Akhir -akhir ini kita melihat kondisi sosial yang sangat berbeda dari beberapa dekade ke belakang, salah satu fenomena saat ini yang menarik untuk didiskusikan adalah tentang populasi manusia di bumi, kalau mengacu pada data PBB (perserikatan bangsa-bangsa), jumlah populasi manusia di bumi per hari ini adalah 8,2 Miliar jiwa yang mana diperkirakan akan terus bertumbuh selama 50 hingga 60 tahun ke depan, yang mencapai puncaknya sekitar 10,3 miliar pada pertengahan 2080. Hal ini mengingatkan kita pada salah satu penelitian Sosial yang dikembangkan  Pada tahun 1917-1995 oleh seorang etologi dan peneliti bernama John Bumpass Calhoun. Calhoun memberikan suatu utopia yang mana bisa dibayangkan sebuah kota dengan makanan melimpah, rumah gratis, dan tanpa ancaman, ternyata menyimpan sesuatu yang tidak bisa dibayangkan sebelumnya,  di awal eksperimen Calhoun menciptakan sebuah "utopia tikus" (enclosure tertutup) di mana tikus memiliki akses tak terbatas ke makanan, air, tempat berlindung, dan tanpa predator, satu-satunya keterbatasannya adalah ruang.
Berjalanya waktu populasi mulai meningkat, namun ketika kepadatan melebihi batas tertentu, perilaku sosial tikus mulai memburuk: agresivitas meningkat, reproduksi menurun, beberapa betina mengabaikan anaknya, konflik antar individu meningkat, dan akhirnya populasi mengalami penurunan drastis hingga mendekati kepunahan dalam eksperimen. Untuk memperkuat temuan Calhoun menjalankan eksperimen pada tikus putih (mus) dalam sebuah lingkungan yang disebut Mortality Inhibiting Environment atau Universe 25. Universe 25 dirancang sedemikian rupa agar menyediakan semua kebutuhan dasar: makanan, air, tempat bersarang, pengaturan sanitasi, tanpa predator --- dan kapasitas teoritis untuk populasi hingga ribuan individu. Populasi meningkat pesat di awal. Namun ketika kepadatan terlalu tinggi, muncul serangkaian perilaku yang merusak seperti Penurunan interaksi sosial (penarikan diri, isolasi), penolakan terhadap perilaku kawin atau perawatan anak, abandonment (meninggalkan anak), kematian bayi tinggi, agresi antar individu, dalam jangka panjang, populasi menurun, bahkan punah dalam ruang tersebut, meskipun sumber daya "fisik" tersedia melimpah.
Calhoun menyebut bahwa titik keruntuhan sosial itu sebagai "behavioral sink" sebuah "pusaran" sosial di mana kolektif individu-individu memicu keruntuhan struktur sosial. Walaupun begitu Calhoun tidak mengatakan bahwa behavioral sink itu mutlak akan terjadi di semua situasi kepadatan tinggi --- ia melihatnya sebagai kemungkinan ketika interaksi sosial terganggu, struktur ruang tidak memadai, dan mekanisme pengaturan sosial hilang. Dia menyarankan bahwa hasil eksperimennya bisa menjadi metafora bagi masyarakat manusia: bahwa terlalu padatnya populasi dan terganggunya ruang sosial dapat memicu kerusakan sosial (isolasi, konflik, penurunan kohesi sosial).
Pemaparan diatas menjadikan pandangan terhadap sesuatu yang tidak terbanyakan  bisa terjadi, sehingga perlu dipikirkan dan didiskusikan oleh para stakeholder, akademisi dan juga masyarakat itu sendiri, ditambah kalau kita melihat kembali data terkait dengan pemakaian emisi karbon sebesar 4,68 metrik ton di tahun sebelumnya, tentu hal itu juga dapat menjadi perhatian kita bersama,  temuan Calhoun menegaskan bahwa sebuah utopia bisa berubah menjadi distopia.  Berkaca juga terhadap beberapa peristiwa di beberapa dekade belakangan yang tidak bisa diprediksi oleh kita selaku manusia, seperti adanya pandemi Covid-19, Peperangan yang ada hingga hari ini, menjadikan awal bahwa kita perlu mengantisipasi setiap peristiwa kedepan serta perlu terus belajar dan membaca dari peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI