"Sekali kepercayaan hilang, biayanya berlipat untuk membangun kembali."---Francis Fukuyama.
Terlebih bagi seorang pejabat publik. Sekali ekspektasi  publik dikhianati, publik cenderung skeptis terhadap semua institusi. Pejabat publik bahkan bisa kehilangan kepercayan.Â
Padahal kepercayaan adalah modal sosial bagi pejabat publik. Saat kepercayaan itu runtuh, siapa bayar tagihannya?
Trust is the expectation that arises within a community of regular, honest, and cooperative behavior, based on commonly shared norms.
Robert D. Putnam, seorang ilmuwan politik terkemuka mengatakan modal sosial adalah gambaran jaringan, norma, dan kepercayaan yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan bersama.Â
Ini adalah jaringan kasa mata, tidak terlihat. Dengannya masyarakat bisa saling percaya, bekerja sama, dan membangun kohesi sosial.
Dan dengan modal sosial ini, pejabat publik dan institusi pemerintah bisa memetik hasil, seperti kepatuhan terhadap aturan, membayar pajak dengan tertib atau tidak melakukan pelanggaran. Modal sosial adalah energi kolektif yang membuat sebuah bangsa bisa bergerak lebih efisien.
Bayangkan jika modal sosial ini runtuh. Pejabat publik justru yang menjadi aktor utama justeru merusak modal sosial?
Sepertinya, belum hilang dari ingatan kita aksi protes yang terjadi dimana-dimana saat DPR berencana menaikan tunjangan anggotanya. Agustus kelabu ini seperti menjadi puncak kekesalan publik.Â
September ini, kita kembali dikejutkan aksi demo warga Kabupaten Pati yang menentang Bupatinya sendiri, karena dianggap semena-mena menaikan pajak. Di Gorontalo, seorang anggota legislatif harus dipecat karena menimbulkan keresahan akibat ulahnya.