Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya orang biasa

Wa/sms 0856 1273 502

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Namaku Awai 178-180

13 Juni 2018   06:55 Diperbarui: 13 Juni 2018   08:30 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wajah Awai merah dadu. Ia berbisik. " Dia ke kedai kopi mencariku " Awai sengaja berbisik, takut kedengaran ibunya. Siapa tahu tiba-tiba ibunya pulang.

Suki menulis : Tiong It ?

Awai mengangguk.

Suki menulis : Bagus. Papa suka padanya.

Awai tersenyum semakin lebar.

Suki menulis : Belikan papa sebatang pena, satu buku tulis. Uangnya, sebentar...

Tangan Suki yang normal diselipkan ke dalam bantal. Saat ditarik, tangannya memegang selembar 5000.

" Papa dapat dari mana uang ini ? " tanya Awai. Setahunya, semua uang dipegang ibunya. Semua sudah ludes untuk membayar utang, biaya rumah sakit, dan untuk membeli makanan. Ibunya sering mengeluh masih punya banyak utang.

Suki menulis : Tadi pagi papa duduk di depan rumah. Ada teman papa yang berkunjung, membayar sedikit utangnya. Ibumu pelit. Kuminta kertas dan pensil, ibumu tak mau membelikan. Papa diminta kalau tak bisa mencari duit jangan menghamburkan duitnya.

Awai sedih menbaca tulisan ayahnya. Semakin lama mulut ibunya semakin pedas kalau mengatakan sesuatu, seakan semua salah di mata ibunya, apalagi yang menyangkut uang. Pokoknya tak satu pun yang benar kalau sudah menyangkut pengeluaran. Ia mengambil uang itu, disimpan di saku celananya.

" Buat apa membeli pena dan buku tulis? " tanya Awai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun