Kelanjutan ayat sekilas membuat kita berpikir bahwa situasinya telah tidak berimbang. Satu pihak egonya merendah, dan pihak lainnya yakni Yusuf telah berada pada posisi kemenangan. Inilah saatnya 'balas dendam'.
"Tahukah kalian apa yang telah kalian perbuat terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kalian menjadi jahil (bodoh)?" (QS. Yusuf: 89)
Bodoh dalam artian tidak mengetahui akibat perbuatan mereka.
Akan tetapi kalangan mufassir menerangkan yang sebaliknya. Bahwa timbul rasa iba di hati Yusuf. Bahkan ia menangis. Hal ini tidak disebutkan secara jelas di dalam ayat. Maka ucapan Yusuf: "Tahukah kalian apa yang telah kalian perbuat terhadap Yusuf dan saudaranya?" diucapkan dengan nada prihatin, bukan menyalahkan.
Seketika saudara-saudaranya terkesiap dan teringat akan Yusuf. Jangan-jangan Al-Aziz ini Yusuf.
Mereka berkata: "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?" Yusuf menjawab: "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami." Sungguh siapa yang bertakwa dan bersabar, sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik."
Kejadian ini sebenarnya merupakan momen kemenangan psikologis Yusuf atas saudara-saudaranya. Akan tetapi Yusuf tidak menjadikan kemenangan itu sebagai ajang balas dendam atau ajang untuk balas menghinakan kakak-kakaknya.
Saudara-saudara Yusuf adalah orang-orang beriman yang masih memiliki nurani.
Mereka berkata: "Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)." (QS. Yusuf: 91)
Di surat Yusuf ini kata yang sering digunakan adalah khati'ah (kesalahan) bukan itsmun atau dzanbun  yang juga bermakna 'dosa'. Mungkin rahasianya karena kata itu lebih terbuka bagi peluang taubat.
Dia (Yusuf) berkata: "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang."