Mohon tunggu...
Desy Putri Ratnasari
Desy Putri Ratnasari Mohon Tunggu... Ilmuwan - Researcher

Research Assistant at Center for Bioethics & Medical Humanities FKKMK UGM.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dilema Etik Informed Consent Vaksin Covid-19: Terima atau Tolak?

24 Juli 2021   00:04 Diperbarui: 24 Juli 2021   01:21 1345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
steven confierd on unsplash.com

"Human dignity, human rights and fundamental freedoms are to be fully respected."(Universal Declaration on Bioethics and Human Rights)

Hak untuk hidup adalah hak manusiawi yang paling dasar. Tuntutan untuk hidup itu jelas bukan tuntutan 'untuk mendapat' tetapi tuntutan agar hidup tetap dijaga, dilestarikan, dan tidak dirusak ataupun dihancurkan.

Pemerintah telah memulai program vaksinasi masal COVID-19 sejak dimulai 3 Januari 2021 yang lalu dan bagi masyarakat yang menolak program vaksinasi ini akan ada sanksi pidana.

Di dalam PMK 84/2020 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19 di Pasal 22 ayat 2 berbunyi "...pemberian Vaksin COVID-19 harus dilakukan di bawah supervisi dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung atau tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.

Lalu apakah "Wajib Vaksin Melanggar HAM?"

Di dalam UU Dasar Pasal 28 A berbunyi bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Beberapa hal yang patut dipertimbangkan secara moral tentang prinsip 'do not harm' menurut Bertens ialah: (a) tindakan itu sendiri adalah bersifat baik atau setidak-tidaknya bersifat netral secara moral; (b) hanya efek baik dan bukan efek buruk secara langsung dimaksud oleh pelaku; (c) efek baik tidak dihasilkan dari efek buruk; (d) hanya ada alasan proporsional untuk membiarkan efek buruk yang diketahui akan terjadi.

Di sisi lain pada paragraf kedua tentang Perlindungan Pasien Pasal 56 bahwa (1) setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. (2) hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas.

Berdasarkan PMK 84/2020 tersebut bahwa untuk mencapai herd immunity (kekebalan kelompok) setidaknya harus mencapai 40-70% dari total jumlah penduduk dengan cara yang lebih aman (terkontrol).

Pada Pasal 4 disebutkan bahwa Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 bertujuan untuk: (a) mengurangi transmisi/penularan COVID-19; (b) menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19; (c) mencapai kekebalan kelompok di masyarakat (herd immunity); dan (d) melindungi masyarakat dari COVID-19 agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi.

Oleh karena itu, sudah jelas bahwa program vaksinasi ialah to protect vulnerable person is ethics. Dengan membiarkan terjadinya herd immunity secara natural akan membahayakan kaum yang rentan (vulnerable) dan ini tidak etis (not ethical). 

Di dalam etika terdapat pandangan etika sebagai suatu kewajiban dasar perilaku moral (deontologi) bahwa prinsip dasar perilaku moral adalah imperatif kategoris yang memerintahkan atau mewajibkan manusia untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.

Dalam perilaku moral, manusia harus melakukan sesuatu karena hal iu wajib dilakukan bukan karena alasan yang lain. Apabila dalam perilaku etis manusia selalu berpegang pada imperatif kategoris, maka setiap manusia akan mempunyai pandangan etis yang sama.

Di luar hal moral, ada banyak keharusan dalam kehidupan sehari-hari manusia, keharusan-keharusan itu tidak didasarkan pada imperatif kategoris tetapi kepada imepratif hipotetis (bersyarat).

Pandemi COVID-19 ini adalah situasi yang "extraordinary" (extraordinary condition) artinya bahwa dalam kondisi "extraordinary" ini, kewajiban vaksinasi bagi warga negara Indonesia harus dipandang sebagai kebijakan yang etis.

Tetapi hal ini bisa berbalik misalnya dalam kondisi non pandemi (ordinary condition) di mana kewajiban vaksin bisa jadi tidak etis "equals ought to be treated equally and unequals may be treated unequally."

Lalu apa kaitannya dengan informed consent dan prinsip-prinsip etika biomedis yaitu pertama, do not harm bahwa tidak berarti tidak boleh ada kerugian yang ditimbulkan, yang berarti seseorang harus berusaha untuk mendapatkan lebih banyak manfaatnya (beneficence) daripada kerugiannya (non-maleficence).

Kedua, tidak melanggar fundamental human right (hak untuk hidup); ketiga, tetap menghormati otonomi pasien dengan memberikan informasi tata laksana vaksinasi yang benar, lengkap dan tentunya dengan cara yang baik 'right to be informed'; keempat, tetap mempunyai pilihan ketika kondisi tidak memungkinkan (membahayakan nyawa).

Oleh karena itu dengan vaksin bersama, penerapan disiplin 3M (Memakai masker, Menjaga jarak, Mencuci tangan) dan penguatan 3T (Tracing, Testing, Treatment) merupakan suatu upaya untuk menekan laju penyebaran SARS-Cov-2 yang masih terus bermutasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun