Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Narasi dan Literasi Kekerasan Seksual

23 Desember 2021   02:09 Diperbarui: 23 Desember 2021   02:09 1314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
epaper.mediaindonesia.com

Sehingga ada baiknya masyarakat, terkhusus perempuan Indonesia diberikan edukasi yang bisa menjadi pelindung dirinya.   Disinilah Kominfo diharapkan mampu membangun narasi dan literasi mencerdaskan kepada perempuan Indonesia tentang kekerasan seksual.

Sebenarnya satu gambaran kekerasan seksual adalah cerita rakyat kisah Siti Nurbaya.  Siti Nurbaya tidak sedang berbicara mengenai pingitan, atau perjodohan paksa semata.  Tetapi, ini adalah satu contoh kejahatan seksual/ kekerasan seksual yang dapat dipidanakan.

Bahkan narasi atau literasi ini pun sudah lama tidak diperdengarkan di tengah masyarakat Indonesia.  Tidak heran jika kita dikagetkan oleh maraknya kasus kejahatan seksual yang hanya sebatas masalah hukum, dan berujung dengan berbagai akhir.

Belum lagi jika kita bicara masyarakat patriarki, dimana laki-laki dianggap dominan seperti di Indonesia.  Maka perempuan kerap diposisikan sebagai obyek dalam segala hal.

Padahal di masyarakat modern, perempuan dan laki-laki memiliki posisi yang sama di mata negara, termasuk juga di mata hukum.  Artinya tidak ada hak istimewa kaum lelaki untuk bertindak semena-mena sekalipun atas nama anaknya ataupun istrinya.  Harus dicatat perempuan Indonesia memiliki hak yang sama seperti kaum lelaki.

Tentunya Kominfo memegang kunci penting disini agar pesan tersampaikan.  Bahwa sudah seharusnya Kominfo membangun narasi cerdas lewat tayangan acara di televisi, misalnya sinetron.  Harapannya lewat tayangan di televisi, perempuan Indonesia disosokan sebagai perempuan tangguh yang cerdas.

Maaf, ada baiknya sinetron tidak melulu berbicara tetang perselingkuhan.  Kenapa tidak menayangkan alur cerita yang penuh rasa optimis.  Perempuan tangguh yang mampu mandiri, dan mampu bersikap. Sehingga tidak ada lagi pelecehan seksual yang dialami sejumlah mahasiswi oleh Dosen pembimbingnya.  Tidak seharusnya mahasiswi dengan tingkat intelektual mumpuni, tetapi "terdiam" membiarkan dirinya mengalami pelecehan oleh orang yang seharusnya melindungi.  Serupa tapi tak sama dengan kasus lainnya yang "raib" kabar beritanya.

Kejahatan dan kekerasan seksual tidak cukup hanya dihebohkan sesaat menjadi headline, lalu kesibukan advokasi.  Ke depan lewat peran Kominfo maka pembelajaran tersebut harus diberikan lewat tayangan.  Tayangan harus dikemas menarik sehingga tidak membosankan, dan pesan moral bisa tersampaikan dengan maksimal.

Pencerahan seperti inilah yang membuka cara pandang perempuan Indonesia tentang posisinya di tengah masyarakat.  Sekaligus mencerdaskan masyarakat Indonesia bahwa perempuan bukan obyek.  Sehingga harapannya akan menjadi modal untuk Pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), dan Kominfo memegang kunci untuk mencerdaskan lewat narasi dan literasi.

Jakarta, 23 Desember 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun