Mohon tunggu...
Denny Eko Wibowo
Denny Eko Wibowo Mohon Tunggu... Long Life Learner - Enthusiast in Research of Performing Arts and Culture

D3 Bahasa Jepang Univ.Diponegoro - S1 Seni Tari ISI Yogyakarta - S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa UGM - Dosen Tari Universitas Universal Batam

Selanjutnya

Tutup

Seni

Saling-Silang Rasa Belajar Tari Jawa

6 Februari 2025   21:45 Diperbarui: 6 Februari 2025   21:45 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta Bengkel Tari Jawa dalam balutan kebaya dan kain batik  (Sumber: Grha Taya Candrakirana)

Belajar ragam gerak awalan Lampah Sekar Topeng  (Sumber: Grha Taya Candrakirana)
Belajar ragam gerak awalan Lampah Sekar Topeng  (Sumber: Grha Taya Candrakirana)

Parit Bugis, Muar Johor (28/1) pada sore hari, sorot cahaya matahari masuk  pada celah-celah bangunan kayu bernuansa Jawa yang kerap disebut Keraton Mbah Anang. Sayup-sayup suara perkenalan dan hitungan irama diserukan untuk memulai sesi Latihan tari Jawa. Ya, hari itu adalah hari pertama pelaksanaan pelatihan tari atau bengkel tari (dance workshop) yang diselenggarakan oleh Persatuan Jawa Parit Bugis, Johor bersama perkumpulan seni Gamelan Nadasukma. Kegiatan tersebut diisi oleh tim Grha Taya Candrakirana yang berasal dari Batam, Kepulauan Riau. Kali ini, bengkel tari menyajikan 2 gaya, yakni gaya Yogyakarta dan Surakarta. Adapun materi repertoar yang dilatih adalah Beksan Sekar Pudyastuti Jugag (karya KRT.Sasmintadipura) untuk gaya Yogyakarta, dan Beksan Gambyong Pareanom (karya S.Ngaliman Tjondropangrawit) untuk gaya Surakarta. Namun, dalam kegiatan di lapangan ternyata antusiasme peserta datang juga dari 2 peserta kanak-kanak usia Sekolah Dasar, sehingga tambahan materi seperti Nawung Sekar (Yogyakarta) dan Rantaya Alus I (Surakarta) diajarkan sesuai dengan kriteria usia mereka.


Kedua materi tari ini disusun dalam bentuk silabus pembelajaran yang detail mencakup tahapan latihan mulai dari olah tubuh, teknik gerak dasar tari 2 gaya, sampai materi masing-masing tari yang dikelompokan dalam enam kali pertemuan. Properti tari (dance property) berupa sampur menjadi wajib dikenakan pada hari pertama hingga hari akhir pelaksanaan bengkel tari. Pengetahuan tentang istilah selendang yang disebut sampur/ sonder/ udhet juga dibagikan sehingga peserta memahami bahwa menari Jawa memiliki dance property khusus yang tidak disebut sebagai selendang. Selain itu, teknik permainan sampur seperti seblak, kipat, dan kebyok juga memperkaya khazanah pengetahuan peserta bengkel tari.

Melatih Jengkeng (Sumber: Grha Taya Candrakirana)
Melatih Jengkeng (Sumber: Grha Taya Candrakirana)
latihan Nawung Sekar (Sumber: Grha Taya Candrakirana)
latihan Nawung Sekar (Sumber: Grha Taya Candrakirana)

(29/1) Hari kedua pelaksanaan Bengkel Tari dimulai sore hari dengan materi sesuai silabus. Gerakan tangan seperti ngithing, njempurit, ngruji (Yogyakarta) / ngrayung (Surakarta) sudah menjadi asupan materi awal, sehingga di sesi lanjutan melatih cara gedrug, sendi, nglawe asta, ngancap, nyamber, tinting (Yogyakarta), dan debeg gejug, pangkat trisig, ogek lambung, magak (Surakarta). Jika dicermati materi Beksan Sekar Pudyastuti Jugag dan Beksan Gambyong Pareanom bukan repertoar tari yang mudah dipelajari dalam waktu singkat. Namun, pemilihan tari ini sebagai materi ajar adalah irama dinamis yang terdapat pada koreografinya, sehingga bagi awam yang baru petama kali mengenal tari Jawa jauh dari rasa jenuh.


Jumlah peserta bergabung terbilang cukup banyak, sebab tak hanya jumlah yang menjadi indikator keberhasilannya namun asal daerah peserta cukup membuat bersyukur. Peserta mayoritas berasal dari bandar (kota) seperti Kuala Lumpur, Selangor, Bangi, dan Batu Pahat. Jarak tempuh masing-masing daerah peserta ke lokasi kegiatan memerlukan waktu yang lama, sekitar 3 hingga 4 jam perjalanan menggunakan kereta (mobil). Hanya peserta asal Batu Pahat yang bisa menempuh perjalanan lebih singkat sebab masih berada di Kawasan negeri Johor.

Sesi kelas tari gaya Surakarta (Sumber: Grha Taya Candrakirana)
Sesi kelas tari gaya Surakarta (Sumber: Grha Taya Candrakirana)

Hari ketiga (30/1) diawali kegiatan pada pagi hari dan malam hari ditutup dengan sambung rasa, pementasan sederhana serta penutupan oleh penyelenggara kegiatan yakni Persatuan Jawa Parit Bugis, Johor dan Gamelan Nadasukma yang diwakili oleh Muhammad Danial Afham bin Zailan. Peserta memberikan ungkapan perasaan selama mengikuti bengkel tari, pun narasumber tetap membagikan semangat dan rasa percaya diri kepada para peserta. Malam ketiga ditutup dengan pertunjukan sederhana dari tim Grha taya Candrakirana yakni Beksan Gambyong Pareanom dan Beksan Topeng Gunungsari. Dari penutupan kegiatan malam itu, rasa haru muncul saat waktu dan ruang yang ada telah mempertemukan dan mengait saling silang antara rasa kecintaan pada seni tari Jawa, tentu bukan karena subjek pembawa pengetahuan namun karena nilai seni yang ada didalamnya. Grha Taya Candrakirana sering berbagi pengetahuan tari Jawa bagi khalayak luas, dan yang menarik adalah bahwa minat-minat mencerap pengetahuan seni tari Jawa tersebut dimiliki oleh peminat tari di luar Batam, seperti Tanjungpinang dan Bintan. Bahkan, di luar negara seperti Malaysia, Singapura dan Thailand.


Grha Taya Candrakirana, adalah komunitas seni yang dibentuk sejak tahun 2021 yang mewujudkan studio olah seni sederhana di Batam. Fokus utama aktivitasnya adalah edukasi seni sekaligus membantu masyarakat dalam kebutuhan prosesi adat khusus Jawa dan Sunda. Pun, kesenian tari yang diajarkan dan ditampilkan hanya berbasis seni tari Jawa dan Sunda. Hal ini menjadi nilai khas yang kemudian membedakan komunitas seni ini di kota Batam. Ditopang oleh pendiri komunitas yang lulus dari Sekolah Pascasarjana UGM, program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa serta dihidupkan oleh anggota dengan variasi usia dan latar belakang pendidikan yang beragam.


Belajar tari Jawa adalah hal yang sulit jika tak pernah dimulai dari hal-hal kecil seperti mengenal nama-nama gerakan dan cara melakukan dengan panduan yang tepat. Antusiasme peserta asli warga negara Malaysia, dengan ketubuhan tari Melayu yang dominan menciptakan tantangan tersendiri, yakni tentang bagaimana proses adaptasi tubuh tari, dalam waktu yang singkat. Jika mencermati tuturan dari peserta pasca kegiatan, bahwa menari Jawa turut mendorong jiwa peroleh ketenangan, jika demikian mungkinkah menari Jawa atau menari apapun menjadi bentuk "kerinduan" atau "sejenak mengingat" akan sebuah "rumah". "Rumah" yang didalamnya lengkap terdapat rasa nyaman, rasa ingin tahu, rasa sedih, rasa kesal, dan tentu bahagia. Menari menjadi bagian dari aktivitas ternyaman, yang secara psikis telah menarik jiwa terbebas dalam ritme hidup yang serba cepat dan kompetitif. Dalam menari (Jawa) terdapat arah rasa yang tetap tenang namun terus bergerak, sesekali aksen irama-irama dinamis menjadi variasi atas alur rangkaian gerak yang sedang dilakukan.


Tari mengajarkan kita untuk merawat semesta, melalui interaksi antar personal. Belajar mengajar adalah bagian dari tarik ulur antar sesama manusia, saling menghargai dan saling menjadi "pamomong" bagi yang lain. Sebab, sejatinya manusia lah yang mampu "hamemayu hayuning bawana" (memperindah kecantikan semesta).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun