Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kolaborasi Bank dan Fintech, Kunci Inovasi Era Digital

19 September 2017   21:44 Diperbarui: 20 September 2017   00:29 2262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kafe BCA 7 dan para pembicaranya/ dethazyo

Jika dicermati secara seksama, belakangan ini orang-orang justru lebih mengenal produk dari Financial Tecnologi atau Fintech, dibanding artian mendalam dari Fintech itu sendiri. Siapa coba yang tak kenal dengan produk uang elektronik Go-pay, Kudo,ataupun Sakuku BCA? Saya rasa semua paham akan hal itu, hanya pemahaman akan cangkupan dari Fintech saja yang perlu dipahami lebih mendalam.

Khusus untuk Fintech Indonesia, mengacu pada data dari finansialku.com, cakupannya lumayan banyak, antara lain start up atau perusahaan rintisan pembayaran, peminjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding), remitansi, hingga riset keuangan.

Semua startup yang ada, sebab-musababnya bukanlah iseng-iseng belaka, disitu ada inovasi dan kreativitas yang dituangkan guna memudahkan masyarakat dalam hal memenuhi kebutuhan sehari-hari via aplikasi ponsel yang ada (mulai dari pesan taksi, makan, booking tiket pesawat dan hotel). Intinya, kehadiran Fintech itu ingin mencoba membuang stigma masa lalu, yang apa-apa harus serba antri dan berbelit dari segi aturan dan penyelenggaraannya. Kini, berkat kehadiran Fintech semuanya menjadi terbantu, bahkan anak usia Sekolah Dasar (SD) sekalipun, dapat merasakan nikmatnya 'online experience' ala Fintech, semisal berbelanja online.

Ironinya, tak semua ide bisnis yang berbuah start up dapat bertahan memberikan nilai tambah dan memberikan keuntungan ekonomis untuk kesinambungan usaha. Betapa tidak, realita melukiskan semakin banyak perusahaan rintisan yang bertumbuh, tak sedikit pula perusahaan rintisan yang nyaris runtuh hingga gulung tikar.

kala teman-teman dari Halo BCA memberikan sumbangsih lagu tepat sebelum acara Kafe BCA 7 dimulai/ dethazyo
kala teman-teman dari Halo BCA memberikan sumbangsih lagu tepat sebelum acara Kafe BCA 7 dimulai/ dethazyo
Mencari jawaban akan hal tersebut tidaklah mudah, walau telah berusaha sana-sini, mencari data hingga solusi yang tepat agar perusahaan rintisan tetap bertumbuh dan berinovasi. Hasilnya tak begitu memuaskan. Oleh karena itu, forum Kafe BCA 7 yang diadakan di Break Out, Menara BCA, Jakarta Pusat (13/9/2017), menjadi salah satu langkah tepat, guna menemukan formula yang tepat dalam hal merangkum segala macam problema yang ada pada pelaku perusahaan rintisan belakangan ini.

Keyakinan saya begitu kuat, karena dalam forum ini, bukan hanya sebuah masalah diulas senyaman diskusi sederhana dengan secangkir kopi ala kafe sebagai pelumas obrolan santai. Tetapi para pembicara yang hadir cukup menarik. Sebut saja Henry Koenaifi (Direktur BCA), Hermawan Thendean (Senior Executive Vice President of Strategic Information Technology BCA), Faisal Basri (Pengamat Ekonomi),  serta dua orang dari pelaku start up, Indra Wiralakmana (Country Head & Director Ninja Xpress) & Rama Mamuaya (Founder & CEO DailySosial.id).

Melihat Perkembangan Perusahaan Rintasan Masa Kini

Guna mendapatkan fakta terkait perkembangan perusahaan rintisan masa kini, baiknya mengunduh catatan Center for Human Genetic Research (CHGR), pada 2016 Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki jumlah start up tertinggi di Asia Tenggara, yakni 2.000-an. Pada 2020, diperkirakan start up bertumbuh mencapai 13.000.

Data tersebut diperkuat pula oleh data dari Bank Indonesia yang menegaskan, selama 2016, para pengguna jasa perdagangan daring atau "e-commerce" tersebut telah membelanjakan 5,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp75 triliun atau jika dibagi per individu pengguna "e-commerce" di Indonesia rata-rata membelanjakan Rp3 juta per tahun.

Saat Faisal Basri (pengamat Ekonomi) mempresentasikan materinya/ dethazyo
Saat Faisal Basri (pengamat Ekonomi) mempresentasikan materinya/ dethazyo
Melalui data itu saja, sudah semestinya ekonomi digital itu berjalan layaknya pelopor untuk melakukan perubahan-perubahan yang mengakselerasi seperti yang diutarakan oleh Faisal Basri (Pengamat Ekonomi). Harus diakui, saat ini dunia start up cukup menjanjikan alias potensinya cukup besar. Hal itu terbukti dengan adanya Kenikmatan dari memainkan start up sendiri, pemain dalam industri tersebut lebih punya akses langsung ke matanya dan ke kantong konsumen. Senada yang diungkap oleh Rama Mamuaya (Founder & CEO DailySosial.id), 'kita tahu apa yang mereka suka, apa yang mereka enggak suka.'

Rama Mamuaya (Founder & CEO DailySosial.id) saat menyampaikan sudut pandangnya terkait start up/ dethazyo
Rama Mamuaya (Founder & CEO DailySosial.id) saat menyampaikan sudut pandangnya terkait start up/ dethazyo
Semua kemudahan itu, seperti yang Hermawan Thendean (Senior Executive Vice President of Strategic Information Technology BCA) utarakan 'Masyarakat Indonesia saat ini sedang menikmati yang namanya 'Online Experience.' Segala sesuatu semuanya online. Sehingga yang namanya digital sudah menjadi bagian dari lifestyle-nya mereka. Cuman ada satu masalah berupa kurang inovasi dalam hal layanan perbankan, dan ini yang kurang.'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun