Saya selalu bilang, perempuan itu kalau sudah jatuh cinta sama satu hal, apalagi kalau itu urusannya sama keluarga dan makanan, beuh! Tenaganya bisa ngalahin siapa pun. Dan cerita ini tentang dua perempuan kembar yang menurut saya, ya ampun, keren banget!
Namanya Nurhayati dan Nurhasanah. Duo Nur, begitu saya menyebutnya. Mereka adalah pemilik usaha Lontong Kari Si Kembar yang sudah jadi legenda kecil di pintu masuk Pasar Panorama Lembang. Lokasinya strategis banget, tapi bukan itu yang bikin dagangannya laku keras tiap pagi. Yang bikin orang rela datang pagi-pagi itu... ya kuah lontongnya yang nendang, dan keramahan si kembar yang melelehkan hati.
Dua perempuan kelahiran 1982 ini nggak sembarangan dagang, lho. Mereka bukan cuma jualan demi jualan, tapi melanjutkan warisan dari ayahnya yang berasal dari Tegal. Si Bapak mulai jualan sejak 1981. Jadi, bisa dibayangin ya, ini usaha yang sudah hidup sebelum mereka lahir!
Dan sekarang? Mereka nggak sekadar nerusin. Mereka jaga betul cita rasa, semangat, dan nilai dari usaha keluarga ini. Yang bikin saya tambah kagum---mereka masih setia pakai pikulan! Iya, betul. Pikulan tradisional yang dipanggul di bahu. Kadang saya ngeluh bawa tas belanja aja udah berat, lah ini dua perempuan memikul peralatan jualan!
Tapi kata mereka, "Nggak berat kok, Bu. Kan dipikulnya pas pikulannya kosong, belum ada kuah lontongnya."
Hadeuh... tetep aja ya, itu butuh niat dan tenaga. Nggak semua perempuan bisa begitu.
Biasanya mereka berangkat pagi-pagi sekali. Kalau kamu mau coba lontong karinya, jangan manja bangun siang. Jam 10 pagi aja biasanya udah habis. Saya pernah ke sana jam 9 lewat dikit, eh... tinggal sisa beberapa porsi. Itu pun udah ada yang antre nungguin.
Dan yang saya suka, dua perempuan ini nggak ribet soal pencitraan. Nggak ada spanduk besar, nggak ada media sosial yang heboh. Mereka berjualan dengan sederhana, tapi rasa lontongnya? Wah, juara! Kuahnya kental, wangi rempahnya terasa, lontongnya empuk tapi nggak lembek.
Cerita Duo Nur ini penting kita angkat. Biar orang tahu, bahwa perjuangan perempuan bukan cuma soal duduk di kantor dengan blazer dan laptop. Tapi juga soal bangun pagi, mikul pikulan, jaga warisan keluarga, dan tetap ramah melayani pembeli. Tanpa keluhan. Tanpa drama. Tapi penuh dedikasi.
Buat saya, Nurhayati dan Nurhasanah bukan sekadar penjual lontong. Mereka adalah pengingat bahwa perempuan bisa jadi penjaga rasa, pelestari tradisi, dan pahlawan ekonomi keluarga dalam satu waktu. Salut!
Kalau ke Lembang, jangan cuma ke kebun stroberi. Coba mampir ke pintu masuk Pasar Panorama, cari Lontong Kari Si Kembar. Bawa uang secukupnya dan resapi rasanya yang sederhana tapi penuh cerita.