Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cita dan Cintaku di Usia 25 Tahun

12 Mei 2021   18:54 Diperbarui: 12 Mei 2021   18:59 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penuh semangat aku berhasil bekerja di beberapa perusahaan asing dan reputasi kerja yang mantap.  Diterima dan memiliki banyak teman dari berbagai belahan dunia dengan menjadi diriku.  Aku juga berhasil mewujudkan mimpiku menjadi backpacker ketika masih bekerja.  Walau mungkin dulu aku awalnya aku bermimpi bisa keliling dunia.

Tetapi, waktu dan rencana Tuhan adalah misteri.  Seperti juga kehidupanku yang kemudian setelah berkeluarga harus menyerah meninggalkan jabatanku.  Tetapi jangan salah, karena aku tidak menyesal dengan jabatanku kini, ibu dari 2 orang remaja.

Kehidupan di Indonesia, memang tidak senyaman di Melbourne.  Tetapi, aku tidak pernah berhenti mencintai negeri ini.  Segala hal tentang negeri ini adalah rinduku dulu ketika jauh di Melbourne.  Jika pun kini aku tidak bisa melanjutkan mimpiku yang terlintas di pinggir Sungai Yara ketika itu maka itu bukan gagal.  Ini hanyalah masalah modifikasi seiring perjalanan waktu.

Aku, dan keluarga kecilku kini tetap bisa melakukan petualangan.  Sejak aku menikah, dan anak-anak masih kecil, kami selalu melakukan petualangan.  Mengunjungi kota-kota di Indonesia, bahkan desa-desa yang nyempil di Lombok ataupun Jawa.

Pernah tidak sengaja di satu perjalanan kami menemukan pembangkit listrik tenaga bumi.  Terletak di gunung, tersamar di antara kebun kol, strawberry dan terong.   Hebat dan keren banget karya Tuhan, dan kayanya negeri aku ini.  Bahkan kedua anakku saja belajar banyak hal!  Kami mengagumi indahnya Indonesia, sekaligus hebat dan sederhananya masyarakat di desa.

Mereka hidup dipenuhi rasa bersyukur, padahal jauh dari keramaian.  Bangun subuh dan menahan dinginnya pegunungan untuk pergi berladang.  Sedangkan hasilnya dinikmati masyarakat kota yang tidak pernah tahu betapa sulitnya hidup berladang.  Kita hanya tahu ke pasar atau ke supermarket, lalu teriak jika harga mahal.  Padahal menanam dan berladang itu tidak mudah.  Distribusi dan permainan tengkulak juga menjadi penyebab harga naik ketika sampai di kota.

Aku kemudian sadar, inilah bonus dari mimpiku.  Aku belajar menghargai kehidupan, belajar berempati, dan membentuk diriku untuk sebisanya membantu sekecil apapun.  Perjalananku bersama keluarga kecil mengantarkan kami melihat hal lain, yaitu kemiskinan dan kesedihan.  Inilah yang membawaku saat ini kerap terlibat berbagai kegiatan sosial, dan aku bahagia.

Jjikapun aku belum bisa mewujudkan mimpi keliling dunia.  Tetapi tetap bersama keluarga kecilku aku bisa berpetualang, dan dimulai dari Indonesia dulu.  Dan aku merasa semakin mencintai negeri ini dengan segala keindahan dan kesederhanaannya.  Aku juga merasa lebih berarti, karena bisa berbagi.

Kini mimpi itu kutuangkan dengan memotivasi kedua anak remajaku. Kepada mereka berdua, aku tidak membatasi langkahnya. Bermimpi, dan kejarlah mimpi dengan kerja keras.

Bagiku, hidup itu hanya sekali, nikmati dan jadilah berarti.

Jakarta, 12 Mei 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun