Mohon tunggu...
Politik

Negara Defisit, Akom Malah Bertingkah

3 September 2016   23:13 Diperbarui: 6 September 2016   12:45 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Indonesia" selalu punya cerita. Mulai dari cerita fiktif, kopi bersianida, blangko e-ktp, kabut asap tahunan, vaksin palsu, sampai cerita berbau okultis.

"Indonesia" selalu punya cerita, beragam isu nasional sampai skandal romansa pelaku kebijakan pun selalu direspon tanpa komando --yang jika mau dipikir ulang, apa untungnya bagi Anda?--.

"Indonesia" selalu punya cerita, coba saja menghina pancasila, ngaku-ngaku sebagai anak pejabat, atau jadi pelajar yang patriotis, --asal kontroversi-- Anda bisa diangkat jadi Duta oleh para aktor politik yang mendewakan autoritas sosial.

Ada lagi cerita dari "Indonesia", akhir-akhir ini media sedang ramai membicarakannya, mereka membicarakan soal sekolah parlemen yang digagas oleh Ketua DPR (-nya) RI, Ade Komarudin (Akom). Sekolah parlemen ini seperti kampus pada umumnya yang "menyekolahi" para anggota dewan guna meningkatkan elektabilitas dan kapabilitas sebagai penyambung lidah rakyat mengingat kinerja mereka selama ini kurang memuaskan.

Menurut Akom, gagasan ini dicetuskan sebagai upaya peningkatan kualitas anggota dewan dan diharapkan bisa membuat standar kualitas legislator. Gagasan ini dihujani berbagai kritikan dari berbagai kalangan, Diantaranya dari anggota komisi III DPR RI F-PPP, Arsul Sani. Beliau berpendapat bahwa gagasan ini harus dikaji lebih dalam, jangan sampai over lapping,jika sampai demikian maka akan menimbulkan kesan menghamburkan anggaran. Lain halnya dengan Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini. Jazuli berpendapat bahwa DPR tidak perlu mendirikan atau menggunakan istilah sekolah karena bisa bias persepsi dan interpretasi di masyarakat. Selain itu, Jazuli menilai pendidikan politik dan penyiapan anggota DPR yang berkualitas seharusnya menjadi domain dan tugas partai politik (parpol). Ada pesan politik tersirat di sini. Pertama, bang Akom secara tidak sadar telah menyatakan ketidakpuasannya pada kinerja parlemen, tentu ia tidak ingin parlemen hanya dianggap sebagai stempel presiden. Kedua, menyangkut anggota dewan yang terpilih, apapun latar belakang mereka sebelumnya, pasti mereka memiliki modal dalam berpolitik. Jika benar demikian kinerja mereka tak baik, maka dapat dipastikan bahwa pesta demokrasi yang "Indonesia" gelar selama ini hanya menelurkan boneka rakyat yang tidak berpengetahuan dan hanya sebagai pesuruh partai. Tentu kita tidak bisa sepenuhnya percaya pada semua kebijakan yang mereka buat, bukan? Ini sama saja pembodohan publik. Ketiga, soal defisit anggaran. Kita semua tahu bahwa saat ini negara sedang melakukan penghematan besar-besaran, mengingat hutang di luar negeri yang jumlahnya ribuan triliyun dolar dan kebutuhan di dalam negeri yang semakin melonjak, tapi justru malah ingin menyekolahkan anggota dewannya yang notabene membutuhkan biaya tak sedikit.

Sependapat dengan gagasan pak Marzuki Ali, bahwa reformasi kelembagaan DPR harus berjalan efektif, fungsi kesekjenan mesti diperkuat sebagai lembaga pendukung tugas kedewanan dan modernisasi sistem informasi serta keahlian. Bang Akom mestinya mempertimbangkan gagasan ini bukan menciptakan gagasan baru yang justru menurunkan autoritas sosial dirinya sendiri.

Terlepas dari itu semua, bang Akom telah menjalankan fungsi komunikasi politik dalam hal governmental political sphere yang menyangkut seluruh kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah sendiri sebagai upaya mewujudkan loyalitas dan integritas nasional demi mencapai tujuan negara yang lebih luas. Semoga kedepannya akan ada gebrakan yang menjadi momentum keberhasilan Indonesia. Merdeka!!

 

Daftar Pustaka                                                                                                                                 

Purwaningsih, Indriyani. “Pesan Politik/Pembicaraan Politik”. 14 Maret 2012. http://catatan-anakfikom.blogspot.co.id/2012/03/pesan-politik-pembicaraan-politik.html

Dharma, Arif Suwandi. “Peran Komunikasi Politik Indonesia”. 11 Juni 2013. http://www.kompasiana.com/arif.suwandi.dharma/peran-komunikasi-politik-indonesia_5530242b6ea83494358b45a4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun