Mohon tunggu...
Desak Ristia
Desak Ristia Mohon Tunggu... Dosen - Be Stronger

Menjadi lebih baik setiap hari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Siapa Dia?

18 Januari 2021   13:18 Diperbarui: 18 Januari 2021   13:21 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tidak pernah menyangka apalagi membayangkannya jika pria itu akhirnya secara resmi datang ke rumah. Rumah yang biasanya sepi menjadi riuh hari itu. Aku terus saja terpaku dengan jam berwarna silver di tangan kiri. Menantinya datang kali ini terasa sangat lama dan memang sudah sangat lama aku menantikannya.  Aku terpaksa menopang wajah berat penuh polesan. Tak mengapalah kali ini dengan wajah yang penuh polesan, bukankah hal ini lumrah dilakukan banyak orang, pikirku mencoba berdamai.

Pukul 11.05 WIB pagi itu, dia tiba dengan rombongan. Tidak seperti biasanya, wajahnya terlihat sangat tegang. Pakaian adat yang dikenakannya membuatku semakin terkesan, ini khayal atau mimpi aku sulit membedakannya. Hari itu akhirnya tiba juga, hari dimana aku melihat banyak senyuman. Tapi belum terlihat sedikitpun senyuman dari pria itu. Sering ku amati. Ketika dia sadar aku mengamati, aku melempar senyum sambil menganggukan kepala dan dia pun spontan membalas. Aku sedang berkata dalam hati,"santai saja jangan tegang semua akan baik-baik saja".

Pria itu bukanlah orang asing yang baru ku kenal. Aku mengenalnya sudah sangat lama. Jauh lebih lama dari aku mengenal Facebook dan Instagram. Pria sederhana yang mencintai keluarganya. Pria yang punya mimpi seperti apa yang aku impikan. Rasanya kita bisa menggapai mimpi itu lebih mudah ketika bersama. Aku tidak terlalu perduli dengan pendapat orang lain tentangnya. Aku selalu bangga dengan semua pencapaiannya. Tidak mudah menjadi dia dan  tidak mudah menjadi aku. Memang tidak mudah jika berjalan sendiri. Akan menjadi mudah jika kita bersama. Demikian kami bersepakat.

Momen demi momen berlalu. Percakapan antar kedua keluarga pun terjadi. Kesepakatan demi kesepakatan pun dibuat. Sampai dengan kesepakatan hari baik itu. Yang jelas tidak akan menyebrang ke tahun depan, tahun ini harus terlaksana begitu kesepakatannya. Tetap saja Tuhan yang Maha mengabulkan. Manusia hanyalah berencana. 

Hari itu aku mengenakan pakaian adat yang didominasi warna putih. Begitu pula dengan dia mengenakan pakaian dengan warna dan motif yang senada. Kami semakin terlihat seperti pasangan. Momen terakhirpun tidak bisa terlewatkan begitu saja. Momen paling sakral BERFOTO SAAT TUKAR CINCIN sekaligus FOTO BERSAMA. Selesai berfoto, aku masih bingung "unggah tidak yah ?". Kalau ini diunggah akan menjadi heboh. Aku putuskan untuk mengurungkan saja. Aku simpan foto-foto itu dan memastikan tidak ada satupun yang mengunggah foto itu ke jagad maya. Aku masih ingin merahasiakannya sampai tiba waktu yang tepat.

Pria itu pun pamit pulang bersama rombongannya. Acara telah berlangsung dengan lancar seperti yang dilakukan orang-orang pada umumnya. Semua menjadi indah pada akhirnya.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun