Mohon tunggu...
Desya Dwi Putri Rahardjo
Desya Dwi Putri Rahardjo Mohon Tunggu... Mahasiswa Teknologi Radiologi Pencitraan UNAIR

Shaping a better future

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Proteksi Radiasi di Diagnostik : Menjaga Keselamatan Pasien dan Tenaga Medis dari Paparan Radiasi

2 Juli 2025   08:53 Diperbarui: 2 Juli 2025   09:01 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumen Pribadi

Dosen Pengampu : Fira Khadijah, S.Tr.Kes 

DIV - Teknologi Radiologi Pencitraan - Fakultas Vokasi UNAIR

Proteksi radiasi dalam pelayanan diagnostik medis merupakan serangkaian langkah dan prinsip yang dirancang untuk meminimalkan paparan radiasi terhadap pasien, tenaga kesehatan, dan masyarakat secara umum tanpa mengorbankan kualitas diagnosis. Prinsip dasar proteksi radiasi meliputi justifikasi, optimisasi, dan pembatasan dosis. Justifikasi menekankan bahwa setiap prosedur yang menggunakan radiasi harus memiliki manfaat yang lebih besar dibandingkan risikonya. Optimisasi merujuk pada upaya untuk menjaga dosis radiasi serendah mungkin (as low as reasonably achievable/ALARA) dengan tetap mempertahankan kualitas citra diagnostik. Sedangkan pembatasan dosis ditujukan untuk mencegah akumulasi paparan radiasi melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Implementasi prinsip-prinsip ini membutuhkan kerja sama lintas profesi, keterlibatan manajemen rumah sakit, dan ketersediaan peralatan yang memenuhi standar keselamatan radiasi, serta pelatihan berkelanjutan bagi tenaga medis terkait teknik pengoperasian alat dan kesadaran risiko radiasi.

Prinsip Dasar Proteksi Radiasi dalam Diagnostik Medis

Proteksi radiasi dalam bidang diagnostik medis didasarkan pada tiga prinsip utama: justifikasi, optimisasi, dan pembatasan dosis. Prinsip justifikasi mengharuskan setiap tindakan medis yang melibatkan radiasi memiliki alasan klinis yang kuat dan manfaat yang lebih besar dibandingkan risikonya. Ini berarti bahwa setiap permintaan pemeriksaan radiologi harus ditinjau secara kritis oleh dokter, memastikan bahwa prosedur tersebut memang diperlukan dan tidak ada alternatif non-radiasi yang dapat memberikan hasil serupa. Justifikasi menjadi kunci utama dalam mencegah overutilisasi teknologi pencitraan, terutama dalam konteks meningkatnya permintaan pemeriksaan CT scan dan radiografi di era modern, yang jika tidak dikendalikan dapat menimbulkan akumulasi paparan radiasi yang merugikan pasien. Prinsip kedua, yaitu optimisasi, dikenal juga dengan pendekatan as low as reasonably achievable (ALARA) (Napitupulu et al., 2023).

Di sisi lain, edukasi kepada pasien mengenai risiko radiasi medis dan manfaat dari prosedur yang dijalani merupakan bagian integral dari perlindungan radiasi yang bersifat partisipatif. Pemberian informed consent yang jelas, transparan, dan mudah dipahami sangat penting untuk memastikan bahwa pasien memahami alasan medis di balik pemeriksaan berbasis radiasi serta konsekuensi potensial yang mungkin timbul. Informasi yang baik tidak hanya membantu pasien dalam membuat keputusan yang sadar, tetapi juga mengurangi kecemasan yang kerap muncul akibat ketidaktahuan tentang radiasi, sekaligus mendorong kepercayaan terhadap tenaga medis. Ketika pasien diberi ruang untuk bertanya, berdiskusi, dan memahami prosedur, maka proses perawatan menjadi lebih kolaboratif dan etis. Kesadaran pasien yang tinggi terhadap pentingnya keselamatan radiasi juga dapat menciptakan budaya keamanan bersama, di mana pasien menjadi bagian dari sistem perlindungan dirinya sendiri. Oleh karena itu, penerapan ketiga prinsip dasar proteksi radiasi justifikasi, optimisasi, dan pembatasan dosis secara komprehensif dan konsisten, tidak hanya meningkatkan efisiensi klinis, tetapi juga menjadi landasan moral dan profesional dalam menjadikan praktik diagnostik berbasis radiasi sebagai sarana medis yang aman, efektif, dan bertanggung jawab (Damayanti et al., 2022).

Strategi Implementasi Proteksi Radiasi di Fasilitas Kesehatan

Implementasi proteksi radiasi yang efektif di fasilitas pelayanan kesehatan memerlukan pendekatan sistematis dan menyeluruh yang mencakup aspek teknis, administratif, dan edukatif. Salah satu strategi utama adalah penyediaan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan, seperti apron timbal, pelindung tiroid, dan pelindung gonad, yang wajib digunakan setiap kali berinteraksi langsung dalam prosedur berbasis radiasi. Selain itu, desain ruangan radiologi harus memenuhi standar keamanan seperti dinding berlapis timbal, pintu dengan bahan pelindung radiasi, serta ventilasi dan pencahayaan yang sesuai. Penempatan signage dan simbol radiasi secara jelas dan tegas di area-area tertentu juga menjadi elemen penting dalam meningkatkan kesadaran lingkungan kerja terhadap bahaya radiasi. Selain sarana fisik, pelatihan dan pengembangan kompetensi sumber daya manusia menjadi faktor penentu dalam keberhasilan penerapan proteksi radiasi. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam penggunaan alat diagnostik berbasis radiasi, seperti radiografer, radiolog, maupun dokter umum, perlu mengikuti pelatihan rutin terkait keselamatan radiasi, baik dalam aspek teknis operasional maupun pemahaman regulatif. Audit internal dan inspeksi rutin oleh unit pengawas internal rumah sakit atau oleh BAPETEN menjadi mekanisme penting untuk menilai kepatuhan terhadap standar proteksi radiasi (Firdaus et al., 2024).

Tantangan dan Rekomendasi untuk Peningkatan Keselamatan Radiasi

Meskipun regulasi terkait proteksi radiasi telah diatur secara cukup rinci di Indonesia, pelaksanaan di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Salah satu kendala utama adalah ketimpangan sumber daya antar fasilitas pelayanan kesehatan, terutama antara rumah sakit di perkotaan dan daerah terpencil. Rumah sakit rujukan di kota besar umumnya telah memiliki peralatan pelindung dan sistem pemantauan yang lebih baik, sementara banyak fasilitas di daerah belum mampu memenuhi standar minimum proteksi radiasi. Di sisi lain, masih terdapat kekurangan tenaga ahli fisika medis yang berperan penting dalam memastikan keselamatan penggunaan alat-alat berbasis radiasi, serta kurangnya petugas yang memiliki pelatihan khusus dalam proteksi radiasi. Tantangan lain adalah lemahnya pengawasan dan evaluasi berkelanjutan dari lembaga pengawas eksternal maupun dari manajemen internal rumah sakit. Pengawasan yang tidak konsisten menyebabkan adanya kelonggaran dalam implementasi prosedur standar, termasuk pengabaian terhadap penggunaan APD dan tidak berfungsinya sistem dosimeter pribadi. Hal ini diperparah dengan rendahnya kesadaran sebagian tenaga medis mengenai pentingnya proteksi radiasi, yang kadang dianggap menghambat kecepatan pelayanan. Padahal, pengabaian terhadap keselamatan radiasi bukan hanya berdampak jangka panjang bagi pasien dan petugas, tetapi juga dapat menimbulkan beban hukum dan reputasi bagi institusi pelayanan kesehatan (Alasmari et al., 2023).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun