Mohon tunggu...
Dewa Kurniawati
Dewa Kurniawati Mohon Tunggu... pegawai negeri -

hanya seorang tukang obat yang suka mbolang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karena Senja Aku Jatuh Cinta

20 September 2012   16:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:07 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13481583831940243265

[caption id="attachment_206896" align="aligncenter" width="333" caption="Pinjem fotonya om Budi Satya"][/caption]

Nara hanya terdiam di samping Sekar. Lelaki itu sempurna tak mengatakan apapun selama 30 detik. Mungkin kata – kata Sekar kali ini tak bisa lagi disanggahnya. Sekar tersenyum datar memandangi air danau yang memantulkan cahaya keemasan. Mentari sudah semakin condong ke arah barat, pertanda malam akan segera menjemput. Sekar suka menghabiskan senjanya ditempat ini, sebuah danau yang letaknya jauh di pinggiran kota. Selalu bisa membuatnya tenang dan merasa nyaman. Terlebih bila suasana hatinya sedang tidak bersahabat seperti sekarang.

“Tapi aku benar – benar mencintaimu Sekar” hanya itu kalimat yang keluar dari bibir Nara kemudian. Sekar tetap tak bergeming, bahkan mengalihkan pandangannya pun tidak. Dia sudah terlalu hafal dengan apa yang akan diucapkan Nara, meski mereka baru kenal 6 bulan.

Rasa itu hadir terlalu cepat, bahkan tak sanggup Sekar dan Nara menepisnya. Sekar begitu cepat mengambil alih semua sudut di ruang hati Nara, setiap inci di otaknya, semua terisi penuh oleh bayang – bayang Sekar. Tapi kondisinya berbeda, ada Lia diantara mereka. Atau lebih tepatnya Sekar yang berada diantara Lia dan Nara.

“Lantas Lia?” tanya Sekar kemudian. Nara dan Lia sudah berhubungan selama hampir 5 tahun. Dan dua tahun lalu mereka memutuskan untuk bertunangan. Satu langkah lagi menuju pernikahan. Sekar paham betul posisinya. Tapi bukankah tak pernah ada seorang wanita pun yang berharap ada di posisi Sekar seperti saat ini ?.

“Aku bahkan berharap bisa menikah denganmu” ucap Nara lagi.

“Lantas Lia ?” Sekar mengulangi lagi pertanyaannya. Nara tetap tak bisa memberikan jawaban.

“Sekalipun aku juga menyukaimu, aku tak pernah berharap bisa bersamamu bila harus menyakiti Lia” suara Sekar mulai serak. Ada genangan di matanya. Perlahan butiran bening itu jatuh membasahi punggung tangan Sekar.

Sekar menarik nafasnya panjang, kemudian menghembuskannya perlahan. Peristiwa 4 tahun lalu itu sempurna merenggut lamunannya. Bahkan Sekar masih ingat jelas rentetan kejadian dan detail percakapan mereka. Sekar memilih memangkas habis perasaannya yang sudah terlanjur tumbuh pada Nara. Tapi Sekar sepertinya lupa satu hal, dia lupa mencabut akarnya. Sekar memilih pergi dan menjauh dari Jakarta dan terutama dari Nara.

Rencananya sore ini sekar ada janji bertemu dengan Rian disekitaran pantai kuta. Masih 1 jam dari waktu yang dijanjikan bertemu, tapi Sekar memilih datang lebih awal agar bisa menikmati senja yang indah disana. Sedari dulu Sekar selalu menyukai senja. Bahkan senja pulalah yang mempertemukan dirinya dengan Nara.

Pertemun mereka terbilang unik. Saat itu Sekar mengikuti acara pendakian masal gunung Gede yang diadakan oleh kampus tempat salah seorang teman kantornya kuliah dulu, Rian. Saat yang lain sibuk dengan persiapan tenda, masak untuk makan malam, dan kesibukan yang lainnya, Sekar malah asik duduk di sebuah batu besar di tengah alun – alun surya kencana sambil membawa 2 botol air 1,5 L yang baru saja diisi ulang di salah satu sumber mata air disana. Nara yang kebetulan lewat dan melihat Sekar memutuskan untuk berhenti.

“Lagi ngapain ?”tanya Nara ramah.

“Lagi nungguin senja” jawab Sekar sambil tersenyum dan sesekali menggosok dan meniup telapak tangannya yang kedinginan.

Senja ?” Nara memastikan. Sekar mengangguk mantap. Meskipun dia tau senja pasti akan tertutup jejeran bukit dihadapannya, tapi sekar selalu menyukai saat – saat seperti itu. Nara lantas mengambil tempat disebelah Sekar. Itu senja pertama yang mereka nikmati bersama, dan setelahnya ada banyak senja yang mereka nikmati bersama sebelum Sekar memutuskan untuk pergi dari Nara.

Serentetan peristiwa itu kembali memenuhi otaknya beberapa hari ini. Entah apa sebabnya Sekar sendiri tidak tahu. Lamunan Sekar kembali sirna ketika telepon genggam yang ada di atas meja dihadapannya bergetar, pesan di BBMnya.

“Udah sampe parkiran, Kar” pesan singkat dari Rian.

“Oke, aku udah di cafe” balas Sekar. Dari Rian pula Sekar tahu bahwa Nara sudah memiliki tunangan. Nara dan Rian berteman sejak awal kuliah, dan Rian juga tahu tentang hubungan Nara dan Sekar. Rian berjanji akan membawa seorang temannya dan akan dikenalkan pada Sekar. Sekar hanya tertawa saat Rian menelponnya seminggu lalu. Mengabarkan bahwa dirinya ada tugas di Bali, dan akan memperkenalkan seorang teman dekatnya pada Sekar. Ada sedikit rasa bersalah dalam diri Rian saat dia tahu bahwa Sekar meminta dipindah tugaskan ke Bali. Dan sejak saat itu Sekar sangat sulit dihubungi dan tenggelam dengan rutinitas kerjanya yang padat.

Beberapa temannya juga pernah mengenalkan Sekar pada teman pria mereka, berharap Sekar mau membuka sedikit ruang di hatinya. Namun Sekar tak pernah menggubrisnya, baginya kebersamaannya dengan Nara yang hanya 6 bulan masih menyisakan memori indah sekaligus menyakitkan. Tapi setahun belakangan Sekar mulaimencoba berdamai dengan hatinya, mau berkenalan dengan beberapa lelaki meskipun hanya berakhir sebagai teman.

Sekar kembali memandangi langit Bali yang sudah mulai berwarna keemasan, sangat cantik pantulan warnanya. Baru sebentar menikmati senja, tiba – tiba seorang anak yang sedang berlari dihadapannya terjatuh. Sekar bangkit, menghampiri gadis kecil itu dan membantunya berdiri. Sekar membersihkan gaun putih sang gadis, tersenyum ramah padanya. Gadis itu awalnya ingin menangis, tapi urung setelah Sekar membantunya berdiri dan membersihkan gaun putihnya yang indah. Setelah mengucapkan terima kasih, gadis berusia sekitar 3 tahun itu kembali berlari mengejar kakak laki – lakinya.

“Kamu masih belum berubah, selalu suka senja”. Tiba – tiba sebuah suara dari arah belakang Sekar membuatnya terkejut. Suara yang amat dikenalnya. Sekar bangkit, kakinya bergetar, berusaha kuat menopang tubuhnya yang mulai terasa lemas. Sekar membalikkan tubuhnya perlahan. Lelaki itu kembali, sempurna berdiri dihadapannya.

‘Tuhan,.. dia kembali’ batin Sekar dalam hati.

“Apa kabar Sekar ?” tanya Rian sambil mengulurkan tangannya. Sekar menerimanya dan menjawabnya dengan senyuman.

“Kamu makin cantik Sekar”lelaki yang berdiri di samping Rian tersenyum sangat ramah. Kerinduan terpancar jelas dari sorot matanya. Dan Sekar hanya bisa berdiri diam di tempatnya tanpa bisa mengatakan apa – apa. Wajah dihadapannya tetap tidak berubah, bahkan sejak pertama Sekar mengenalnya 4 tahun silam. Hanya gurat kedewasaan yang terpancar lebih jelas. Lelaki itu tak menunggu reaksi sekar, dia melangkah maju dan langsung memeluk Sekar, mendekapnya erat.

“Jangan pernah lagi lari dariku Sekar” bisik Nara lembut.

“Lia...” lirih Sekar mengucapkan nama itu.

“Lia sudah menikah setahun lalu, aku senang akhirnya dia bisa menemukan lelaki yang benar – benar mencintainya setelah berpisah denganku 3 tahun lalu” ucap Nara sambil terus memeluk gadis yang dicintainya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun