Kana dan Siu Mei datang ke rumah Awai, mengajak Awai berjalan jalan ke kelenteng menikmati Cap Go Me. Awai sebetulnya ogah ikut, namun kedua temannya memaksa. Ketiganya naik beca untuk menikmati keindahan lentera yang dipasang di sepanjang jalan. Banyak sekali lentera sehingga seluruh kota seakan dikepung ribuan kunang kunang. Akhirnya, mereka tiba di kelenteng. Siu Mei membeli dupa, mengajak kedua temannya bersembahyang ke dalam kelenteng.
" Kita berdoa bersama agar kita menjadi tiga serangkai yang selalu bersama sama dalam menghadapi suka dan duka. " Ajak Siu Mei. Awai dan Kana mengangguk. Ketiganya berdoa bersama di depan Dewa Langit, beralih ke Dewa Chosu, serta dewa dewi lainnya. Setelah berdoa, Siumei membeli kembang api, ketiganya bermain kembang api di depan kelenteng.
Seseorang mendekati Awai. Awai tetap asik bermain. Malas menatap ke orang di belakangnya.
" Bermain kembang api di dermaga Sungai Alam lebih asik, dilempar ke pohon bakau,cahayanya mirip kunang kunang yang berkumpul di atas air." Ucap Tiong It ketika melihat Awai diam saja seakan mencueki kehadirannya.
Aku takkan terbujuk rayuan palsumu lagi, tekad Awai dalam hati. Ia diam saja. Kedua temannya sesekali meliriknya, namun tetap menggoyang tangkai kembang api.
" Tan Hua Wai, kenapa hari ini sikapmu lain ?" tanya Tiong It setelah dicuekin lama.
" Sakit tenggorokan. " ucapnya sebal.
" Kalau sakit tenggorkan, kita pergi minum air kelapa muda. Dicampur madu, air kelapa muda berguna untuk menyembuhkan sakit tenggorokan." Ucap Tiong It.
" Telat. Aku sudah sembuh."
" Kenapa malam ini sikapmu... kaku ?"
" Kenapa tidak capgome bersama pacarmu ?" suara Awai nyelekit.