Pagi ini dimulai dengan drama klasik ala emak penulis freelance. Anak pertama baru bangun jam 5.30---padahal semalam nekat begadang melihat gerhana bulan total. Tapi jangan salah, dia tetap sigap. Dalam waktu setengah jam, seragam sudah disetrika, wajah dicuci seadanya, dan berangkat sebelum jam 6 karena masuk sekolah jam 6.30. Saya langsung oper tugas ke ayahnya, biar dia yang jadi supir antar.
Beda cerita dengan anak kedua. Masuk jam 7, tapi santainya minta ampun. Dari buka mata ke posisi duduk saja butuh lima menit. Dari duduk ke kamar mandi? Tambah lima menit lagi. Keluar kamar mandi pun masih leha-leha sebelum pakai seragam. Baru jam 6.45 setelah diteriaki ayahnya, anak kedua ini berangkat.
Saya? Baru bisa menyentuh laptop jam 7, dengan target menulis tujuh konten untuk portal Lembangnews.com. Kadang saya berpikir, kalau emak penulis gagal multitasking, dunia bisa runtuh. Setidaknya dunia dapur dan Google Docs.
Mau tahu rahasia emak survive di pagi hari tanpa jadi monster galak? Yuk, lanjut baca.
Bagian I -- Chaos Pagi: Realita yang Jarang Dibicarakan
Setiap pagi, saya berurusan dengan tiga makhluk: dua anak sekolah dan seorang lelaki dewasa yang tugasnya antar mereka. Untungnya, dua anak sekolah anti sarapan pagi. Jadi fokus saya cuma drama anak sekolah, bukan urusan nasi goreng atau roti bakar. Suami cukup dengan kopi hitam dan ubi rebus---sarapan paling efisien versi emak.
Katanya, mayoritas ibu rumah tangga di Indonesia menghabiskan 2--3 jam pagi hanya untuk urusan domestik sebelum kerja. Saya sih tidak sepanjang itu, kecuali hari Kamis. Anak pertama ada ekskul yang butuh bekal tambahan, anak kedua punya cooking class. Itu baru chaos level dua.
Drama pagi rumah tangga ini sering dianggap biasa, padahal kalau dijumlahkan, waktu pagi ibu sebenarnya setara jam kerja shift pendek. Dari membangunkan anak sekolah, menyiapkan seragam, sampai memastikan sepatu kanan-kiri tidak ketukar.
Tapi siapa yang cerita soal ini? Jarang. Yang terdengar hanya, "Ah, ibu rumah tangga mah santai, di rumah aja."
Padahal realitanya, rutinitas pagi ibu itu sudah seperti maraton mini tiap hari.
Bagian II -- Dari Dapur ke Laptop: Transformasi Kilat Emak Penulis
Begitu anak-anak hilang dari pandangan, saya langsung masuk mode transformasi: cuci tangan duduk di depan laptop buka dokumen cek deadline. Nggak pakai jeda.
Target pagi lumayan bikin ngos-ngosan: 5--7 tulisan untuk Lembangnews.com, 1 tulisan untuk Kompasiana, dan 1 video pendek untuk YouTube Shorts. Kalau bos kantor punya jam finger print, emak penulis freelance punya alarm tukang sayur lewat. Itu tandanya waktu sudah mepet.
Tapi sebenarnya, kerja paling padat bukan di pagi. Justru mulai jam 10. Saya harus masak makan siang, mengantar bekal makan siang anak ke sekolah, lalu keluar lagi untuk cari bahan tulisan di lapangan. Sorenya? Deadline menunggu. Kalau malam? Masuk ke setelan cosplay jadi koki merangkap waitress dan dishwasher.
Sulitnya jadi ibu penulis freelance adalah menjaga fokus. Baru ketik satu paragraf, kepikiran kompor. Baru tulis satu kalimat, keinget jemuran. Otak terbagi antara urusan rumah tangga dan deadline penulis. Kalau kata saya, multitasking emak itu bukan bakat, tapi keterpaksaan.
Bagian III -- Refleksi: Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Pagi Emak?
Beban ganda ibu itu nyata. Dari urusan domestik sampai pekerjaan freelance, semua harus kelar. Kalau ada yang masih bilang ibu rumah tangga cuma rebahan, saya mau kasih pertanyaan: "Kalau ibu-ibu rebahan, siapa yang bangunin anak sekolah tiap pagi?"
Fakta sederhana: pekerjaan domestik sering tak dihitung sebagai kontribusi ekonomi. Padahal nilainya tinggi kalau dipasangkan angka. Dari cuci piring sampai antar anak sekolah, semuanya adalah energi, waktu, dan tenaga.
Jadi, ketika emak penulis freelance tetap bisa menyelesaikan deadline setelah chaos pagi, itu bukan sekadar "biasa aja". Itu kerja keras dengan peran ganda ibu yang jarang dihargai.
Pelajarannya, rutinitas ibu memang kelihatan sederhana, tapi sebenarnya penuh strategi, improvisasi, dan stamina luar biasa.
Bagian IV -- Solusi ala Emak Produktif
Supaya nggak jadi monster galak tiap pagi, emak harus punya strategi. Ini tips yang sering saya pakai:
1. Siapkan bekal atau perlengkapan anak malam sebelumnya.
2. Atur jadwal menulis pas anak sudah di sekolah.
3. Gunakan timer sederhana (15--25 menit) untuk fokus.
4. Jangan sungkan minta bantuan suami atau anak.
5. Ajarkan anak mandiri dengan tugas ringan, misalnya menyiapkan tas sendiri.
Ingat, emak boleh cerewet, tapi emak juga cerdas. Cerewet + strategi = hidup waras.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI