Dalam kajian semiotika, Roland Barthes merupakan seorang penulis yang menggunakan analisis semiotik dan merupakan tokoh struktualis terkemuka dalam pengembangan pemikiran pendahulunya yaitu Ferdinand de Saussure yang dikenal sebagai bapak semiotika. Pemikiran Roland Barthes dikenal dengan konsep dua tahap makna (two order of significations). Tahap pertama adalah hubungan antara penanda (signifier) dan petanda (signified). Pada tahap ini, tanda menunjukkan hubungan antara bentuk atau objek dengan maknanya dalam kenyataan, sehingga mengacu pada makna sebenarnya atau makna denotatif. Sementara itu, tahap kedua muncul ketika tanda tersebut digunakan kembali dan membentuk makna konotatif, yaitu makna tambahan yang muncul dari hasil interaksi antara tanda dan konteks penggunaannya.
Menurut Roland Barthes, konotasi adalah salah satu dari tiga cara kerja tanda selain mitos dan simbol dalam tingkat makna kedua (signifikasi tahap kedua). Konotasi menggambarkan makna tambahan yang muncul ketika suatu tanda berhubungan dengan perasaan, emosi, atau nilai budaya yang dimiliki penggunanya. Bagi Barthes, hal yang paling penting dalam proses konotasi adalah penanda pada tataran pertama, karena dari situlah makna baru dapat terbentuk.
Berdasarkan peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotative (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif juga merupakan penanda konotatif (4). Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya (Sobur, 2004:69)
Secara umum, denotasi berarti makna sebenarnya atau makna harfiah, sedangkan konotasi berarti makna kiasan atau makna tambahan. Namun, menurut Roland Barthes, keduanya memiliki arti yang lebih dalam. Dalam pandangan Barthes, denotasi adalah sistem makna tingkat pertama, yaitu hubungan langsung antara tanda dan maknanya. Sementara itu, konotasi adalah sistem makna tingkat kedua, yang muncul dari hasil pengembangan makna pertama. Barthes menyamakan konotasi dengan mitos, yaitu cara ideologi bekerja untuk menanamkan dan membenarkan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat pada waktu tertentu. Dalam mitos, terdapat tiga unsur penting, yaitu penanda, petanda, dan tanda. Mitos terbentuk dari rantai makna yang sudah ada sebelumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa mitos merupakan sistem makna pada tingkat kedua.
Untuk lebih jelasnya, Sobur (2004) menjelaskan bahwa makna denotatif suatu kata adalah makna yang biasa kita temukan dalam kamus. Sebagai contoh, di dalam kamus kata mawar berarti 'sejenis bunga'. Makna konotatif ialah makna denotatif yang ditambah dengan segala gambaran, ingatan, dan perasaan yang ditimbulkan oleh kata 'mawar' tersebut. Kata konotasi itu sendiri berasal dari bahasa latin "connotare" yang berarti "menjadi tanda" dan mengarah kepada makna-makna kultural yang terpisah atau berbeda dengan kata. Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran. Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda, dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah petanda
Makna denotatif adalah makna yang bersifat objektif atau makna sebenarnya dari sebuah kata, sehingga dapat dipahami secara umum oleh banyak orang. Sebaliknya, makna konotatif bersifat subjektif, karena mengandung tambahan rasa, emosi, atau nilai tertentu yang membuat maknanya berbeda dari makna aslinya. Makna konotatif ini tidak selalu dipahami oleh semua orang, melainkan hanya oleh kelompok tertentu yang memiliki latar belakang atau pengalaman yang sama. Jadi, sebuah kata memiliki makna konotatif jika mengandung "nilai rasa", baik positif maupun negatif. Jika tidak mengandung nilai rasa, maka kata tersebut tidak memiliki konotasi.
Menurut Roland Barthes, konotasi adalah salah satu cara kerja tanda pada tingkat makna kedua. Konotasi muncul ketika tanda berhubungan dengan perasaan, emosi, atau nilai budaya dari penggunanya. Pada tahap ini, makna menjadi lebih subjektif, karena dipengaruhi oleh cara seseorang menafsirkan tanda tersebut. Barthes menjelaskan bahwa unsur paling penting dalam proses konotasi adalah penanda pada tataran pertama, karena dari sanalah tanda konotatif terbentuk dan menghasilkan makna baru.
Dalam teori Roland Barthes, cara kedua kerja tanda pada tingkat makna kedua adalah melalui mitos. Barthes memandang mitos sebagai bentuk cerita yang dipercaya oleh masyarakat untuk menjelaskan atau memahami berbagai aspek kehidupan dan alam. Pada masa lalu, mitos biasanya berkaitan dengan hal-hal seperti kehidupan dan kematian, manusia dan Tuhan, serta kebaikan dan kejahatan. Namun, dalam kehidupan modern, mitos berkembang menjadi hal-hal yang lebih dekat dengan keseharian, seperti gambaran tentang laki-laki dan perempuan, keluarga, kesuksesan, dan ilmu pengetahuan.