Mohon tunggu...
Denyl Setiawan
Denyl Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - aku ingin bercerita

Menulislah, setelah kamu selesai membaca....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Toko Kue Goela-Goela: Sebuah Cerita Kita

16 Agustus 2017   21:55 Diperbarui: 18 Juli 2018   12:30 2226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Adams, sebut aku dengan nama itu. Jangan lupa ada huruf 'S' di ujung belakang namaku, bukan di depannya. Malam ini aku sengaja datang lebih awal ke kafe, Mocha-Mocha, memesan secangkir kopi hitam tanpa gula, menyesapnya perlahan sembari menghirup wangi biji kopi yang menggugah nostalgia. Ahh, bukan tanpa alasan aku memilih tempat ini. Tempat yang penuh dengan kenangan, bukan disini, tetapi diseberang kafe ini. Tempat dimana segala perasaan pernah bercampur aduk sedemikian rupa, dulu.

Jalanan di depan kafe tampak ramai, beberapa kendaraan melintas, hilir mudik, serta orang-orang tampak berlalu lalang, bergegas, memburu waktu, sepulang kerja atau entah dari mana. Lokasi ini memang tidak terletak di jalan utama pusat kota. Ini hanya area kecil di pinggiran ibu kota. Jalanan di depan kafe adalah penghubung antara stasiun monorel dengan area pemukiman distrik nomor 5 penyangga ibu kota.

Jam 8 lebih sedikit. Bulan baru saja merangkak naik, dan aku masih menunggu beberapa dari mereka, bagian dari masa laluku untuk bergabung disini. Masa laluku yang tersimpan tepat di seberang kafe ini, masa laluku di Toko Kue Goela-Goela.

Toko kue Goela-Goela begitu tersohor. Banyak hal yang membuat toko kue Goela-Goela begitu diminati. Pertama dari bahan baku, semuanya pilihan nomor satu. Sebut saja tepung, coklat, telor, gula, mentega, buah-buahan, dan bahan pelengkap lainnya, semua harus dalam kondisi bagus dan diperoleh dari produsen terpercaya. Setiap produsen mengajukan contoh produk bahan bakunya, kemudian pihak toko akan melakukan seleksi bahan baku melalui beberapa tahapan. Hanya yang paling berkualitas saja yang akan digunakan. Sangat selektif.

Selain itu, peralatan yang digunakan juga sangat menunjang pekerjaan sang chef. Memang sih perlengkapan yang dimiliki toko kue tidak secanggih pabrik roti di ibu kota, tapi aku yakin toko kue Goela-Goela mempunyai peralatan memasak yang sesuai dengan jenis kue yang akan diolah. Jangan tanya tentang sang chef, tukang masak di toko kue itu adalah para ahli yang sangat berdedikasi. Mereka sangat patuh dengan resep, dan tentu saja mereka sudah punya pengalaman memasak yang tak perlu diragukan. Sang chef pun sangat menjaga proses pembuatan kue di toko itu sehigienis mungkin. Tanpa toleransi.

Kalian tahu apa yang membuat toko kue Goela-Goela berbeda dengan toko kue yang lain? Toko kue Goela-Goela hanya melayani penjualan kue dengan sistem pesanan. Kalian jangan pernah berharap bisa mencicipi lezatnya kue di toko kue Goela-Goela tanpa memesan terlebih dahulu. Dulu pernah ada pelanggan yang datang bermaksud memborong kue untuk sebuah acara, sayang sekali, pelanggan itu harus pulang dengan tangan hampa. Sang pemilik toko hanya akan membuat kue sesuai jumlah pesanan dari pelanggan, dan kue yang dibuat hanya jenis tertentu sesuai kekhasan yang ditawarkan oleh toko itu.

Tak perlu menjadi bagian dari toko itu untuk sekedar tahu segala sesuatu tentang toko kue Goela-Goela. Tapi sayangnya tidak seperti itu yang terjadi denganku. Aku pernah menjadi bagian dari toko itu, saat toko kue Goela-Goela dipegang oleh generasi ketiga. Oiya, aku lupa bercerita tentang sejarah toko itu. Generasi pertama toko kue sudah ada sejak negeri ini memenangi pertempuran di perang dunia kedua. Usaha keluarga itu awalnya adalah bisnis rumahan yang dulunya dirintis oleh sang pendiri di kawasan ibu kota. Dengan berbagai pertimbangan, sang pendiri memindahkan usahanya ke distrik nomor 5, tempat yang sama dengan hari ini dimana toko kue itu berada. Semua nyaris sama. Tidak ada yang berubah. Kecuali....

"Ngelamun ya!" Suara yang rasanya tak asing tiba-tiba mengagetkanku dan dengan santainya kedua tangan si pemilik suara menepuk punggungku dengan kencang. Itu pasti Fey, cewek modis yang juga kasir toko kue Goela-Goela.

"Hei Fey, sialan kamu ya. Kalo kopi ini tumpah, kamu harus ganti dua cangkir sekaligus!" Aku mencoba menghilangkan rasa kagetku. "Mana Brian? Kalian kok nggak barengan?"

"Brian masih nutup toko, ntar lagi juga nongol. Dams, aku laper nih. Jadi kan kamu yang bayarin? Eh Cacha mana, kok nggak ikutan? Ehh kamu apa kabar, dah lama ya kita nggak ngumpul kayak gini? Maaf ya, tadi pelanggan toko yang terakhir agak bawel, jadi yah tau sendiri lah, urusan kayak gitu kan harus kami selesaikan sendiri, mana mau si bos ngadepin", Fey mengatur duduknya di kursi seberangku, meletakkan tas ranselnya disamping kursi, sambil terus membolak-balik daftar menu, sepertinya dia mencari yang paling mahal, melanjutkan bicara tanpa jeda, seolah aku hanya patung bisu yang tak patut diacuhkan.

Fey dan Brian, mereka pegawai toko kue Goela-Goela, sama sepertiku dulu. Kami sama-sama bergabung di toko itu saat generasi ketiga. Kalau Fey bekerja sebagai kasir di toko, maka Brian bertanggung jawab atas kenyamanan pelanggan toko saat mereka berada di toko kue. Furnitur, lampu, musik, taman, toilet, kebersihan, dan juga keamanan toko adalah tugas Brian. Sejak kepindahan dari ibu kota, toko kue sudah berganti generasi sampai keturunan keempat, hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun