Dampak ulasan negatif di era digital
Halo Sobat Growin, perkembangan pariwisata dan perhotelan di Indonesia kini semakin erat kaitannya dengan dunia digital. Calon tamu tidak lagi hanya mengandalkan rekomendasi dari mulut ke mulut, melainkan lebih sering membaca ulasan online sebelum memutuskan untuk menginap. Inilah mengapa reputasi digital sebuah hotel menjadi aset yang sangat berharga. Satu ulasan buruk bisa menyebar dengan cepat, bahkan mampu merusak citra yang telah dibangun bertahun-tahun.
Kasus nyata pernah terjadi di salah satu hotel di Pekalongan. Seorang tamu yang telah melakukan pemesanan kamar melalui platform Online Travel Agent (OTA) merasa kecewa karena saat check-in dikenakan biaya tambahan yang sebelumnya tidak diinformasikan. Tamu tersebut kemudian membuat video pengalamannya dan mengunggahnya ke media sosial. Video itu segera menyebar luas, mendapat ribuan komentar, dan menjadi viral. Dampaknya tidak berhenti di situ, akun mereka dibanjiri ulasan negatif dari warganet yang merasa simpati terhadap tamu. Reputasi hotel yang sebelumnya cukup baik mendadak anjlok hanya dalam hitungan hari.
Fenomena ini menggambarkan betapa rentannya industri perhotelan terhadap ulasan digital. Kepercayaan publik sangat mudah goyah ketika ada kesan kurang transparan atau pelayanan yang mengecewakan. Sekali muncul ulasan negatif yang viral, pemulihan citra bisa memakan waktu lama. Tidak jarang hotel harus melakukan langkah ekstra, mulai dari klarifikasi, permintaan maaf terbuka, hingga memperbaiki sistem komunikasi agar kejadian serupa tidak terulang.
Bagi wisatawan, ulasan online merupakan sumber informasi utama untuk menilai kredibilitas sebuah hotel. Transparansi dalam harga, fasilitas, hingga layanan yang diberikan menjadi faktor penentu apakah tamu merasa puas atau justru kecewa. Ketidaksesuaian informasi kecil sekalipun, seperti tambahan biaya yang tidak dijelaskan sejak awal, dapat menjadi pemicu masalah besar.
Sobat Growin, kasus di Pekalongan tersebut memberi pelajaran penting bahwa industri perhotelan perlu lebih serius mengelola reputasi digital. Ulasan positif bisa menjadi promosi gratis yang sangat berharga, sedangkan ulasan negatif dapat menjadi bumerang yang menghantam keras. Di era media sosial, pengalaman pribadi tamu dapat dengan mudah menjadi konsumsi publik. Oleh karena itu, hotel harus mengutamakan transparansi, komunikasi yang jelas, serta konsistensi dalam pelayanan.
Tren ini menunjukkan bahwa reputasi digital tidak lagi sekadar pendukung, melainkan bagian integral dari strategi bisnis hotel. Nama baik yang dijaga dengan konsisten akan meningkatkan kepercayaan wisatawan, sedangkan kelalaian kecil bisa berakibat fatal. Perubahan perilaku wisatawan yang semakin melek digital menuntut setiap pelaku industri perhotelan untuk beradaptasi.
Bagi Sobat Growin yang berkecimpung di dunia pariwisata, peristiwa ini menjadi pengingat bahwa membangun kepercayaan lebih sulit dibandingkan hanya sekadar menarik tamu. Di era serba cepat ini, satu review buruk saja bisa menjadi headline publik yang sulit dihapus dari ingatan wisatawan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI