Mohon tunggu...
Devi Probosari
Devi Probosari Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Pabrik Cinta Damai

Buruh Pabrik Cinta Damai dan Ketenangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selamat Pagi

30 Desember 2015   06:48 Diperbarui: 30 Desember 2015   06:48 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mari hening sejenak, merasakan syaraf-syaraf yang menegang dan aliran darah yang ternyata berarus disekujur tubuh kita. Coba hembuskan nafas perlahan dan rasakan sisa hangat yang tertinggal atau nyeri kecil dan berat di dadamu, yang mungkin terjadi karena selama ini kamu lupa caranya bernafas dengan baik. Pejamkan matamu, lalu nikmati gelap yang tercipta karena kelopakmu mengatup rapat, menyisakan sebaris halus bulu di sana sebagai penjaga.

Coba pura-pura tuli,lalu nistakan semua suara. Hentikan semua detak yang mengganggu, detik yang menggelitik, lalu nikmati sisa sunyi yang menggantung di ujung kerongkongan, yang menggelayut di gendang telinga, ternyata ada senyap yang jauh dari riuh dan gempita yang senantiasa mengudara di sekitarmu.

Ada raksasa sepi yang menunggu untuk dibangunkan, yang menanti untuk dibiarkan lepas sebentar.

Kamu butuh itu, percayalah. Kamu perlu merasakan keberadaanmu sendiri. Nyata dan jelas. Kamu perlu memastikan eksistensimu.

Raksasa ini yang akan memaksa kesadaranmu mencapai posisi sempurna. Posisi sempurna, ya posisi yang senantiasa kita abaikan demi rutinitas atas nama kehidupan. Kehidupan yang menghilangkan esensi hidup. Kehidupan yang mematikan kemanusiaan. Lalu siapa yang dihidupkan?

Maka percayalah, mari ciptakan dimensi kita sendiri, dengan hening dan gelap sebagai penjurunya. Sajikan sunyi sebagai pengiring lelahmu, dan pastikan,pastikan masih tersisa kemanusiaan di dalam hidup yang kamu sebut sebagai rutinitas. Coba kaislah serpihan nyata yang membaur dengan semua fana. Fana yang menjelma nyata, nyata yang ditimpa semu.

Aku kamu kita, perlu untuk berhenti sejenak menikmati apa yang masih tersisa

Selamat Pagi,,,

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun