Mohon tunggu...
Dewanto Samodro
Dewanto Samodro Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar yang mengabdikan diri menjadi pengajar

Pengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Dalimin - Amarah

13 Desember 2022   15:23 Diperbarui: 13 Desember 2022   16:03 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah lah keluar saja. Daripada harus berurusan terus dengan orang itu," kata saya dengan bersungut-sungut.

Dalimin yang sedang menyeruput teh panasnya langsung menoleh kepadaku. Raut mukanya penasaran tetapi menyiratkan rasa kasihan kepada saya.

"Kenapa, Mas? Pagi-pagi Kok sudah marah-marah. Ini hari Jumat. Tidak baik marah-marah begitu," katanya.

Saya pun duduk di sebelahnya. Saya keluarkan termos berisi teh panas yang sudah disiapkan dari rumah tadi pagi. Saya hirup pelan-pelan, terasa wangi teh melati agak menenangkan.

"Saya ada masalah dengan seseorang di lingkungan pergaulan saya, Mas. Dia tidak percaya dengan saya. Memang sikapnya selama ini buruk. Saya sudah coba bersabar, tapi dia malah semakin kelewatan," kata saya.

"Saya putuskan saja keluar dari lingkungan pergaulan itu. Biar saja dia mau melakukan apa. Saya tidak peduli," lanjut saya.

Dalimin terdiam sebentar. Dilihatnya muka saya, lalu tersenyum.

"Yang sampeyan maksud lingkaran pergaulan bersama Pak Darsono itu ya, Mas? Walah. Apa sampeyan sudah sampaikan masalah sampeyan ke beliau?" tanyanya.

"Tidak perlu, Mas. Cukup Saya selesaikan sendiri. Saya sudah dewasa. Dan keputusan saya sudah bulat. Saya mau keluar," jawab saya.

"Sebentar, Mas. Apa sampeyan punya masalah juga dengan orang-orang lain di sana? Apa di sana juga banyak yang tidak percaya dengan sampeyan? Apa di sana tidak ada yang mendukung sampeyan? Setahu saya, di sana banyak yang percaya dengan sampeyan, banyak yang mendukung sampeyan," katanya.

Saya tercenung. Memang di lingkungan pergaulan itu, banyak yang mendukung dan percaya pada saya. Saya dulu masuk ke dalam lingkungan pergaulan itu karena diajak Pak Darsono, yang sudah saya anggap sebagai kakak, guru, bahkan orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun