Sore itu aku duduk di teras RS. Boromeus, Bandung dengan segala isi kepala yang penuh tanya, tetapi tanpa jawaban. Â Bagaimana tidak, hasil laboratorium mengindikasikan bungsuku terinfeksi demam berdarah. Â Sementara seolah tidak terjadi apapun, putraku ini memintaku ke kost. Â "Ma, tolong ambilkan buku-bukuku lagi dong di kost. Â Aku ada tugas ma yang harus disubmit hari ini. Â Lagipula sebentar lagi UTS ma." Â Begitu semangatnya bungsuku ini. Â Padahal beberapa kantung infus dipasangkan di badannya sejak beberapa hari lalu.
Harusnya aku segera memanggil taxi. Â Tetapi pertanyaan di kepala ini membuatku hanya termenung memandangi lalu lalang pengunjung rumah sakit. Â Bertanya-tanya diriku, "Bagaimana ini Tuhan sebentar lagi ujian tengah semester (UTS). Â Bagaimana putraku bisa bersiap jika DBD. Â Bagaimana dengan biaya. Â Bagaimana kondisiku, apakah cukup kuat mendampingi?" Â Terus pertanyaan tanpa jawaban itu bising di kepalaku. Â Beradu dengan pemikiran optimis, "Hey....bukankah suster bilang bahwa jika pernah terinfeksi DBD maka besar kemungkinan akan terbaca kembali. Â Lagipula, lebih baik menunggu keterangan dokter. Â Lebih valid ketimbang berasumsi!"
Masih termenung, mataku menangkap seorang perempuan tua yang berjalan terseok-seok. Â Berpakaian kebaya dan kain batik, dan seluruh rambutnya sudah putih di cepol. Â Di tangannya ada keranjang berisi dagangan camilan seperti kripik dan sejenis cheese stick. Â Dia berjalan ke arahku.
Aku pun tersadar sudah terlalu lama termenung pun segera bergegas berdiri ke arah parkiran sambil mencari taxi lewat aplikasi. Â "Dicoba kripiknya bu. Â Kalau tidak berminat, asal ada sedikit untuk makan juga boleh. Â Kalau bisa," katanya ramah dengan logat Sunda yang kental. Â Belum aku menjawab, masih disambungkannya. Â "Aih...saya mah capek. Â Mau luruskan kaki dulu yah ibu."
Aku memang tidak ingin membeli dagangannya. Â Tetapi hatiku tergerak sejak awal untuk memberi. Â Di tengah kesibukanku mencari lembaran rupiah, seorang bapak sekuriti datang menghampiriku. Â "Maaf, apakah ibu diganggu oleh ibu ini?" Tanyanya dengan sopan. Â "Oo...tidak pak. Â Tidak samasekali. Â Saya memang ingin memberi sedikit berkat atas kemauan sendiri." Kataku menjelaskan. Â Lalu akupun memberikan beberapa lembar rupiah kepada perempuan tersebut yang dibalasnya dengan senyum teduh.Â
Namun rupanya untuk memastikan, si bapak ini masih menghampiri perempuan tua tersebut. Â "Ibu, maaf ibu tidak boleh berjualan diarea rumah sakit. Â Tidak boleh juga duduk-duduk dipinggiran lantai teras seperti ini bu." Â Bijak dan sopan bapak ini coba menjelaskan.
Perempuan tua ini lalu berdiri, dan dengan tenangnya berkata, "Saya tahu kamu hanya menjalankan tugas. Â Tidak apa-apa. Â Saya pergi sekarang." Â Lalu perempuan tersebut melangkahkan kakinya. Â Tetapi rupanya untuk menghampiriku. Â "Tidak apa-apa ibu. Â Bapak ini hanya menjalankan tugasnya. Â Ibu orang baik, dengan hati yang baik. Â Tuhan pasti tolong ibu. Â Ibu tidak sendiri, percayalah. Â Dia tahu isi hati ibu." Â Katanya dengan senyum yang sangat meneduhkan itu kembali. Â Lalu ia pergi melangkah meninggalkan kami, aku dan bapak sekuriti. Â Mataku coba mengikuti arah si ibu pergi. Â Tetapi tidak tahu kenapa cepat sekali hilang dari pandanganku.
Tidak lama taxiku datang dan membawaku ke kost. Â Aku siapkan seluruh kebutuhan buku-buku anakku. Â Lalu sebelum meninggalkan kost aku berdoa. Â "Tuhan tolong aku. Â Aku percaya dan beriman, anakku tidak DBD dan boleh segera pulang. Â Tuhan mampukan dan temani aku." Â Doaku dengan bergetar. Â Lalu akupun kembali ke rumah sakit. Â Menanti pagi untuk kembali putraku diperiksa trombositnya dan menanti untuk bertemu dokter.Â
Puji Tuhan dengan kasihNya ketika dokter datang mengatakan bahwa putraku boleh pulang hari itu juga. Â Bahwa hasil lab membaca reactive adalah karena anakku ini pernah terinfeksi DBD. Â Tetapi yang menjadi patokan atau pegangannya adalah hasil trombosit. Â Nyatanya dalam beberapa hari di rumah sakit trombosit putraku ini selalu naik. Â Adapun kemarin ketika masuk dirawat rendah sekali karena dipengaruhi batuknya yang akut sebab ada riwayat ashma, dan lemas karena disentrinya.
Hatiku berteriak, "Terima kasih Tuhan! Â Terima kasih!"