Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Humor

Semangkok Sop Kambing, Dagelan Krisis Identitas Negeriku

29 Desember 2020   02:29 Diperbarui: 29 Desember 2020   02:31 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://bigalpha.id/

Tolong jangan ngambek dan cemberut membaca artikelku ini.  Anggap lucu-lucuan saja, ngapain sih sebenarnya kita selama ini?  Heheh...ini pertanyaan serius ngeri-ngeri sedap karena setiap tahun berganti, masalah identitas belum terpecahkan.  Hilang timbul seperti (maaf) jerawat bikin gemes kepingin dipencet.

Harus dikatakan lucu karena sebenarnya Indonesia yang kita cintai ini kebangetan kaya dalam segalanya.  Hasil buminya luarbiasa, alamnya indah bak lukisan sang maestro, dan budayanya jelas sangat beragam hingga bingung mengangguminya.  Tetapi, kenapa justru makin kesini, aura Indonesia makin terkikis.   Berganti dengan aura negara seberang nan gersang.

Wokeh, agak sedikit berat pembahasannya, tetapi kita bawa humor sajalah yah.  Aku itu menganggumi Alm. Gus Dur yang berwawasan luas, dan humoris dalam memandang hidup.  Menurutku itu brilian banget.  Hanya orang yang cerdaslah yang bisa mentertawakan hidupnya.  Heheh...kalau mentertawakan orang lain sih gampil!  Tetapi mentertawakan diri sendiri, itu dibutuhkan kerendahan hati.  Betul nggak?

Sip, kita kembali kepada lucunya bangsa kita belakangan ini yang demam jualan agama.  Ampun deh, ngegilai banget khan karena sampai sebegitunya manusia mentok, lalu Tuhan diajak berkonspirasi demi mencapai tujuan manusia.  Gokilnya lagi, banyak saudara kita "tersesat" dengan pemahaman agamanya.  Bertambah ngelawak karena ada kelompok yang memang mengejar bertemu 72 bidadari.  Hahahah...maaf yah, apakah sebelumnya sudah ada yang melapor atau Whatsapp dari surga jika ngebom atau menyakiti sesama manusia bonus 72 bidadari?

Mabok agama inilah yang terjadi pada bangsa ini, dan semuanya karena banyak dari kita main telan saja apa kata pemuka agamanya.  Padahal, para pemuka agama itu juga manusia biasa dan banyak dari mereka yang masih cetek pengetahuannya, atau yah karena pesanan kepentingan kelompok tertentu.  Ujungnya yang terjadi, bukan Tuhan yang di nomor satukan, tetapi manusianya!

Ada satu pengalamanku yang bikin ngakak.  Bukan cuma aku, tetapi juga seorang teman yang wawasannya lebih luas.  Dia saja sampai ngakak karena ikutan bingung!

Singkat cerita waktu itu Hari Raya Kurban, dan sebagai minoritas yang baru bergabung di sebuah sekolah negeri, aku bertanya apa yang harus aku lakukan.  Seingat aku waktu itu mereka ingin anak-anak memasak hewan kurban dengan presto.  Ehhhmmm...mau dibikin sop nampaknya, dan aku sih asyik-asyik saja.  Menjadi persoalan adalah karena tidak semua anak bisa, atau tahu memakai presto!  Jika tidak terbiasa, maka uap pada presto akan meledak, dan kebayang ngerinya uap dan kuah panas yang akan menyembur (amit-amit) mengenai si anak.

Menurut aku sih, aku ini baik banget memberikan saran pilihan menu lain, atau yah anak-anak didampingi.  Pengalaman presto bukan karangan aku, tetapi pengalaman pribadi 5 tahun lalu.  Sekalipun sebagai emak-emak sudah jago dan mengantongi jam terbang tinggi memasak sop dengan presto.  Tetapi naas kena juga, dan uap panas itu meninggalkan luka bakar parah pada telapak tanganku yang melepuh.  Menurut dokter yang merawat, lukaku terbilang serius.  Butuh waktu berbulan untuk sembuh, bahkan bekas itu kini pun masih terlihat. 

Alih-alih dewasa menerima masukanku, seseorang berkomentar begini, "Maaf mbak, kalau kambing kami beda.  Bla...bla...bla...dan bla..bla...," penjelasan si  ibu yang merupakan satu dari sekian orang tua murid.

Hahaha....aku tertawa, kambing kami?  Jadi penasaran apakah kambing juga sudah memiliki identitasnya, sehingga berbeda?  Setahu aku sih, hanya manusia yang memiliki keyakinan, sedangkan pohon cabe, toge atau petai misalnya tidak punya agama.  Nah, binatang juga sama, tidak ada ayam, sapi, ikan atau kambing yang beragama sampai ada perbedaan kasta "kambing kami" beda. Padahal ini hanyalah persoalan mau dimasak apa.

Kira-kira begitulah kejadiannya, betapa lucunya kita karena agama yang kita yakini.  Padahal Tuhan yang memiliki isi bumi ini begitu Maha Kasih dan Maha Penyayang.  Bisa jadi diriNya bingung, kenapa manusia ciptaanNya makin banyak yang sotoy.  Merasa bebas merdeka menghakimi sesama manusia.  Lha, Dia saja tidak pernah menghakimi, dan selalu penuh maaf.

Agama menjadi "lawakan" identitas tidak sendirian, karena persoalan keturunan pun belakangan dijadikan urusan di negeri ini.  Kocak, melihat saudara kita beretnis China terus dipojokkan sebagai orang China.  Padahal mereka saja nggak tahu siapa nenek moyangnya.  Hanya karena mata sipit dan berkulit putih maka menjadi "aib" yang tidak pernah terselesaikan, sekalipun entah sudah berapa turunan lahir di bumi pertiwi ini.

Sementara dilain sisi ada yang "buta dan bangga" membiarkan budaya Arab menggeser identitas Indonesia.  Nggak ngerti juga apakah itu satu paket dengan agama.  Pastinya, kelucuan seperti ini harusnya tidak perlulah terjadi di bumi Indonesia.

Ironisnya, "paket lengkap" agama dan etnis tak lekang oleh waktu dan fleksible.  Terbukti di setiap persoalan, di setiap momen negeri ini, dan di setiap kesempatan selalu digunakan sebagai penglaris mencapai tujuan.

Heheh...apa kata dunia, kita teriak toleransi, kita teriak beragama, dan sok ikut campur urusan negara orang.  Tetapi faktanya, diantara kita saudara satu bangsa saja belum beres urusannya.

Tahun pasti berganti, lihat saja tahun 2019 bergeser ke 2020, tahun ini.  Tetapi lawakan agama dan etnis nggak pernah kehilangan kelucuannya.  Penasaran, apakah di 2021 kita yang bersaudara lahir dari Ibu Pertiwi, akan kembali melawak seperti kambing yang ternyata beridentitas?

Hahahah...untuk yang penasaran nasib kambing diapain, jawabannya tetap dijadikan sop.  Tetapi yang memasak salah satu orang tua murid, yang seiman.  Jadi persoalan untuk aku?  Hahah...enggaklah...wong rasanya enak!  "Gitu aja kok repot," begitu kata Gus Dur idolaku.

Jakarta, 29 Desember 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun