Mohon tunggu...
Devita Aprilia
Devita Aprilia Mohon Tunggu... Petani - Petani

An Agriculture & Forest Enthusiasts.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tantangan Industrialisasi Garam di Indonesia

22 Juni 2019   16:05 Diperbarui: 22 Juni 2019   16:10 1316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 3. Areal tambak garam di kabupaten Bima (Dokumentasi pribadi)

Produksi garam Indonesia secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu  garam yang berasal atau diproduksi oleh PT. Garam (Persero) dan garam yang berasal dari rakyat yang disebut dengan garam rakyat. Faktor-fator yang mendesak Indonesia harus mengimpor garam antara lain:

  1. Kinerja BUMN PT Garam Indonesia yang rendah. Produktivitas PT Garam dianggap sangat rendah, padahal BUMN ini menerima Penyertaan Modal Negara (PMN) miliaran rupiah. Produksi garam konsumsi PT Garam pada tahun 2018 jauh dari harapan, yaitu hanya mampu memproduksi 367.260 ton.
  2. Terjadi penurunan jumlah petani garam, berdasarkan data neraca garam indonesia tahun 2014 menujukkan bahwa terjadi penurunan jumlah industri rumah tangga petani garam. Hal ini disinyalir disebabkan oleh beralihnya petani ke sektor industri dan adanya alih fungsi lahan.
  3. Pengolahan garam masih menggunakan teknologi secara tradisional, pada kenyatannya menjadi penghambat efisiensi, kualitas dan kuantitas produksi garam lokal.  Anomali cuaca memengaruhi tingkat penurunan produksi garam yang sangat drastis. Iklim dengan curah hujan yang besar sangat tidak kondusif dalam pengolahan garam yang sangat membutuhkan sinar matahari sehingga kualitas garam yang dihasilkan pun tidak memenuhi persyaratan sebagai garam industri.
  4. Produksi garam nasional belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan industri yang mensyaratkan kualitas garam yang lebih tinggi. Sebagian besar produksi garam dilakukan secara individual oleh petani garam sehingga produksi garam mempunyai produktivitas yang rendah dan kualitas garam yang relatif rendah pula sehingga tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan oleh industri di dalam negeri (Efendy, et al., 2016). Apabila dibandingkan antara kebutuhan nasional dan kemampuan produksi, maka produksi garam nasional hanya mampu memenuhi kebutuhan dari sisi konsumsi saja, sementara untuk kebutuhan bahan baku industri masih bergantung pada impor.

Pemerintah layak untuk mendapatkan apresiasi terkait upaya untuk memenuhi kebutuhan garam nasional yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terus mengalami pertumbuhan.

Target produksi garam rakyat pada 2019 sebesar 4,5 juta ton. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan pada 2016 dapat memproduksi garam rakyat 3,6 juta ton, meningkat dibandingkan dengan target tahun sebelumnya, yakni 3,3 juta ton.

Dalam tiga tahun berikutnya, target produksi garam rakyat juga akan terus. Berbagai upaya peningkatan kuantitas dan kualitas ditempuh guna memenuhi target swasembada garam industri. Pemerintah mendorong produksi garam nasional, terutama garam rakyat menjadi kualitas industri. Salah satunya, dengan memberi bantuan alat geomembrane kepada 35.000 petani garam di 40 kabupaten/kota.(Data Books, 2018).

Tuf Geomembran adalah sebuah sistem produksi garam dengan cara air laut dialirkan ke dalam kolam penampungan terlebih dahulu dilakukan filterisasi dengan menggunakan ijug sapu, batok kelapa dan batu zeolit.

Kemudian setelah air laut yang sudah disaring masuk ke dalam kolam penampungan yang sudah terlapisi plastik hitam. Perbandingan, produktivitas garam dengan menggunakan TUF Geomembran 100% jauh lebih besar daripada dengan cara tradisional yang hanya bisa menghasilkan 60-80 ton sekali panen.

Dengan teknik TUF Geomembran panen garam per hektar bisa mencapai 120-140 ton per hektar sehingga bisa dilakukan optimalisasi produksi garam.

Gambar 2. Target Produksi Garam Rakyat 2015-2019 (Data Books, 2018)
Gambar 2. Target Produksi Garam Rakyat 2015-2019 (Data Books, 2018)

Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, pemerintah mulai melakukan optimalisasi pengembangan sektor hulu produk berbasis kelautan, terutama pengembangan tambak garam rakyat.

Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan oleh KKP pada tahun 2010, Indonesia memiliki luas lahan garam potensial sebesar 37,4 ribu hektar yang dapat digunakan sebagai areal produksi garam di Indonesia.

Namun demikian, lahan garam produktif yang digunakan hanya seluas 19,9 ribu hektar di tahun 2010 atau baru sekitar 53,2% dari total lahan potensial yang tersedia (Manadiyanto, 2010). Areal potensial sebagai tempat produksi garam tersebut tersebar di beberapa wilayah di Indonesia seperti Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan dan sebagian kecil di wilayah Papua (Gambar 3).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun