Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bekerja di Hari Besar Itu Bentuk Bersyukur

8 Mei 2021   02:15 Diperbarui: 8 Mei 2021   02:19 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tertular euforia Idul Fitri itulah diriku yang memang tidak merayakan Lebaran.  Tetapi, untukku setiap hari besar, baik Idul Fitri ataupun Natal selalu berarti bersyukur dan toleransi.  Terlebih saat ini, ketika pandemi sudah meluluh lantak semua sendi.  Tidak sedikit dari saudara kita yang kehilangan pekerjaan.  Sehingga menurutku, jika libur mencuri kebahagiaan Idul Fitri rasanya kebangetan sekali.

Satu pelajaran penting, pandemi membuat sebagian orang terpaksa bekerja di rumah atau Work from Home (WFH).  Terdengar enak sih, tetapi sebenarnya justru jadi lupa waktu.  Tanpa disadari kita menjadi kebabalasan kerja melebihi jam kantor.  Tidak hanya hari kerja, bahkan weekend pun bablas kerja!  Tidak bohong, ini pengakuan seorang teman baikku.  Sehingga menurutnya, hari libur ataupun tidak, tidaklah berbeda.

Lalu bagaimana dengan aku?  Aku sendiri bukan pekerja kantoran, hanya ibu rumah tangga yang bekerja lepas dan menjadi virtual secretary.  Pekerjaan yang menuntutku untuk bisa membagi waktu sendiri, antara menjadi ibu dan pekerjaaan tanpa jam kantor ini.  Sehingga kembali lagi, membicarakan apakah bekerja di saat hari besar misalnya Lebaran atau Natal bermasalah atau tidak, maka untukku tidak.  Intinya semua berpulang pada kemampuan membagi waktu saja.

Tetapi, cerita berbeda datang dari pasanganku yang tidak bisa berharap banyak pulang di hari Natal, apalagi Lebaran.  Pekerjaanya di pedalaman menuntutnya untuk memiliki toleransi tidak sebatas agama saja.  Tentu di Idul Fitri, pasanganku yang non-Muslim harus berbesar hati mengalah tidak pulang dari lokasinya bekerja.  Tetapi, bukan berarti ketika Natal lalu otomatis bisa pulang, karena terkadang juga harus mengalah.  Mengalah karena kondisi pekerjaan sedang tinggi karena akhir tahun, atau mengalah demi urusan keluarga anak buahnya.

Nyatanya hal ini tidak menjadi soal bagi pasanganku dan kami keluarganya.  Perjalanan hidup mengajarkan kepada kami untuk selalu melihat segala hal itu baik, dan belajar bersyukur.  Bersyukur karena kesehatan, bersyukur karena masih memiliki pekerjaan, dan bersyukur karena bisa mengalah.  Kenapa demikian, karena mengalah adalah hal tersulit.  Kita ini ditantang oleh ego diri kita sendiri.

Ini juga bukan hal yang langka, karena profesi dokter, perawat, pilot, sekuriti dan banyak lagi juga tidak mengenal hari libur.  Tidak menutup kemungkinan mereka terkondisikan bekerja disebabkan harus mengalah demi teman misalnya, atau karena kemungkinan lainnya.  Hal seperti ini tidak perlu diperbesar dan mencuri kebahagiaan di hari raya.

Seingatku, dua kali Natal pasanganku harus tetap di pedalaman.  Seorang anak buahnya meminta cutinya dimajukan untuk kepentingan darurat keluarga.  Singkat cerita, aku bersama kedua anak kami Natal itu bergereja tanpa kehadirannya.

Tetapi, ternyata ada hikmah dibalik itu semua.  Pasanganku bisa melihat bagaimana masyarakat pedalaman merayakan Natal dalam kesederhanaannya yang tanpa kue, baju baru dan alas kaki.  Beberapa foto dikirimkannya lewat WA, dan sangat menyentuh perasaan kedua anak kami.  Pelajaran hidup yang mahal, tidak bisa diperoleh di bangku sekolah.

Hal sama pastinya di Idul Fitri tahun ini.  Dipastikan pasanganku akan terus bekerja di site, mengambil alih beberapa kerjaan rekannya yang pulang untuk berlebaran.  Terus, apakah ini harus dibesar-besarkan?  Hahaha...ngapain, seperti tidak ada kerjaan lain saja!

Secara logika memang ketika hari besar kita tidak bekerja.  Secara logika memang ketika hari besar maka untuk mereka yang bekerja di site bergantian.  Tetapi, ada yang lebih dari itu semua adalah toleransi dan kebesaran hati.  Menurutku, inilah yang membentuk kita untuk selalu bersyukur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun