Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Namaku Awai 187-189

19 Juni 2018   07:26 Diperbarui: 19 Juni 2018   09:00 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

So Ting Ling yang cantik ternyata tidak tahan bau ayam. Ia muntah di got hingga isi perutnya terkuras habis. Tukang ayam ketawa melihat hal itu. Nyonya So mengoleskan minyak angin ke hidung Ting Ling, barulah Ting Ling berhenti muntah.

" Hadeuh, anak mama cantik-cantik tak tahan bau ayam, gimana mau menikah dengan Han Tiong It? Kudengar setiap minggu nyonya Han membeli ayam untuk dimasak kecap. Kalau kamu jadi istrinya, setiap hari kamu harus masak ayam agar suamimu betah di rumah mengelus pahamu."

Ting Ling ogah meladeni ibunya. Ia berlari ke jalan besar, duduk di beca untuk menenangkan gejolak perutnya, membiarkan ibunya berceloteh dengan tukang ayam. Akhirnya, setelah menawar 15 menit, nyonya So alias Lim Lemoi pergi dari tukang ayam.

Awai bernafas lega, ia segera keluar dari tong. Tiong It keluar belakangan. Keduanya kikuk setelah berada di dalam satu tong berhimpitan hingga nyaris setengah jam. Tiong It menandaitong itu dalam hati. Ia akan mengingat tong itu sebagai tempat pertama ia memeluk orang yang dicintainya.

Kemesraan itu berlangsung cukup lama. Rahasia mereka aman berhubung tak ada teman sekolah yang ke pasar. Anak-anak tak suka ke pasar, dan hanya beberapa yang rajin ke kelenteng. Setiap sore keduanya menghabiskan setengah jam di ujung dermaga. Merendam kaki di laut, membiarkan ikan buntal mengelilingi kaki mereka, terkadang ikan buntal itu pura pura mati untuk menarik perhatian Awai. Tubuhnya digembungkan, mirip balon, tapi berduri. Awai tak berani menyentuh ikan-ikan itu, takut tertusuk durinya.

" Minggu depan kami ebtanas. Minggu berikutnya giliran SMP. Apa kamu masih berminat mengikuti ujian akhirmu ? " tanya Tiong It. Menatap Awai dengan tatapan teduh.

" Aku tak masuk sudah hampir 2 bulan. Apa aku masih diizinkan mengikuti ujian?" Awai balik bertanya.

" Kalau diizinkan, apa kamu siap menjalaninya ?"

Awai tersenyum pahit. " Tak terlalu yakin hasilnya. Tapi kalau diizinkan mencoba, aku akan mencoba. " Kemudian ia berubah pikiran." Tapi kurasa tak mungkin aku mengikutinya. Pagi hari kedai kopi ramai, tak mungkin aku meninggalkan pekerjaanku. Ketahuan ibuku pasti aku diamuk seharian." Kata Awai dengan wajah sedih.

Tiong It mengambil tangan Awai, memegang tangan itu dengan penuh perasaan." Kalau diizinkan ulangan pada sore hari, hanya kamu sendiri, apa kamu bersedia ?"

Awai tersenyum pahit, " Mana mungkin aku diistimewakan seperti itu,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun