Jepang adalah salah satu negara yang terkenal akan keragaman dan keindahan budayanya. Berbagai macam perayaan, festival, ritual, dan upacara tradisional masih dipertahankan eksistensinya hingga sekarang. Bayangkan anak-anak yang sedari kecil telah diajarkan mengenai kegiatan-kegiatan seperti datang dan berdoa ke kuil, mengenakan kimono warna-warni, dan bahkan memakan permen yang dibungkus kantong bergambar bangau dan kura-kura sebagai kegiatan yang memiliki makna harapan untuk kehidupan.
      Di Jepang, pemandangan seperti itu dapat dilihat pada 15 November setiap tahunnya. Hal ini bertepatan dengan perayaan yang disebut Shichi Go San. Tapi apa sebenarnya perayaan Shichi Go San ini? Mengapa dianggap sebagai salah satu tradisi penting bagi anak-anak di Jepang dan bahkan masih dilaksanakan di zaman modern seperti sekarang? Selengkapnya simak penjelasan di bawah ini!
      Shichi Go San () adalah perayaan yang dilakukan setiap tanggal 15 November saat anak laki-laki berusia 3 dan 5 tahun, serta anak perempuan berusia 3 dan 7 tahun. Tujuannya adalah untuk memperingati bertambahnya kedewasaan sekaligus bentuk rasa syukur atas tumbuh kembang anak yang sehat. Pada hari pelaksanaannya anak perempuan akan menggunakan kimono dan anak laki-laki menggunakan hakama. Kemudian mereka akan pergi ke kuil bersama dengan keluarga untuk menerima doa keberuntungan dan memakan permen panjang atau chitose ame ()  sebagai lambang kesehatan dan umur panjang. Setelahnya, kegiatan ditutup dengan foto formal atau acara kumpul dan makan bersama anggota keluarga.
      Mulanya,perayaan ini muncul saat zaman Heian (794-1185) dan mulai berkembang pada zaman Edo (1603-1867). Saat itu acara ini tidak disebut "Shichi Go San" melainkan "Hakamamairi" yang secara harfiah memiliki arti berkunjung ke kuil dengan menggunakan hakama. Tradisi ini kala itu hanya dilakuka oleh anak samurai atau bangsawan, yang saat itu memiliki hirearki sosial paling terpandang. Masyarakat biasa masih kesulitan mengikuti karena terhalang boiaya, namun seiring bejalannya waktu perayaan ini berkembang pesat. Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) kegiatan utama dalam tiap perayaan Shichi Go San, yaitu Kamioki, Hakamagi, dan Obitoki, yang masing-masing memiliki perbedaan acara juga maknanya.
      Kamioki () artinya dalam bahasa Indonesia adalah "menyimpan rambut". Kegiatan ini dilakukan saat bayi baik laki-laki maupun perempuan berusia 3 tahun, dan mulai diperbolehkan untuk memanjangkan rambut mereka. Kegiatan ini menandai transisi dimana anak dianggap sudah bukan bayi lagi karena saat berusia 1-2 tahun rambut bayi biasanya akan terus dicukur gundul. Pada saat ini juga orang tua akan membawa bayi untuk pertama kalinya mengunjungi kuil dan menerima doa.
      Selanjutnya adalah Hakamagi () yang berarti "mengenakan hakama". Dalam budaya Jepang, hakama yang merupakan celana panjang dan lebar berlipit seperti rok dianggap sebagai pakaian resmi orang dewasa, terlebih karena biasanya digunakan sebagai bawahan untuk kimono. Sehingga saat anak laki-laki pada usia 5 tahun pertama kali mengenakan hakama, maka dianggap sebagai simbol permulaan dari kedewasaan. Pada saat ini juga dilakukan Hakamamairi yang sebenarnya, yaitu berkunjung ke kuil dengan mengenakan hakama.
      Untuk anak perempuan, jika sudah berusia 7 tahun maka akan diadakan kegiatan Obitoki () yang artinya "melepas obi". Bayi perempuan di Jepang biasanya akan menggunakan kimono dengan ikatan pita sederhana di pinggang mereka. Namun saat berusia 7 tahun pita akan diganti dengan obi, yakni sabuk pinggang dari kain yang biasa digunakan wanita dewasa saat mengenakan kimono. Hal ini juga diikuti dengan kunjungan ke kuil dan juga menandai pertumbuhan anak perempuan menjadi gadis muda.
      Pada perkembangannya pakaian yang dikenakan oleh anak-anak pada hari Shichi Go San juga semakin beragam dan mulai mengikuti arus trend global. Pada tahun 1962 misalnya, saat itu pakaian koboi sedang menjadi populer dan banyak bermunculan di layar TV, sehingga anak laki-laki yang merayakan Hakamagi pun turut mengenakannya. Lalu sejak tahun 1960 kimono berlengan panjang menjadi lebih terkenal daripada model kimono lawas berlengan sedang atau bercorak netral karena kondisi pasca perang. Hingga sekarang kebanyakan anak perempuan akan mengenakan kimono dengan corak warna dan motif beragam.
      Setelah pergi untuk berdoa di kuil, anak-anak yang merayakan Shichi Go San akan diberi chitose ame () yaitu permen berbentuk panjang dengan warna merah putih untuk dimakan. Secara harfiah kata chitose ame bermakna "seribu tahun" dan merupakan simbol untuk permohonan umur panjang. Warna merah dan putih digunakan sebagai simbol keberuntungan dan juga kemurnian yang didasarkan pada budaya Tiongkok yang diadopsi Jepang.Â
      Momen saat Shichi Go San dilaksanakan, biasanya bukan hanya sebagai bentuk pelestarian budaya namun juga digunakan sebagai kesempatan untuk mempererat hubungan dalam keluarga. Oleh karena itu tak jarang keluarga akan menyewa fotografer profesional untuk mengabadikan momen kebersamaan mereka merayakan tumbuh kembang anak-anak. Beberapa keluarga juga akan melanjutkan dengan pergi bersama atau justru mengundang kerabat dan mengadakan acara makan bersama keluarga besar.
      Pada saat ini, seiring dengan berkembangnya zaman Shichi Go San tidak lagi secara paten dilaksanakan pada 15 November. Sekarang perayaan ini banyak dilakukan pada akhir pekan di bulan November atau saat senggang lain yang terhindar dari pekerjaan, sekolah, dan juga kesibukan lain. Namun biasanya tetap dilaksanakan di bulan November karena merupakan akhir musim gugur yang mana dalam budaya agraris Jepang, musim gugur dianggap sebagai waktu untuk bersyukur atas panen. Peralihan ke musim dingin juga membuat pemandangan alam tergolong indah dan cocok untuk sesi fotografi walau suhu udara sudah mulai turun.
      Di zaman modern seperti sekarang, terutama dengan adanya konflik internal dimana Jepang sedang mengalami krisis penduduk akibat angka kelahiran yang menurun dan banyak orang dewasa tidak mau menikah karena memilih fokus bekerja akibat dari standar biaya hidup yang tinggi. Shichi Go San menjadi upacara tradisional yang dianggap sangat berharga dan istimewa. Walau jumlah anak-anaknya berkurang, namun makna dan refleksi mengenai pentingnya keluarga dan membangun generasi sebagai bentuk perkembangan sosial masih dapat tersampaikan dengan baik.
      Shichi Go San merupakan perwujudan nyata dari rasa syukur dan harapan. Perayaan ini menunjukkan bagaimana masyarakat Jepang hingga kini masih menghargai setiap pertumbuhan dan permintaan doa untuk diri mereka sendiri maupun keluarga, sehingga mampu menghasilkan harmoni yang penuh makna. Sebagai salah satu tradisi yang masih dilestarikan hingga sekarang, Shichi Go San menjadi penanda bahwa masih terdapat budaya yang menonjolkan eksistensi kehidupan berupa transisi kedewasaan dari tiap generasi. Selain itu, perayaan ini juga seolah mengandung banyak nilai berarti seperti rasa syukur, cinta keluarga, dan harapan masa depan yang bahagia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI