Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Penulis - Hanya orang biasa

Hidup ini indah kalau kita bisa menikmatinya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kunti Itu Memantauku

5 November 2017   05:48 Diperbarui: 5 November 2017   06:05 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Aku mengambil Vacum dan menyedot debu di karpet. Jam 6.45 belum ada yang main. Tapi kenapa aku merasa tidak sendirian ? Apa Dav Pemalas menyelinap dan tidur di kamar atas? Aku berlari menaiki tangga. Pintu tertutup, tapi tidak dikunci. Kubuka pintu, siap mengomeli Dav habis habisan. Kosong ! Jendela yang pecah kemarin belum kuganti, hanya kuganjal dengan triplek tebal. Aku harus menelpon tukang kaca agar segera menggantinya. Kalau tidak, bisa bisa kompiku diangkut maling malam malam.

Aku turun ke bawah. Kunyalakan server. Kutes membuka 2 kompi. Dua duanya lancar. Billingnya oke. Tidak ada masalah lagi. Aku duduk sambil menunggu orang datang bermain. Jam 7, lalu 7.30... lalu 8... belum ada satu pun manusia yang nongol. Apa ini karena warnetku tutup 3 hari makanya setelah buka belum ada yang tahu aku sudah buka ? Bete aku sendirian, aku berjalan keluar. Seraut wajah kuntilanak sedang menatapku dari sebelah kanan. Delapan pintu dari  tempatku berdiri, ada warnet lain yang buka, pemiliknya seorang gadis yang setelah tamat S-1 tidak mendapat pekerjaan meski sudah melamar ke berbagai tempat. Aku menyebutnya Kuntilanak karena dia merupakan sainganku, dan bila melihat warnetku sepi, dia sengaja keluar untuk mengejekku.

" Hai, Jo. Kenapa tutup berhari hari ?"

Sialan. Kuntilanak itu menyapaku. Pasti dia senang melihatku tutup. Kalau aku tutup, warnetnya penuh. Kalau aku buka, rejeki terbagi dua, atau siapa beruntung dia mendapat  lebih banyak. Selama ini aku selalu lebih beruntung. Soalnya Kuntilanak itu galak, sering mengomeli anak anak yang main  kasar atau menghentak keyboar dengan telapak tangan.

" Aku diundang teman melancong ke Kalimantan. " jawabku pendek biar dia penasaran. Ohya, aku lupa mengatakan namanya. Namanya Legina, panggilannya Gina, tapi aku memanggilku Kuntilanak karena dia sainganku.

" Melancong itu ke Singapura atau Thailand. Kalau ke Kalimantan itu masuk hutan namanya !" ucapnya sinis, plus nadanya mengejek, dan bibirnya dipeyongkan ke kiri, khas sikap orang sirik.


" Betul. Aku diundang temanku ke hutan yang akan dibabat untuk dijadikan pabrik minyak Sawit. Disana aku bertemu sesosok Kuntilanak yang menakutkan, yang merasuki pekerja hingga idiot. Kuntilanak itu,-----" Kutatap Legina, dia memakai rok abu abu tua dan kaos hitam berlengan pendek. " sudah modren, memakai rok abu abu gelap dan kaos seksi. Rambutnya diikat poni mirip ekor kuda."

Legina mendelik, menatapku kayak dia drakula yang siap menancapkan taringnya ke leherku untuk mengisap darahku hingga kering. Tak sampai satu menit dia menguap,  lenyap, hilang seperti kuntilanak. Pintu warnetnya pasti berdentam akibat hempasannya.

Aku menghampiri tukang lontong yang numpang jualan tak jauh dari warnetku. Aku memesan sepiring lontong, minta diantar ke warnetku. Kopinya kuseduh sendiri. Ada pemanas air di warnetku. Saat aku sedang menyeduh kopi, pintu warnet terbuka. Kukira ada yang mau main, ternyata tukang lontong mengantar pesananku. Tukang lontong tersenyum.

" Waktu nak Jo tutup, si Kunti keluar terus untuk memantau kesini. Dia kangen sama Nak Jo..."  

" Gaklah" Bantahku. " Dia mengintip Rajit, soalnya Rajit berani main matanya dengannya. " aku tertawa. " Kalau aku, aku lebih suka bermain mata dengan Kunti beneran." Tukang lontong ikut tertawa bersamaku. Gak heranlah. Setiap hari aku membeli lontong, sedangkan si Kunti, sangking pelitnya tak pernah memberi duit pada pangamen, apalagi membeli lontong. Setiap hari kulihat tong sampahnya penuh plastik roti.  Aku masih mending. Selain Rajit, aku punya seorang operator yang bekerja sambilan, namanya Gani. Gani masih kuliah. Jika tidak kuliah, ia mau saja kusuruh suruh dengan upah sekedarnya. Si Kunti itu menjaga warnetnya dari pagi hingga 11 malam. Aku heran, gimana ia menikmati hidup ?

Hari ini betul betul sepi. Sampai jam 6 sore lacinya hanya terkumpul 90 ribu. Gani datang setelah magrib. Aku menyerahkan server padanya. Aku naik ke atas, mandi, berganti pakaian, dan keluar untuk makan malam. Aku orang yang praktis. Jika penghasilan berkurang, pengeluaran ikut kukurangi. Aku makan nasi goreng di pinggir jalan. Setelah makan, aku berjalan kaki pulang ke rumah.

Cucian memungguku di mesin cuci. Kukeluarkan semua pakaian kotor. Kumasukkan air ke mesin cuci, kuberi sabun, dan sebahagian cucian kembali kurendam. Sambil menonton TV aku mencuci baju.  Jam 9 pekerjaanku kelar. Baju kotorku kini bersih berkibar di atas jemuran.  Jam 11 Gani mengantar setoran. Tambahannya hanya 30 ribu. Hari ini betul betul sepi. Biasanya, sesepi apapun aku mengantongi 150 ribu. Apa benar kaca jendela pecah sendiri membawa kesialan? Apa aku harus mulai seperti Ramli, dikit dikit percaya tahhyul ?

............

Setiap hari aku bangun jam 6. Ini sudah kebiasanku. Pagi ini aku sudah tidak mencari Dav lagi. Dav pasti ketakutan setelah mengetahui biaya reparasi mobilku yang mencapai 30 juta. Dia pasti tidur di rumah temannya. Tak mungkin dia mencari kos karena kutahu banget keuangannya. Selama ini Dav menumpang, gratis, makan seadanya, terkadang mie instan, dan setiap akhir bulan ngutang di warteg. Kakakku memberi jatah biaya hidup 2 juta perbulan, itu artinya sehari Dav tidak boleh mengeluarkan lebih dari 70 ribu. 

Terkadang aku membelikannya nasi bungkus, tapi ia tak tahu berterima kasih. Rumahku tak pernah dirapikannya. Sekarang Dav menghilang setelah menghancurkan mobilku. Hari ini rencananya aku akan menengok mobilku. Seberapa parah kerusakannya ? Kutelpon Rajit memintanya menjaga Warnet jam 9 nanti.

Aku masuk ke garasi yang kosong. Biasanya bila aku mencuci di malam hari, paginya sudah kering. Pagi ini aku shock melihat  pakaian yang semalam kucuci berserakan di lantai, seakan akan ada kucing nakal yang masuk dan menarik pakaianku untuk dijadikan mainan. Tapi, Pintu dikunci. Mana mungkin kucing liar masuk? Aku tidak memelihara kucing.

Kukumpulkan semua pakaianku. Ada bekas kotoran di setiap baju dan celana, seakan akan ada orang yang tangannya kotor memegang baju dan celana itu dalam keadaan belum kering. Semalam baju kotorku diacak kadul, hari ini baju bersihku dikotori. Siapa yang melakukannua. Apa Dav sebal tak bisa pulang sehingga masuk ke garasi hanya untuk mengotori cucianku ? Kuangkat telpon dan kutelpon Dav.

" Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif,,,, nyenyenyene, nenene... nenene..."Aku mengejek operator yang setiap kutelpon Dav selalu menjawab dengan kalimat yang sama, nada yang sama, suara yang sama. Benci aku terhadap operator itu. Kalau dia muncul di hadapanku, merayuku, bodinya yahud, wajahnya cantik, aku tetap menolaknya !

Kesebalanku sudah memuai, menggembung, pengen meledak. Aku membawa pakaianku untuk kucuci kembali. Sambil mencuci aku memaki sembarangan. " Sialan ! Siapapun yang mengotori pakaianku, tolong muncul dihadapanku ! Kalau lelaki, kutonjok ! Kalau perempuan, kucium deh hingga bibirmu lumat !!!!"

Pring ! Prang, Krontang !!!

 Bunyi ribut terdengar di dapur. Aku memburu ke dapur. Aku berteriak di kamar mandi. Gemanya pasti bergaung di kamar mandi. Sekuat apapun getaran teriakanku, mestinya yang jatuh itu benda benda di kamar mandi. Kenapa kaleng kosong di dapur yang terpelanting dari atas rak dapurku ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun