Tertawa membawa kebahagiaan. Bagaimana jika menjadikan kehidupan sebagai panggung stand-up comedy?
Kita mulai dengan premis yang cukup menarik: hidup itu seperti stand-up comedy. Bagaimana bisa? Mungkin terdengar aneh, tapi mari kita berandai-andai sedikit.Â
Seorang komedian selalu berusaha memancing tawa penonton, meski terkadang melalui pengalaman yang tak menyenangkan. Kenapa tidak mencoba melihat hidup dengan sudut pandang yang sama?
Atraksi Stand-up Comedy dan Hidup
Kita lihat stand-up comedy. Komika berdiri di panggung, berbagi cerita, pengalaman, dan pemikiran dalam bentuk humor. Komika tidak selalu membicarakan hal-hal yang indah dan menyenangkan, tapi dia selalu menyuguhkannya dengan cara yang bisa membuat orang tertawa.
Selanjutnya, coba kita renungkan kehidupan. Pernahkah terfikir bahwa kehidupan sebenarnya adalah pentas besar? Di atas panggung kehidupan, berbagai peristiwa terjadi, baik suka maupun duka. Apakah kita bisa menjadikan pengalaman-pengalaman tersebut sebagai bahan 'lawakan' kita?
Menurut beberapa studi psikologi, seperti yang dinyatakan oleh Martin et al. (2013), humor memiliki fungsi penting dalam menghadapi stres dan tantangan hidup. Jadi, mengapa tidak mencoba menertawakan hidup sebagaimana komika menertawakan materi komedinya?
Pintu Masuk Komedian: Relativitas Pengalaman
Bisa jadi, sulit membayangkan bagaimana mengubah rasa sakit menjadi humor. Tetapi, lihat saja komika-komika yang sukses. Mereka sering kali membahas kejadian yang secara umum dianggap tabu atau sensitif, namun dengan pendekatan yang tepat, mereka bisa memancing tawa.
Itu adalah sebuah contoh bagaimana mengubah pengalaman menjadi materi komedi. Fakta dari pengalaman itu sendiri mungkin tak lucu, namun penafsiran dan penyampaiannya bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana kita melihatnya.
Itulah yang disebut sebagai relativitas pengalaman. Menurut penelitian psikologi yang dilakukan oleh Abel (2002), pendekatan yang berbeda terhadap situasi yang sama bisa menghasilkan hasil yang berbeda juga. Jadi, mungkin saatnya kita mencoba untuk memandang kehidupan dari sudut yang lebih lucu dan santai.
Terapi Tertawa: Mencari Hikmah di Balik Tawa
Ada sebuah konsep dalam psikologi yang dikenal sebagai "terapi tertawa." Konsep ini diperkenalkan oleh Norman Cousins pada tahun 1979 dalam bukunya yang berjudul "Anatomy of an Illness." Menurut Cousins, tertawa bisa membantu proses penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidup.
Mengapa tidak mencoba menerapkan konsep ini dalam hidup sehari-hari? Mungkin bukan dengan secara harfiah menjadi komika, tetapi dengan menjadikan humor dan tawa sebagai bagian dari cara kita menghadapi hidup. Dengan begitu, kita bisa menemukan hikmah dan kekuatan dalam hal-hal yang tampaknya pahit dan sulit.
Ingatlah, cara kita memandang sesuatu bisa mempengaruhi cara kita merasakannya. Mungkin saatnya kita mulai melihat hidup sebagai sebuah stand-up comedy. Kita bisa tertawa, bahkan ketika menghadapi hal-hal yang pahit dan sulit, dan melalui tawa itu, kita menemukan kekuatan untuk terus melangkah.
Wajah lain Kehidupan: Mengubah Tragedi menjadi Komedi
Dalam berbagai budaya, ada sebuah istilah yang dikenal sebagai "tragicomedy" atau tragedi komedi. Ini adalah genre yang menggabungkan unsur tragedi dan komedi. Tragicomedy menunjukkan bahwa dalam setiap tragedi, ada peluang untuk menemukan humor.
Dalam hidup, terkadang kita harus menghadapi tragedi. Namun, jika kita bisa melihatnya dari perspektif yang berbeda, kita mungkin bisa menemukan humor di balik tragedi tersebut. Tentu saja, ini tidak berarti kita mengecilkan penderitaan atau rasa sakit, tapi ini adalah cara kita untuk tetap bertahan dan menemukan kebahagiaan meski dalam kesulitan.
Kita lihatlah komika seperti Charlie Chaplin. Dibalik film-film lucunya, banyak sekali pesan dan kritik sosial yang disampaikan. Ini adalah contoh bagaimana humor dan tragedi bisa berjalan beriringan, dan ini mungkin bisa menjadi inspirasi kita dalam menjalani hidup.
Tertawa untuk Membangun Koneksi
Tertawa memiliki kekuatan ajaib lainnya - membangun koneksi antar manusia. Menurut Provine (2000), tawa adalah bentuk komunikasi nonverbal yang paling kuat dan bisa menciptakan ikatan sosial yang kuat.
Melihat hidup sebagai stand-up comedy, kita bisa memanfaatkan kekuatan ini untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Jika kita bisa menertawakan diri kita sendiri dan situasi yang kita hadapi, orang lain mungkin akan merasa lebih nyaman dan lebih dekat dengan kita.
Ini juga bisa berdampak positif pada kesejahteraan psikologis kita. Menurut Cohen & Wills (1985), dukungan sosial bisa membantu kita menghadapi stres dan tantangan hidup. Jadi, dengan humor dan tawa, kita tidak hanya bisa membuat hidup lebih menyenangkan, tetapi juga menjalin hubungan yang lebih baik dengan orang lain.
Humor Sebagai Alat Kritis dan Refleksi
Satu hal yang mungkin terlewatkan tentang stand-up comedy adalah bagaimana komika sering menggunakan humor sebagai alat kritis. Mereka mengekspos masalah sosial dan menyampaikan pandangan mereka dengan cara yang humoris, tetapi tetap tajam dan mengena.
Dalam konteks hidup sebagai stand-up comedy, ini bisa menjadi pelajaran berharga. Kita bisa menggunakan humor untuk menghadapi masalah dan tantangan dalam hidup. Tetapi kita juga bisa menggunakan humor sebagai alat untuk refleksi dan kritik sosial.
Dengan melihat hidup dari perspektif yang humoris, kita juga bisa melihat masalah dan tantangan dengan cara yang lebih kritis. Kita bisa menemukan solusi yang tidak terpikirkan sebelumnya, dan melalui humor, kita juga bisa mengajak orang lain untuk melihat masalah tersebut dari sudut pandang yang berbeda.
Mempertahankan Keseimbangan: Tawa dan Air Mata
Meski kita bicara banyak tentang humor dan tawa, itu tidak berarti kita harus menertawakan segalanya. Hidup, seperti sebuah drama, memiliki berbagai adegan - ada adegan yang menyedihkan, ada juga yang lucu.
Stand-up comedy juga demikian. Seorang komika tidak selalu bercanda, mereka juga berbagi kisah yang menyentuh, dan melalui humor, mereka mengekspresikan emosi dan pengalaman manusia yang rumit.
Jadi, mungkin cara terbaik untuk melihat hidup adalah dengan keseimbangan. Ada saatnya untuk tertawa, dan ada saatnya untuk menangis. Seperti dalam stand-up comedy, semua adegan itu adalah bagian dari cerita yang utuh dan membuatnya menjadi lebih berarti.
Penutup: Tertawa Atas Kehidupan, Merangkul Dunia
Jadi, ketika hidup bagaikan stand-up comedy, apa yang bisa kita pelajari?Â
Kita belajar untuk lebih menghargai setiap momen, baik itu suka maupun duka, dan memanfaatkannya sebagai materi untuk humor kita.
Kita belajar untuk lebih santai dalam menghadapi hidup. Tidak berarti mengabaikan masalah, tapi melihatnya dari sudut pandang yang lebih ringan dan optimis. Mungkin ini cara kita bisa menjadi lebih kuat dan resilien dalam menghadapi tantangan.
Terakhir, kita belajar untuk selalu menemukan alasan untuk tertawa, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun. Karena pada akhirnya, hidup adalah tentang bagaimana kita merespons apa yang terjadi pada kita, dan mungkin salah satu respons terbaik adalah dengan tertawa.
Referensi:
- Martin, R. A., Puhlik-Doris, P., Larsen, G., Gray, J., & Weir, K. (2013). Individual differences in uses of humor and their relation to psychological well-being: Development of the Humor Styles Questionnaire. Journal of research in personality, 37(1), 48-75.
- Abel, M. H. (2002). Humor, stress, and coping strategies. Humor-International Journal of Humor Research.
- Cousins, N. (1979). Anatomy of an illness as perceived by the patient: Reflections on healing and regeneration. WW Norton & Company.
- Provine, R. R. (2000). Laughter: A Scientific Investigation. Penguin.
- Cohen, S., & Wills, T. A. (1985). Stress, social support, and the buffering hypothesis. Psychological bulletin, 98(2), 310.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI