Mohon tunggu...
Deri Prabudianto
Deri Prabudianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

no

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

"Beauty and the Beast" [15]

23 Januari 2019   05:58 Diperbarui: 23 Januari 2019   06:26 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Episode 15

Dari jauh ia melihat etalase bakpao yang khas segi empat setinggi 1,5 meter, bagian bawahnya alumunium, agak mengkilat tertimpa sinar lampu jalan. Terlalu banyak menonton membuat mata Aldi silau menghadapi cahaya terang mendadak dan kepalanya agak pusing. Samar samar ia melihat Della berjualan sendirian, tidak ada pedagang lain di sekitarnya.


" Jam segini masih jualan, Del ? " tanya Aldi, entah kenapa dirasa matanya agak berair.
" Ya. Masih sisa 3 biji, menunggu habis."
Aldi merasa suara Della agak lain, tidak mirip yang selama ini didengarnya. Ia menaruh ujung jari telunjuk di mata kanan dan ujung  jempol di mata kiri, menarik kedua jari sambil menutup mata, untuk menghilangkan efek buram di wajahnya.
" Sampai besok pagi masih segar, Del ? " tanya Aldi, kedua jari bertemu di atas telinga.
" Masih. "
" Kalau begitu kuambil ketiganya."  Rasa kantuk menyerang Aldi, membuat pandangannya semakin suram, tapi ia melihat Della menyodorkan plastik berisi bakpao padanya.
" Ini,"

Sudah malam mungkin Della sudah capek, atau malas ngomong. Padahal kalau di sore hari Della suka berteriak dan ramahnya minta ampun.
" Kamu mengantuk," ucap Della.
Aldi mengangguk. Ia menyodorkan 3 lembar lima ribu. Ia berjalan pulang agak sempoyongan. Apa yang terjadi selanjutnya ia tak ingat lagi.

Suara orang memanggilnya, memanggilnya dari kejauhan. Suaranya terdengar pelan dan samar-samar. Aldi membuka matanya. Ia merasa pakaiannya berembun.
" Hei, kenapa tidur di lapakku ?  Aldi ? Aldi ? Apa kamu diserang di rumahmu hingga ketakutan?"
Suara Della yang agak melengking  membuat Aldi siaga satu. Ia bangun dan mendapati tubuhnya berada dalam  posisi telungkup di atas sebuah bangku. Di depannya hiruk pikuk pedagang yang mulai ingin berjualan.
" Aduh, kenapa aku bisa ada disini ?" keluh Aldi, ingin mengucek matanya, namun tangannya memegang sesuatu. Ia mengamat benda yang dipegangnya.

Ingatannya melayang ke kejadian semalam. Ia membeli 3 bakpao dari Della, berjalan sempoyongan saat pulang. Di tangannya kini ada plastik berisi 3 batu kali berwarna putih  tapi tak mirip bakpao.
" Kenapa membawa batu ? Mau melempari anjing ?" tanya Della, tertawa melihat kebingungan Aldi.
" Ini... eh, semalam kamu berjualan sampai jam berapa ?" tanya Aldi.
" Jam 7 aku sudah pulang. Ada apa tanya ?"

Aldi melepaskan plastik yang dipegangnya. Tampaknya semalam ia dikerjai hantu lagi. " Aku kesini jam sebelas, bertemu seseorang sedang berjualan bakpao. Kubeli tiga. Kepalaku pusing, tapi aku ingat aku berjalan pulang. Entah kenapa pagi ini aku terbangun disini. Eh, itu,---"

" Bakpao yang kamu beli berubah jadi batu,"
" Kok tahu, "
" Kamu bukan orang yang pertama mengalami hal seperti ini. Hampir setiap orang yang tertarik tinggal di rumah itu mengalaminya."
Aldi melirik jam tangannya. Jam 6 pagi, secepat-nya ia berlari pulang. Ia lupa membeli sarapan.

Sampai jam 10 Aldi masih tak habis pikir kenapa semalam ia tidur di tempat Della berjualan. Kenapa bakpao yang dibelinya berubah jadi batu? Kenapa Della mengatakan ia pulang jam 7 tapi jam 11 masih ada seseorang yang berjualan menggantikan Della? Siapa wanita yang semalam berjualan di tempat Della ?
" Mukamu pucat. " Entah sejak kapan Jean telah duduk di samping meja Aldi.
Aldi menceritakan apa yang dialaminya, tanpa mengatakan kedekatannya dengan Della. Walau Jean bukan pacarnya, setidaknya Jean teman ngobrol yang asik saat teabreak, ia malas membuat Jean mencak mencak.
" Kenapa roh yang mengganggumu selalu wanita? " tanya Jean.
Aldi jengah mendapat pertanyaan seperti itu, seakan ia berondong inceran hantu bergender wanita.
" Karena menurutku Aldi tampan, ganteng, cool, keren, cocok deh dijadikan suami kuntilanak. Hihihihi..." Sari, yang entah sejak kapan mengikuti pembicaraan itu, nyeplak dari mejanya  sambil nyengir.
" Diam lu ! Gak ada yang meminta pendapat lu !" bentak Jean. Sari langsung tak berkutik. Diam dan kembali menekuni naskah yang sedang di lay out-nya.

Aldi bangga juga mendapat pujian dari Sari. Benarkah ia sekeren yang diomongkan Sari? Kalau ada kaca, ia ingin berkaca, tapi tatapan Jean membuatnya tak berani bergerak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun