Baju basah oleh keringat padahal baru menulis setengah paragraf. Malam pun tak kalah menantang---keringat malam membuat tidur tak nyenyak, dan paginya tubuh seperti belum beristirahat.
2. Gangguan tidur
 Kadang bisa terjaga sampai jam dua dini hari tanpa alasan jelas. Padahal besok pagi anak harus sekolah dan deadline tulisan menunggu. Begitu berhasil tidur, malah terbangun dini hari dan sulit tidur lagi.