Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Haruskah Belanja Jadi Rempong?

8 Juli 2020   16:51 Diperbarui: 8 Juli 2020   17:07 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: idntimes.com

Namanya cewek, apalagi emak-emak pasti tidak jauh dari urusan belanja.  Mulai dari belanja di mall, hingga belanja sayur di pasar tradisional.  Meskipun bukan berarti kaum adam tidak pernah belanja.  

Hanya saja, efek panik Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 yang dimulai pada 1 Juli 2020, tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat dampaknya lebih cetar ke kaum hawa.

Teringat ketika liburan bersama keluarga di Ubud, Bali dua tahun lalu.  Memasuki sebuah mini market bersama dua bocah penulis.  Langsung saja comot sana, dan sini segala keperluan ngemil untuk di penginapan.  Ok, beres sudah 2 keranjang camilan dan minuman kami bawa ke mbak kasir.

Mulai nggak nyaman, karena si mbak hanya menghitung harga setiap item yang kami pilih.  Kok yah tumben tidak dimasukan kedalam plastik.  Byarr...benar saja!  Si mbak menanyakan kantong belanjaanku.  

Hahah...jelas saja aku tidak punya, karena selama ini setiap belanja selalu pulang dengan menenteng belanjaan di dalam plastik.  Singkat cerita, dengan konyol terpaksa barang-barang itu bertiga dengan kedua bocahku kami tenteng sebisanya.  Seingatku, hingga 2 kali bolak balik ke kendaraan kami.

Kesal?  Jujurnya iya, karena merasa dipersulit mau belanja.  Saat itu kepikirannya, siapa juga yang ke mini market, atau ke pasar otomatis membawa kantong belanja.  

Kebayang nggak, kemungkinan nggak jadi belanja karena nggak membawa atau nggak punya kantong belanjaan sendiri.  Apalagi aslinya, buat penulis sebenarnya kantong plastik belanjaan itu berguna banget untuk tempat sampah baik di rumah, ataupun ketika dalam perjalanan liburan.

Tetapi itu cerita dulu, karena hari-hari berikutnya, dan bahkan liburan berikutnya sudah bukan hal asing bagiku belanja tanpa kantong plastik belanja.  Bahkan, kini aku berjaga dengan 2 tas lipat mungil dalam tasku.  Siapa tahu saja, mendadak naluri belanjaku kumat.

Inilah yang kemudian jadi penyelamat ketika tahun lalu liburan keluarga mencoba Trans Sumatra.  Singgah di kota kecilku Jambi, dan mendapati pengalaman yang sama, tidak disiapkan kantong plastik belanja saat mampir di mini market.  Bedanya, kali ini tidak ada sungut-sungutku karena pengalaman di Bali membuatku bijak.

Bicara Jakarta dengan gaungnya tidak lagi disiapkan kantong plastik belanja mungkin bukan hal baru bagiku, dan juga kebanyakan orang.  Faktanya, pengurangan plastik belanja ini sudah lama dimulai, dengan istilah ketika itu plastik berbayar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun