Setelah sebulan, Bandar Judi mengutus Pumei datang ke rumah Huina untuk menagih hutang. Pumei memilih datang jam 10 pagi karena waktu itu dianggap paling sepi, paling tepat memaksa Huina membayar hutangnya.
"Bandar minta kamu membayar hutangmu 1,8 juta. "
" Hutangku hanya 1,5 juta. Jangan terlalu melebihkan tagihan, " ucap Huina jengkel.
"Kamu lupa menghitung bunganya. Bunga 20 % sebulan. Â "
Huina bagai tercekik duri ikan bawal. " Aku belum punya uang, dulu sudah kubilang tunggu aku punya uang baru kubayar." Nada Huina jengkel.
"Bandar mengatakan, pokoknya bunganya sebulan 20 persen, jika tidak kamu bayar, setahun hutangmu akan menjadi 5,1 juta. Tahun depan ia akan menyita rumahmu."
Huina melotot, ia ingin marah, tapi tidak diberi kesempatan oleh Pumei.Â
"Jangan coba melawan. Bandar punya anak buah. Kalau kamu melawan, kamu akan ditelanjangi dan diarak keliling kota oleh anak buahnya. Sanggup kamu dibegitukan ?"
Huina mendekap tubuhnya. Ia membayangkan tubuhnya telanjang dan diarak di jalan raya, malunya pasti tak terkirakan. Apalagi kalau dilihat oleh keluarganya. Ia pasti ditimpuk dengan batu hingga mati karena dianggap memalukan keluarga Lim dan Tan. Memikirkan hal itu, Huina menurunkan temperatur emosinya.Â
"Beri aku waktu, aku akan mencari pinjaman. " pinta Huina.
" Baik. Kuberi waktu seminggu. Minggu depan kudatang lagi. Pamit !" kata Pumei, angkat kaki dari rumah itu.