Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Jangan Pilih Covid di Pilkada 2020

9 September 2020   02:24 Diperbarui: 9 September 2020   02:20 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: https://www.cnnindonesia.com/

Kedewasaan berpolitik di negeri ini sangatlah bocah.  Bukan hanya rakyat, tetapi juga elit politiknya.  Ada banyak contoh pesta demokrasi di negeri ini yang berakhir menjadi dagelan.  Dimulai dari masa kampanye hingga saat pemilihannya itu sendiri.  

RIcuh nggak karu-karuan, lari dari konteks tujuan pesta demokrasi itu diadakan.  Terakhir adalah Pilpres 2019 yang dipenuhi dengan berbagai intrik, bahkan berujung demo berkepanjangan yang memakan korban nyawa salah satu pendukung.

Kenyataan-kenyataan inilah yang harus diwaspadai pada Pilkada 2020 nanti.  Terlebih kita ini tidak lagi di kondisi normal, alias saat ini kita hidup di new normal.   Artinya, termasuk pesta demokrasi Pilkada 2020 pun jangan bermimpi atau berpikir bisa seperti pesta-pesta sebelumnya.  

Lupakan kampanye, lupakan konser, dan dangdutan!   Horor, karena itu bisa berpotensi menjadi pesta Covid!  Padahal fokus kita adalah memilih pemimpin daerah, bukan Covid!

Pro dan kontra akan selalu ada dalam segala hal.  Tetapi bicara Pilkada, Indonesia bukan satu-satunya negara yang harus mengadakan pemilihan di masa pandemi.  

Sebagai contohnya, Korea Selatan, Jerman dan Perancis.  Keberhasilan negara lain inilah yang menjadikan salah satu alasan Indonesia memutuskan menggelar pilkada serentak pada Desember tahun ini.

Lihat Korea Selatan yang berhasil menyelenggarakan pemilihan umum tanpa terjadi klaster baru, dan tahun ini partisipasi pemilihnya pun tertinggi sejak 1962.  Fakta ini semakin menguatkan Indonesia bahwa menyelenggara Pilkada di tengah pandemi bukanlah hal tidak mungkin.  

Kembali lagi kita semua harus bertanggungjawab, dan ingat pesta demokrasi ini untuk memilih pemimpin yang amanah.  Jangan karena keteledoran kita justru Covid yang berpesta.

Berbicara bahwa angka kasus masih tinggi memang itulah kenyataan yang ada, tetapi kembali pertanyaannya tidak ada yang tahu kapan Covid ini berakhir.  

Sementara Pilkada diharapkan akan melahirkan pemimpin yang berwacana dan mampu mengatasi Covid di daerahnya, termasuk juga membangun ekonomi sebagai dampak dari pandemi ini.

Kenyataan-kenyataan inilah yang harusnya membuat para kandidat sadar bahwa dirinya tampil karena ingin melayani daerahnya.  Bahwa mereka memiliki visi untuk membangun dan mengabdi.  Sehingga yang dikedepankan disini bukan dirinya, tetapi rakyat.

Mungkin beberapa masukan bisa dijadikan pertimbangan, yaitu:

Kampanye virtual
Ada baiknya setiap pasangan berkampanye secara virtual menggunakan media atau teknologi yang ada.  Ini penting demi mencegah kerumunan massa saat kampanye, yang justru berpotensi lahirnya klaster baru.

Hindari politik SARA dan uang
Dewasalah dalam berpolitik, dan tidak lagi menggunakan agama atau etnis sebagai dagangan kampanye.  Kandidat seperti ini lebih baik tidak dilirik, karena sudah menunjukkan ketidakmampuannya memimpin jika dari awal saja sudah terlihat memecah belah.  Termasuk juga politik uang, yang pada dasarnya hanyalah membeli suara rakyat.  Pikirkan saja, apakah kita akan biarkan masa depan kita dibeli dengan uang yang tidak seberapa itu?

Aparat harus netral
TNI dan Polri sebagai pelindung rakyat haruslah bersikap netral tidak memihak pasangan calon (paslon) manapun, karena disini yang diperjuangkan adalah kepentingan rakyat.  Bukan kepentingan salah satu kandidat.

Rekam jejak
Rakyat dituntut jeli melihat rekam jejak para kandidat.  Jangan lagi terbuai dengan wacana-wacana selangit yang justru nantinya berakhir dengan kekecewaan.  Rekam jejak adalah catatan prestasi yang tidak bisa berbohong karena sudah terbukti pencapaiannya.  Berbeda dengan janji politik yang baru sebatas rangkaian kata menjual mimpi.  Ingat, jika paslon tersebut memiliki rekam jejak yang baik, maka ini adalah satu dari bukti kinerjanya yang tidak perlu dipertanyakan lagi.

Patuhi protokol kesehatan
Dalam hal ini para paslon harus terus menyuarakan kepada para pendukungnya mengenai kepatuhan protokol kesehatan.  Paslon dituntut mampu mendidik pendukungnya mengenai kepatuhan terhadap protokol kesehatan, dan ada baiknya juga sanksi tegas diberikan kepada kandidat jika terdapat pelanggaran terhadap protokol kesehatan.  Kenapa? Karena menurut penulis seorang pemimpin haruslah bisa menjadi contoh bagi yang dipimpinya, dan itu harus dimulai sejak awal.

Beberapa masukan diatas harapannya bisa membantu penyelenggaraan Pilkada 2020.  Biar bagaimanapun Covid tidak bisa menghentikan kehidupan kita.  Dengan kondisi yang ada, semua harus tetap berjalan, tentunya dengan beberapa penyesuaian yang bertanggungjawab.

Harus dicatat, Pilkada bukan semata tanggungjawab negara, atau pemerintah daerah saja.  Selain warga, juga dibutuhkan kerjasama seluruh elemen masyarakat, termasuk para tokoh agama atau tokoh setempat mampu membimbing warganya.

Mengingatkan kembali, Pilkada adalah pesta demokrasi.  Saat rakyat menentukan siapa pemimpin daerah yang dipercayanya membawa perubahan yang memajukan daerahnya.  Jangan jadikan Pilkada 2020 pesta Covid karena kekonyolan segelintir orang.  Ingat, bukan Covid yang dimenangkan!  Tetapi pemimpin yang amanah, dan ini adalah tanggungjawab kita bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun