Mohon tunggu...
Devi Aryani
Devi Aryani Mohon Tunggu... -

Pingin jadi penulis. Masih tahap belajar nulis .

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru dan Ambisinya Berujung pada Perubahan Anakku

9 Juni 2018   06:59 Diperbarui: 9 Juni 2018   12:39 2453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: wearethemighty.com

Hari ini hatiku terpukul, saat mendengar langsung dari gurunya bahwa anakku terancam tidak naik kelas. Sedih yang tiba-tiba melanda membuatku menyesal telah mengabaikan kemauannya untuk pindah kelas saat itu. 

Anakku yang saat ini memasuki kelas IX (sembilan) harus pindah sekolah dikarenakan nilainya tidak memenuhi KKM dari beberapa mata pelajaran pokok yang diujikan dan mata pelajaran lainnya. Tidak pernah menyangka akan seperti ini jadinya.

Perubahan drastis anakku ini sangat memukul hatiku saat dia menaiki kelas 8 SMP. Anakku yang awalnya sangat semangat sekali belajar dari sekolah dasar berubah menjadi anak yang memberontak. Alasannya simpel sebenarnya, dia hanya ingin pindah kelas. 

Faktor ketidaknyamanan inilah yang membuatnya ingin sekali pindah kelas, katanya murid rata-rata di kelas itu adalah perempuan. Aku saat itu hanya terus menasihatinya dan tak jarang kadang di saat anakku malas belajar aku membentaknya. Aku paham bahwa dia tidak nyaman, sampailah pada saat aku dipanggil oleh guru wali kelasnya.

Guru wali kelasnya berkali-kali memanggil aku untuk datang ke sekolah. Pertama kali saat aku dipanggil beliau ke sekolah, gurunya bilang anakku banyak sekali berubah dalam pelajarannya. Nilai-nilai dan keaktifannya sudah mulai berkurang tidak seperti saat kelas VII yang sangat dirindukannya. 

Aku pun bilang kepada anakku, untuk berubah seperti dulu, dan lagi-lagi dia bilang, "aku pingin pindah sekolah ma, males perempuan semua, mama gak ngerti sih, males. Aku masih tetap tidak menggubrisnya. Aku masih menyemangatinya dan mencoba untuk memberi perubahan kepada anakku. 

Hari demi hari perubahannya semakin banyak. Perilakunya menjadi lebih memberontak, waktunya belajar pun tidak seperti saat dia kelas VII. Aku rindu anakku yang dulu. Anakku yang semangat belajarnya, anakku yang bahkan ingin sekali mempunyai guru privat, anakku yang sehari-harinya menghabiskan waktunya untuk belajar, dan bisa mengontrol untuk menggunakan hp. Tapi tidak untuk saat ini.

Akhirnya panggilan kedua, aku disuruh lagi ke sekolah. Kali ini anakku menangis di depan gurunya dan aku saat itu untuk meminta pindah kelas. Saat itu aku setuju dengan anakku, dan aku pun berusaha untuk memohon dipindahkan kelasnya. Tapi seperti biasannya wali kelasnya sangat keukeuh sekali berupaya mempertahankan anakku tetap di kelasnya, dengan alasan bahwa ia ingin anakku yang dulu, dengan mengubah karakternya kembali lagi. 

Aku lagi-lagi kalah untuk memperjuangkan anakku. Bahkan sampai gurunya memberikan pulpen 1 PAC dan mencoba berbicara kepada anakku untuk tetap dikelasnya. Oke semester satu dia masih baik-baik saja, tetapi semester dua anak ini menjadi jadi, bahkan dia (anakku) menyampaikan pendapatnya bahwa ia ingin pindah sekolah dan menyesal menjadi murid pintar. Yah saat kelas VII dia mendapat peringkat 7 dan aktif sekali bertanya. Apapun dia tanyakan. Sampai kadang kakaknya kesal dibuatnya. 

Panggilan demi panggilan mengajakku untuk datang ke sekolah, panggilan ketiga lebih memukul perasaanku, aku merasakan banyak ketidaksukaan oleh guru-guru terhadap anakku. Bahkan anakku mendapat julukan Syarif oleh seorang guru. Ah kesal rasanya aku tidak mengurusnya sejak awal untuk pindah kelas .

Demi ambisi seorang wali kelas yang ingin sekali tetap mempertahankan anakku untuk tetap di kelasnya yang anakku sendiri tidak nyaman berada di sana. Padahal sejatinya ini sudah melanggar haknya sebagai murid,. Bukankah belajar itu butuh kenyamanan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun