Mohon tunggu...
Muhammad Fathi
Muhammad Fathi Mohon Tunggu...

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Graphic Designer di www.satugerai.com, terus belajar untuk bermanfaat bagi orang lain... Follow twitter saya @fath_identity

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Lawang Sewu, Siapa Takut?

18 September 2012   10:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:17 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_199567" align="aligncenter" width="300" caption="Lawang Sewu, dokumentasi pribadi"][/caption]

Perjalanan wisata saya pada liburan Lebaran 2012 lalu mengambil lokasi di Semarang, Jawa Tengah. Semarang, kota yang penuh dengan pabrik-pabrik industri nasional, rupanya menyimpan berbagai tempat wisata menarik yang eman-eman jika tidak dikunjungi. Salah satunya Lawang Sewu. Lawang Sewu merupakan bangunan kuno bekas kantor kereta api pada masa kolonial dahulu. Lawang Sewu terletak di sebelah barat Simpang Lima, dan di seberang Tugu Muda.

Bangunan kuno ini sekarang tampak cantik, karena sudah direnovasi. Pada saat saya berkunjung ke Lawang Sewu, (19/08) lalu, bangunan Lawang Sewu masih ada bagian-bagian yang direnovasi. Saya agak kecewa karena tidak bisa memasuki semua gedung yang ada di sana.

Sebelum saya lanjutkan, ada yang menarik dengan nama Lawang Sewu. Dalam bahasa Jawa, Lawang Sewu berarti “seribu pintu.” Namun jika kita lihat, Lawang Sewu pintunya tidak sampai seribu. Menurut sumber yang saya baca, kata seribu digunakan untuk meng-istilahkan banyaknya pintu yang ada di bangunan Lawang Sewu. Sangat banyak memang, dan sangat menarik. Jika kita naik ke lantai-2 di gedung yang menghadap ke barat, sepanjang dinding luar gedung itu berjajar banyak pintu, dan sangat menarik setiap lensa kamera yang menatapnya. Angle perspektif kamera mengambil gambar lorong teras lantai-2 sangat digemari oleh pengunjung, begitu pula dengan saya. Saya sempat mengambil beberapa foto lorong teras lantai-2 itu.

[caption id="attachment_199566" align="aligncenter" width="300" caption="Lawang Sewu, dokumentasi pribadi"]

1347964058389204138
1347964058389204138
[/caption]

Masuk ke dalam bangunan atas di lantai-2 tersebut, kita disuguhi oleh ruang-ruang kosong yang hanya terisi oleh pintu-pintu, jendela-jendela, cermin, dan yang menarik adalah di bagian tengah dinding pemisah antara satu ruangan dengan ruangan sebelahnya ada lubang pintu, yang jika kita lihat dari dalam gedung yang paling ujung, akan tampak seperti kotak-kotak yang bertumpuk. Pemandangan ini juga yang menarik lensa para pengunjung.

Ada beberapa gedung lagi dalam satu kompleks Lawang Sewu. Gedung yang paling kecil, yang menghadap ke utara adalah museum alat-alat pengoperasian laju kereta api. Ada dua lantai, di lantai-2 dipakai kantor PT. Kereta Api Indonesia. Di dalam gedung unit ini, kita disuguhkan berbagai foto dokumentasi dari tahun-ke-tahun pengoperasian kereta api di Indonesia. Ada juga alat-alat peninggalan sejarah yang mewakili alat-alat yang lain, yang menjelaskan kepada kita kegunaan alat tersebut.

Sisi menarik lainnya dari Lawang Sewu adalah terkenal dengan ‘angker’nya. Menurut cerita-cerita yang saya baca, Lawang Sewu yang notabene bangunan kuno, dihuni juga oleh makhluk-makhluk ghaib atau makhluk ‘astral’ (meminjam istilah dari tayangan Masih Dunia Lain Trans7). Secara psikologis, saya merasakan perbedaan suhu dan suasana masing-masing ruangan. Lorong bagian dalam gedung yang menghadap ke barat misalnya, jika kita berjalan dari ujung-ke-ujung, akan terasa suasana yang berbeda.

[caption id="attachment_199569" align="aligncenter" width="300" caption="Lorong Lawang Sewu, dokumentasi pribadi"]

13479643892070384670
13479643892070384670
[/caption] [caption id="attachment_199570" align="aligncenter" width="300" caption="Lorong Lawang Sewu, dokumentasi pribadi"]
13479644411398789325
13479644411398789325
[/caption] [caption id="attachment_199571" align="aligncenter" width="300" caption="Lorong Lawang Sewu, dokumentasi pribadi"]
13479644951598842778
13479644951598842778
[/caption]

Selain lorong bagian dalam, suasana tidak mengenakkan juga saya rasakan di ruang-ruang kosong yang jarang dilewati pengunjung, karena pengunjung kebanyakan langsung menuju ke ruang pameran, ke ruang-ruang pengoperasian, dan ruang bawah tanah. Saya menyempatkan diri berjalan menyusuri ruang-ruang kosong (yang saya ambil gambarnya di bawah ini), lorong-lorong, dan juga ruang bawah tanah. Satu lagi yang terasa asing, adalah lantai-3 yang bentuknya seperti loteng namun lebih tinggi. Ruangan ini sangat luas dan tidak bersekat. Kita dapat melihat ujung ruangan ini. Ada jendela-jendela kecil di dindingnya yang memungkinkan kita melihat sekitar Lawang Sewu dari lantai-3. Di lantai-3 ini tidak kita jumpai eternit, jadi atapnya langsung genteng. Juga karena struktur bangunan yang masih asli bangunan Belanda. Sayangnya, lantai-3 hawanya sangat panas.

[caption id="attachment_199575" align="aligncenter" width="300" caption="Ruang kosong, dokumentasi pribadi"]

134796473546239285
134796473546239285
[/caption]

[caption id="attachment_199572" align="aligncenter" width="300" caption="Lantai-3 Lawang Sewu, dokumentasi pribadi"]

13479645831995672150
13479645831995672150
[/caption]

Setelah melihat-lihat ruangan di lantai-3, saya mencoba menyusuri ruang bawah tanah. Jika kita menghendaki menyusuri ruang bawah tanah yang gelap-gulita itu, kita harus membayar Rp20.000,00 (dua puluh ribu rupiah) untuk membayar pemandu dan fasilitas sewa senter dan sepatu boot. Ya, karena ruang bawah tanah ini berair. Menurut pemandu, air di ruang bawah tanah ini adalah air hujan yang meresap ke bawah tanah. Tenang, ketinggian air hanya se-mata kaki orang dewasa.

Kita hanya dapat melihat isi ruang bawah tanah dengan sorotan lampu senter, karena sangat gelap. Sempat juga diceritakan oleh pemandu, ruang bawah tanah ini pernah dijadikan tempat uji nyali acara Dunia Lain Trans TV. Cerita tersebut menjawab rasa penasaran saya. Lokasi peserta uji nyali terletak sekitar 10 meter dari tangga pintu masuk ruang bawah tanah. Saya sedikit merasakan bagaimana peserta uji nyali waktu itu. Pasti merinding karena gelap, basah, dan sunyi.

Ruang bawah tanah Lawang Sewu ini, pada masa kolonial digunakan sebagai penjara orang-orang pribumi. Penjaranya berbentuk kotak-kotak kecil berukuran sekitar 1x1 meter, dan konon diisi oleh lebih dari 20 orang, sehingga para tawanan akan mati di penjara itu. Jika tawanan sudah mati, maka akan dibuang melalui saluran pembuangan yang terletak di sisi dinding ruang bawah tanah. Selain kotak-kotak penjara, ada juga penjara ‘berdiri’. Penjara berdiri adalah penjara yang diisi oleh sekitar 3 orang tawanan. Ada juga tempat pemenggalan kepala. Mengerikan memang, tapi itulah kebiadaban penjajah waktu itu.

Secara keseluruhan, bangunan bersejarah Lawang Sewu ini cukup menarik untuk dikunjungi Anda sekeluarga, karena kaya akan nilai-nilai dan cerita sejarah yang tak terlupakan. Lawang Sewu, saksi sejarah bangsa Indonesia di Semarang.

Anda tertarik, cukup dengan membayar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) untuk mendapatkan tiket masuk, dan Rp20.000,00 (dua puluh ribu rupiah) untuk menyusuri ruang bawah tanah. Ada juga paket wisata malam keliling bangunan Lawang Sewu, jika Anda menginginkannya.

Selamat berwisata, selamat menjelajah.

Yogyakarta, 18-09-2012

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun