Mohon tunggu...
Deri Derajat
Deri Derajat Mohon Tunggu... -

I am an ordinary man, want to be a special one for humanity and peace.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sendal Jepitku Terinjak di Jalan Sepi......

23 Juli 2010   07:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:39 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sekelumit kisah dari perjalanan haji.  Saya menunaikan haji pada tahun 2001, begitu banyak hikmah yang didapat dari perjalanan spiritual tersebut.  Salah satunya akan saya ceritakan di bawah ini.

Singkat cerita, selepas dari Madinah kami bersama rombongan menuju Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji (kami kloter2 awal).  Suatu waktu selepas shalat rawatib, sendal bertali yang saya taruh di tempat sendal hilang.  Sehingga saya putuskan untuk membeli sepasang sendal jepit.  Padahal sendal bertali tersebut akan saya gunakan untuk melempar jumrah (bertali, agar tetap kokoh di kaki pada saat berjejal-jejal di jamarat).

Tibalah saat yang paling mendebarkan setiap jamaah haji, yaitu melempar jumrah setelah wukuf di Arafah dan mabit (bermalam) di Muzdalifah.  Coba bayangkan jutaan orang akan menuju satu titik yang sama, rawan sekali akan keselamatan kita-terlebih mendengar cerita seorang teman jamah yang sudah pernah berhaji, bahwa melempar jumrah ibarat pertarungan hidup dan mati (hiperbola sekali).

Dengan mengucap basmalah, kami berangkat (kebetulan saya pisah dengan rombongan kloter dan bergabung dengan mahasiswa Indonesia yang belajar di Madinah).  Pada jumratul ula, proses melempar jumrah terasa dimudahkan oleh Allah.  Demikian pula jumratul wustho dan jumratul aqobah, lautan manusia seakan menyingkir seolah memberi jalan (terbelah dua- ke kiri dan ke kanan).  InsyaAllah berkat doa yang saya panjatkan pada setiap habis melempar jumrah (ula dan wustho).  Sendal yang saya pakai tak sekalipun terinjak jamaah lain, walaupun keadaan sangat-sangatlah padat.

Sepulang dari jamarat hal tersebut saya ceritakan pada rekan yang bertemu di jalan.  Kamipun berpisah, belum beberapa langkah, tersendat langkahku karena sendalku terinjak seseorang.  Saya tak perdulikan kembali saya melangkah.  Tetapi orang tersebut menginjak untuk kedua kalinya sampai-sampai mata sendal jepit terlepas dari lubangnya. Saya tengok ke arah orang yang menginjak tersebut, akan tetapi orang tersebut memandang dingin.  Sekejap teringat ucapanku kepada kawanku tentang dengan sendal jepitpun dapat terhindar dari injakan begitu banyak orang.  Astagfirullah, ternyata ucapan tersebut tidak disukai oleh Allah, segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa seizinNya.....Laa haula wa laa quwwata illa billah....sendalku terinjak di jalan sepi...............

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun