Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Perempuan Tanpa Nama

9 Oktober 2025   23:10 Diperbarui: 9 Oktober 2025   23:10 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.bpkkaj.com/

Sore itu aku duduk di teras RS. Boromeus, Bandung dengan segala isi kepala yang penuh tanya, tetapi tanpa jawaban.  Bagaimana tidak, hasil laboratorium mengindikasikan bungsuku terinfeksi demam berdarah.  Sementara seolah tidak terjadi apapun, putraku ini memintaku ke kost.  "Ma, tolong ambilkan buku-bukuku lagi dong di kost.  Aku ada tugas ma yang harus disubmit hari ini.  Lagipula sebentar lagi UTS ma."  Begitu semangatnya bungsuku ini.  Padahal beberapa kantung infus dipasangkan di badannya sejak beberapa hari lalu.

Harusnya aku segera memanggil taxi.  Tetapi pertanyaan di kepala ini membuatku hanya termenung memandangi lalu lalang pengunjung rumah sakit.  Bertanya-tanya diriku, "Bagaimana ini Tuhan sebentar lagi ujian tengah semester (UTS).  Bagaimana putraku bisa bersiap jika DBD.  Bagaimana dengan biaya.  Bagaimana kondisiku, apakah cukup kuat mendampingi?"  Terus pertanyaan tanpa jawaban itu bising di kepalaku.   Beradu dengan pemikiran optimis, "Hey....bukankah suster bilang bahwa jika pernah terinfeksi DBD maka besar kemungkinan akan terbaca kembali.  Lagipula, lebih baik menunggu keterangan dokter.  Lebih valid ketimbang berasumsi!"

Masih termenung, mataku menangkap seorang perempuan tua yang berjalan terseok-seok.  Berpakaian kebaya dan kain batik, dan seluruh rambutnya sudah putih di cepol.  Di tangannya ada keranjang berisi dagangan camilan seperti kripik dan sejenis cheese stick.  Dia berjalan ke arahku.

Aku pun tersadar sudah terlalu lama termenung pun segera bergegas berdiri ke arah parkiran sambil mencari taxi lewat aplikasi.  "Dicoba kripiknya bu.  Kalau tidak berminat, asal ada sedikit untuk makan juga boleh.  Kalau bisa," katanya ramah dengan logat Sunda yang kental.  Belum aku menjawab, masih disambungkannya.  "Aih...saya mah capek.  Mau luruskan kaki dulu yah ibu."

Aku memang tidak ingin membeli dagangannya.  Tetapi hatiku tergerak sejak awal untuk memberi.  Di tengah kesibukanku mencari lembaran rupiah, seorang bapak sekuriti datang menghampiriku.  "Maaf, apakah ibu diganggu oleh ibu ini?" Tanyanya dengan sopan.  "Oo...tidak pak.  Tidak samasekali.  Saya memang ingin memberi sedikit berkat atas kemauan sendiri." Kataku menjelaskan.  Lalu akupun memberikan beberapa lembar rupiah kepada perempuan tersebut yang dibalasnya dengan senyum teduh. 

Namun rupanya untuk memastikan, si bapak ini masih menghampiri perempuan tua tersebut.  "Ibu, maaf ibu tidak boleh berjualan diarea rumah sakit.  Tidak boleh juga duduk-duduk dipinggiran lantai teras seperti ini bu."  Bijak dan sopan bapak ini coba menjelaskan.

Perempuan tua ini lalu berdiri, dan dengan tenangnya berkata, "Saya tahu kamu hanya menjalankan tugas.  Tidak apa-apa.  Saya pergi sekarang."  Lalu perempuan tersebut melangkahkan kakinya.  Tetapi rupanya untuk menghampiriku.  "Tidak apa-apa ibu.  Bapak ini hanya menjalankan tugasnya.  Ibu orang baik, dengan hati yang baik.  Tuhan pasti tolong ibu.  Ibu tidak sendiri, percayalah.  Dia tahu isi hati ibu."  Katanya dengan senyum yang sangat meneduhkan itu kembali.  Lalu ia pergi melangkah meninggalkan kami, aku dan bapak sekuriti.  Mataku coba mengikuti arah si ibu pergi.  Tetapi tidak tahu kenapa cepat sekali hilang dari pandanganku.

Tidak lama taxiku datang dan membawaku ke kost.  Aku siapkan seluruh kebutuhan buku-buku anakku.  Lalu sebelum meninggalkan kost aku berdoa.  "Tuhan tolong aku.  Aku percaya dan beriman, anakku tidak DBD dan boleh segera pulang.  Tuhan mampukan dan temani aku."  Doaku dengan bergetar.  Lalu akupun kembali ke rumah sakit.  Menanti pagi untuk kembali putraku diperiksa trombositnya dan menanti untuk bertemu dokter. 

Puji Tuhan dengan kasihNya ketika dokter datang mengatakan bahwa putraku boleh pulang hari itu juga.  Bahwa hasil lab membaca reactive adalah karena anakku ini pernah terinfeksi DBD.  Tetapi yang menjadi patokan atau pegangannya adalah hasil trombosit.  Nyatanya dalam beberapa hari di rumah sakit trombosit putraku ini selalu naik.  Adapun kemarin ketika masuk dirawat rendah sekali karena dipengaruhi batuknya yang akut sebab ada riwayat ashma, dan lemas karena disentrinya.

Hatiku berteriak, "Terima kasih Tuhan!  Terima kasih!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun