Ketika pengurus Padel District Ciputat menghitung modal yang kembali hanya dalam sebelas bulan, mereka sadar: padel bukan sekadar olahraga, tapi mesin ekonomi baru.
Lapangan padel adalah magnet. Ia menarik bukan hanya pemain, tapi juga penonton, EO turnamen, kafe, bahkan galeri seni.
Lihatlah Sabtu-Minggu. Dari jam 6 pagi hingga tengah malam, jam 24.00, Â empat lapangan penuh. Puluhan, bahkan ratusan orang datang silih berganti.
Mereka membeli kopi, menyewa raket, memesan makanan. Perputaran uang terjadi tanpa henti.
Namun berbeda dari bisnis biasa, padel adalah bisnis yang mengikat komunitas. Orang datang bukan hanya untuk membayar sewa, tapi untuk merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.
Ini sebuah keluarga urban yang menemukan rumah baru di tengah kaca dan pantulan bola.
-000-
Di Madrid, banyak kesepakatan bisnis lahir di lapangan padel. Mengapa? Karena padel menciptakan suasana setara.
Di balik dinding kaca, seorang CEO bisa berpasangan dengan mahasiswa, seorang menteri bisa bermain melawan seniman jalanan. Tidak ada podium, tidak ada protokol. Hanya empat raket dan sebuah bola.
Lobi di meja makan bisa penuh kepura-puraan. Negosiasi di kantor bisa terasa kaku. Namun di lapangan padel, semua orang sama-sama berkeringat, sama-sama salah pukul, sama-sama tertawa.
Inilah seni lobi yang otentik, persahabatan lebih dulu, kesepakatan bisnis kemudian.