Kedatangan anak kedua (atau ketiga, keempat, atau "kejutan" ke-lima) adalah peristiwa yang mampu membuat rumah bak panggung drama Korea: penuh cinta, tangis, dan sedikit lemparan mainan. Momen ini sering kali dinanti-nanti oleh orang tua dengan hati berdebar dan telinga waspada---karena bukan hanya soal si bayi mungil yang baru, tapi juga tentang sang kakak yang bisa berubah jadi "bos kecil" yang kehilangan tahta.
Jadi, siapa yang sering kali jadi korban pertama dari kegemparan kelahiran anak kedua? Ya, tentu saja sang kakak! Ia yang sebelumnya rajin menyantap nasi hangat kini harus rela makan sereal dingin karena adiknya lebih butuh perhatian (dan popok baru).
Apa reaksi yang paling umum dari kakak? Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University of Michigan pada tahun 2023, hampir 67% anak sulung menunjukkan reaksi berupa peningkatan perilaku regresif---seperti ngompol padahal sudah lulus toilet training, atau tiba-tiba ingin digendong terus padahal dulu ogah digendong karena merasa "sudah gede." Bahkan ada juga yang tiba-tiba "jadi bayi" lagi hanya demi mencuri kembali atensi orang tua.
Kapan biasanya drama ini mencapai puncaknya? Peneliti mencatat bahwa minggu ke-2 hingga ke-6 setelah kelahiran adik adalah fase paling kritis. Pada periode ini, orang tua baru mulai menyadari bahwa tidur delapan jam adalah mitos, dan sang kakak mulai sadar bahwa adiknya bukan "boneka lucu" tapi saingan yang menguras semua perhatian Mama.
Di mana hal ini paling terasa? Jawabannya: di ruang keluarga, dapur, dan terutama kamar tidur. Banyak orang tua mengeluh karena sang kakak tiba-tiba masuk ikut ke boks bayi---bukan untuk tidur bersama, tapi demi "menguji kekuatan rangka boks dengan jungkir balik."
Mengapa ini bisa terjadi? Karena anak sulung, seberapa pintarnya dia, tetaplah manusia kecil dengan sistem emosi yang belum sepenuhnya stabil. Mereka melihat adik bukan sebagai berkah, tapi sebagai pengganggu---semacam aplikasi update yang tiba-tiba menghapus semua fitur favorit mereka.
Dari sisi psikologis, seorang anak usia 2--5 tahun masih dalam fase egosentris. Artinya, dunia berputar hanya untuk mereka (dan boneka dinosaurus kesayangan mereka). Jadi saat bayi muncul dan mencuri panggung, mereka bereaksi. Tidak dengan logika, tapi dengan air mata, teriakan, atau permintaan aneh seperti ingin mandi pakai susu coklat.
Bagaimana cara menyelamatkan hubungan orang tua dengan sang kakak, agar rumah tak berubah jadi arena Survivor versi keluarga? Ternyata kuncinya adalah: perhatian yang adil, tidak seimbang. Peneliti dari Harvard Center on the Developing Child menyarankan untuk membuat "momen spesial 15 menit" setiap hari untuk sang kakak. Ini bisa berupa membaca buku bersama, menggambar, atau sekadar ngobrol tentang kenapa dinosaurus tidak bisa naik sepeda.
Menariknya, penelitian di Kanada (2024) menemukan bahwa keluarga yang melibatkan sang kakak dalam pengasuhan---seperti membawakan popok atau menyanyikan lagu untuk adik---mengalami penurunan konflik kakak-adik hingga 34%. Bonusnya, sang kakak merasa punya peran penting dan lebih bangga, meski terkadang tetap curiga kenapa adiknya lebih sering dibelikan baju baru.
Tapi jangan salah, orang tua juga mengalami gejolak. Sebuah studi dari British Journal of Psychology pada tahun 2023 menyebutkan bahwa 74% ibu yang baru melahirkan anak kedua merasa bersalah terhadap anak sulung karena tak bisa memberikan perhatian yang sama. Sementara itu, 62% ayah mengaku lebih sering kabur ke garasi "benerin sepeda" padahal hanya mencari alasan untuk napas sejenak.
Nah, betapa pentingnya sistem pendukung . Menurut data dari Global Parenting Index 2024 , keluarga yang memiliki bantuan dari kakek-nenek, tetangga, atau bahkan jasa baby sitter part time memiliki tingkat stres 48% lebih rendah dibandingkan keluarga yang "berjuang sendirian" seperti dalam sinetron.
Jangan lupa juga, pengaruh budaya berperan. Di Indonesia yang kental dengan nilai kekeluargaan, ekspektasi terhadap anak sulung sering kali tidak realistis. Mereka diharapkan jadi "anak pintar, mandiri, pengertian," padahal mereka juga masih balita yang belum bisa membuka bungkus permen sendiri.
Oleh karena itu, para pakar menyarankan agar orang tua tidak terlalu fokus pada peran "kakak" yang harus dewasa. Biarkan mereka tetap menjadi anak-anak. Biarkan mereka bermain, tertawa, dan kadang... cemburu juga tidak apa-apa. Itu bagian dari tumbuh.
Selain itu, penting juga untuk menjaga kewarasan orang tua. Luangkan waktu untuk diri sendiri meski hanya lima menit menatap dinding dengan kopi dingin di tangan sambil berpura-pura tidak mendengar suara tangisan dari kamar sebelah. Karena jika orang tuanya stres, maka seluruh isi rumah merasa ikut "gempa kecil."
Kesimpulannya , menghadirkan anak kedua memang seperti membuka level baru dalam gim kehidupan. Ada tantangan, ada air mata, ada drama, tapi juga ada tawa dan momen manis yang akan dikenang selamanya.
Dan ingat, hubungan antar saudara adalah hubungan paling panjang dalam hidup seseorang. Dengan pendampingan yang penuh cinta, humor, dan sedikit stok cemilan, transisi ini dapat dilalui dengan baik.
kata jangan lupa follow untuk update info selanjutnya
disadur oleh dseptana
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI