Di era digital yang serba cepat ini, budaya membaca dan menulis di kalangan pelajar mulai memudar. Banyak anak yang kini lebih akrab dengan layar gawai dibandingkan lembaran buku atau karya sastra. Melihat fenomena tersebut, tim mahasiswa UNNES GIAT 13 melaksanakan program pengabdian mengenai "Pengembangan Literasi Sastra melalui Penyusunan Antologi Puisi" di SD Negeri 1 Ketanggi, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang. Program ini bertujuan membangkitkan kembali minat literasi dan apresiasi terhadap sastra, khususnya puisi, melalui pendekatan pembelajaran yang kreatif, interaktif, dan menyenangkan.
Program ini dilandasi kesadaran bahwa sastra terutama puisi bukan sekadar rangkaian kata indah, melainkan media ekspresi diri dan pembentukan karakter. Melalui puisi, anak-anak belajar mengungkapkan perasaan, menyalurkan imajinasi, serta memahami nilai-nilai kemanusiaan dan empati. Sayangnya, pembelajaran sastra di tingkat dasar sering dianggap sulit dan monoton karena terlalu teoretis. Oleh karena itu, mahasiswa UNNES GIAT 13 berupaya mengenalkan cara baru dalam menikmati puisi tidak hanya membaca dan menulisnya, tetapi juga merasakan dan menghayatinya.
Kegiatan dimulai dengan sesi pengenalan karya sastra dan sosialisasi, di mana anak-anak diajak mengenal puisi, unsur-unsurnya, dan maknanya melalui permainan kata, tebak makna, dan pembacaan ekspresif. Suasana kelas menjadi hidup, anak-anak antusias dan mulai memahami bahwa puisi bisa muncul dari kata-kata sederhana yang lahir dari hati.
Selanjutnya, dalam workshop penulisan puisi, siswa diajak menulis puisi dengan tema Guruku karena sebentar lagi bertepatan dengan Hari Guru. Dengan bimbingan para mahasiswa, siswa mampu menyusun baris demi baris hingga menjadi karya utuh. Kumpulan puisi tersebut kemudian disunting dan diterbitkan menjadi antologi berjudul "Suara dari Ketanggi", yang menjadi bukti bahwa anak-anak pun mampu berkarya di dunia literasi.
Guru-guru SDN 1 Ketanggi menyambut baik kegiatan ini karena berhasil menumbuhkan kembali semangat literasi di sekolah. Pendekatan sastra yang dilakukan mahasiswa UNNES tidak hanya mengajarkan keterampilan bahasa, tetapi juga menanamkan empati, kreativitas, dan kepekaan sosial.
Melalui program "Pengembangan Literasi Sastra melalui Penyusunan Antologi Puisi," UNNES GIAT 13 menunjukkan bahwa sastra dapat menjadi jembatan pembentukan karakter dan cinta bahasa. Di tengah derasnya arus digitalisasi, karya sederhana anak-anak Ketanggi mengingatkan kita bahwa kata masih punya kekuatan, dan puisi tetap menjadi ruang bagi jiwa muda untuk bersuara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI