Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan pentingnya Atlas Siaga Sesar Lembang (ASSL)---dokumen yang berfungsi sebagai alarm dini potensi gempa. Namun, tanpa sosialisasi ke tingkat paling bawah (RW, RT, hingga sekolah), atlas itu hanya jadi arsip di lemari.
Pemerintah daerah, termasuk Bupati Jeje Ritchie Ismail, punya tanggung jawab untuk:
1. Sosialisasi publik lewat media massa dan medsos.
2. Simulasi evakuasi di sekolah, kantor desa, hingga mal.
3. Pemetaan jalur evakuasi dengan tanda yang mudah dipahami warga.
4. Pelatihan relawan lokal agar masyarakat tahu harus berbuat apa dalam 30 detik pertama setelah gempa.
Tanpa langkah konkret, keresahan warga di Instagram akan terus berlanjut, bahkan bisa berujung pada ketidakpercayaan publik terhadap pemimpin daerah.
Belajar dari Daerah Lain: Kota Bandung Lebih Sigap
Kota Bandung sudah beberapa kali menggelar simulasi gempa di sekolah-sekolah dan ruang publik. Bahkan, ada aplikasi mobile sederhana untuk panduan evakuasi bencana.
Langkah-langkah kecil ini bisa ditiru Kabupaten Bandung Barat. Bayangkan jika Pemda KBB menggandeng influencer---termasuk Raffi Ahmad---untuk mengkampanyekan mitigasi Sesar Lembang. Dampaknya akan jauh lebih besar dibanding hanya mengandalkan sosialisasi formal.
Sesar Lembang, Kita, dan Masa Depan Bandung Barat
Pada akhirnya, Sesar Lembang bukan sekadar isu geologi. Ia adalah ancaman nyata yang bisa memengaruhi jutaan warga Bandung Raya.