Sekolah tidak bisa disamakan dengan dunia bisnis, dan sekalipun disana ada guru yang terlibat mengajar dan (maaf) menerima gaji, tetap tidak bisa disalahkan dalam kondisi ini. Â Jangan lupa guru juga manusia biasa seperti orang tua murid yang memiliki tanggungjawab terhadap keluarganya, dan kondisi seperti ini bukanlah menyenangkan bagi mereka. Â Apalagi ditengah keterbatasan mereka mengajar sekarang melibatkan teknologi.
Harus diingat bahwa Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat data kematian anak akibat Covid-19 di tanah air cukup mengerikan. Â Hingga saat ini terdapat 70 persen dari kasus anak meninggal karena infeksi virus Covid adalah berusia di bawah usia enam tahun. Â Tunggu, jangan konyol dengan berimprovisasi, "Kalau begitu yang dibuka usia SMA saja dahulu, bagaimana? Â Mereka khan sudah besar, dan bisa menjaga diri"
Jujur jika teriakan ini dikarenakan tidak sanggup melihat anak sendiri di rumah selama PJJ, tidak sanggup menjadi pendidik sementara, atau bahkan berteriak karena merasa tidak adil telah membayar uang sekolah dan kuota, maka ini teriakan menyedihkan!
Sangat tidak bisa dimengerti, bagaimana mungkin ada orang tua membandingkan dibukanya mall dan pertokoan dengan dibukanya sekolah, karena merasa guru menerima gaji? Â Ini ironis, mengukur nyawa anak sendiri dengan rupiah?
Tidak ada satupun yang suka, senang atau menikmati pandemi ini. Â Semua tanpa terkecuali ingin sesegeranya kondisi ini berlalu. Â Termasuk juga guru sebagai tenaga pengajar, dan bahkan tukang jajanan yang biasa mangkal di depan sekolah anak-anak!
Jadi, jangan karena Covid, kita pun ikutan kehilangan akal sehat mengirim anak ke sekolah. Â Sementara orang tuanya berada di rumah? Â Sungguh mengerikan dan menyedihkan!
Bersabarlah! Â Lebih baik ditinggal waktu, daripada ditinggal selamanya!
