Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

no

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

"Beauty and The Beast" [44]

27 Februari 2019   05:59 Diperbarui: 27 Februari 2019   11:19 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Episode 45

Aldi mengangguk. Widia menatap Jean dengan sikap menantang, lalu berjalan ke pintu keluar. Setelah Widia menghilang, Jean tak sabar mencecar Aldi.
" Kenapa dia mengatakan nanti sore akan mengantar kunci? Apa kamu memberi kuasa padanya untuk menjaga barangmu ? Kalau butuh penjaga rumah, kenapa gak memintaku?"
Aldi serba salah. Ia menceritakan apa yang terjadi padanya sejak berpisah dengan Jean Sabtu lalu, tanpa menceritakan ia keluar bersama Della dan Widia di malam minggu. Ia mengatakan ia keluar sendirian setelah lelah mengedit. Pulangnya dikejar anjing. Begitupun Jean belum puas, masih mengejar dengan pertanyaan, kalau kuncinya jatuh, kenapa bisa berada di tangan Widia? Tentu saja Aldi menjabarkan sesuai apa yang dikatakan Widia.
Jean tak berkutik. Tadi ia melihat betapa tatapan Widia selalu mesra bila menatap Aldi, dan kurang senang jika bertatapan dengannya. Ia tahu kini ia punya rival.
" Pulanglah, Al. Tanganmu sakit, kuberi libur 3 hari." Aku harus bertarung demi mendapatkan Aldi, gumam Jean dalam hati.
" Tumben kamu baik sama aku. " balas Aldi.
" Apa selama ini kurang baik? Lupa kamu aku mengesampingkan rengekan partimer demi memberimu pekerjaan tambahan, " Jean menarik kursi dan duduk, padahal hari masih terlalu pagi untuk teabreak.
" Oh,ya. Aku lupa. Selama di rumah sakit aku mengedit ini, sudah selesai. Boleh kuminta tambahan naskah? " Aldi menyodorkan  Senyum Sang Bidadari ke tangan Jean.
Jean menerima naskah itu, kembali ke meja kerjanya, mengambil 3 naskah untuk diberikan ke Aldi. Gaya jalannya sengaja dibuat memukau, ia tahu Aldi menyukai bokongnya. Sengaja ia mondar mandir beberapa kali. Pura pura menegur saat Aldi mulai bekerja.
" Bukankah aku sudah memberimu libur 3 hari, kenapa gak pulang? " tanya Jean.
" Percuma pulang, di rumah sepi, mending aku disini, ada yang bisa dilihat." Aldi sebetulnya ingin mengatakan, mana mungkin aku pulang jika kunci masih dipegang Widia, namun tadi ia menangkap ketidaksukaan Jean terhadap Widia, ia harus hati-hati saat bicara jika tak ingin kehilangan pekerjaan. Di kantor Jean sangat berkuasa.
Lain yang dipikir Aldi, lain pula yang dipikir Jean. Dia suka berada bersamaku. Ada yang bisa dilihat berarti dia suka melihat aku berjalan sambil membelakanginya, agar  bisa menatap bokongku.  Jean sengaja berjalan ke meja Sari, seakan memeriksa pekerjaan Sari, lalu berjalan ke meja Surya, menegur hasil  disain cover yang kurang memuaskan. Ia melihat mata Aldi mengikuti kemana arahnya pergi.
Jean tersenyum bahagia. Siangnya ia menteraktir Aldi makan di ujung jalan Gunung Sahari, di restoran seafood yang sekali makan menghabiskan 1/10 gajinya. Sorenya ia ingin mengantar Aldi pulang. Ia lupa mobilnya masih di bengkel, terpaksa ia naik angkot sambil mengantar Aldi, rugi ongkos taksi untuk pulang hingga 2 kali akibat rumahnya berbalik arah dengan rumah Aldi.

Aldi berjalan santai menuju rumahnya. Jean hanya mengantar hingga ITC Glodok. Katanya malas menyeberang. Aldi melihat Jean menyetop taksi saat ia menyeberang ke Pasar Glodok. Hari ini Jean bersikap sangat damai dengannya. Alangkah enaknya jika selamanya begini. Bisa makan enak setiap siang. Biasanya ia makan bersama Surya atau Sari di kantin kecil di Gang Sempit. Nasi dengan lauk tempe dan sepotong sambal ikan seharga 12.000 per porsi, itu sesuai anggaran pengeluaran bulanannya.
Pintu rumahnya tertutup. Di atas genteng ia melihat bayangan bergerak, padahal belum gelap. Apa hantu itu keluar sesore ini? Baru jam 5. Belum gelap. Aldi terus memerhatikan genteng dari seberang jalan hingga tak sadar ulahnya diperhatikan seseorang. Orang itu setelah memerhatikan Aldi dengan seksama, bergerak mendekati Aldi hingga dekat sekali tanpa disadari Aldi.
" Terkadang aku percaya cucuku masih hidup."
Aldi kaget. Segera menoleh. Dilihatnya Kakek Tosan sedang menatap ke genteng yang ditatapnya tadi.
" Kakek sudah sembuh ?" tanya Aldi.
" Penyakit asma tak pernah sembuh, aku sudah makan hati kelelawar, kukusan sarang walet, minum darah biawak, semua tak membawa faedah. Setiap rumahku berdebu asmaku kambuh. Siapa yang menyuruhmu mengantar obat ke rumahku ?" tanya kakek Tosan, matanya menatap Aldi tanpa kedip.
Aldi bergidik ditatap sedingin itu. " Seseorang menempel  kertas di pintu belakang,  memintaku melakukannya, disertai resep yang tertulis di kertas itu, entah tulisan siapa." Jelas Aldi.
" Itu pasti tulisan cucuku, mana kertasnya ? " Kakek Tosan menyodorkan tangan.
Aldi sudah lupa dimana kertas itu disimpan, atau bahkan sudah dibuang. " Hilang, kek " jawabnya sembarangan.
" Kamu menghilangkan tulisan cucuku, dasar bedebah !" suara kakek Tosan mengeras.
" Gara-gara diusir kakek sih, saat berlari kertas itu tercecer, aku tak tahu hilang dimana." Alasan Aldi.
Oyong Tosan terdiam. Geramnya masih kelihatan. Ia menghentakkan kaki dan pulang. Aldi tidak mencegah. Ia menunggu kunci rumah yang dijanjikan Widia. Ia kembali menatap ke genteng. Ia melihat sesosok bayangan wanita bercadar mengintainya dari bubungan, hanya terlihat sedikit cadarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun