Mohon tunggu...
Dennis Baktian Lahagu
Dennis Baktian Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Penghuni Bumi ber-KTP

Generasi X, penikmat syair-syair Khairil Anwar, fans dari AC Milan, penyuka permainan basketball.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Larangan Menjual Rokok Batangan, Upaya Menjaga Kesehatan Masyarakat

31 Desember 2022   09:29 Diperbarui: 31 Desember 2022   12:46 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang akhir tahun 2022, pemberitaan media cetak dan online ramai membahas tentang rencana Presiden Joko Widodo yang akan menerbitkan kebijakan pelarangan penjualan rokok batangan. Kabar larangan penjualan rokok batang tersebut awalnya terbetik saat Presiden menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 25/2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah.

Dalam Keppres tersebut, terdapat Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang salah satu isinya memuat pelarangan penjualan rokok batangan.

Kabar pelarangan penjualan rokok batangan tersebut tidak disanggah oleh Presiden kala beberapa awak media menanyakan hal tersebut saat bersua di Pasar Pujasera, Subang, Jawa Barat, 27 Desember 2022. Joko Widodo justru memperkuat argumentasi dengan mengatakan bahwa "Di beberapa negara justru sudah dilarang (jual rokok). Kita kan masih (boleh jual rokok), tapi untuk yang batangan, tidak."

Kebijakan pelarangan menjual rokok batangan dapat dikatakan sebagai upaya berkelanjutan yang diambil Pemerintah dalam rangka mengurangi jumlah perokok di tanah air.

Sebelumnya, Pemerintah telah mengambil banyak kebijakan dalam menurunkan angka perokok. Seperti kebijakan pengaturan penayangan iklan rokok di media televisi, pemasangan gambar efek samping rokok pada bungkus rokok, hingga menaikkan cukai tembakau rokok telah ditempuh pemerintah. Namun rokok tetap lah rokok yang selalu dapat mengepulkan asap ketika ujungnya disulut korek api.


Survey yang pernah dilakukan Global Adults Tobacco Survey (GATS) membeberkan data bahwa terjadi kenaikan signifikan jumlah perokok dewasa di Indonesia. Tahun 2011 tercatat 60,3 juta perokok dewasa sedangkan pada tahun 2021 yang lalu, GATS mencatat terdapat 69,1 juta perokok dewasa. Ini baru dari kategori dewasa. Bagaimana dengan remaja dan anak-anak?

Laman unicef.org merilis bahwa satu dari sepuluh anak usia 10 -- 18 tahun di Indonesia adalah perokok dan lebih dari 40 persen pelajar Indonesia berusia 13-15 tahun telah mengkonsumsi produk tembakau.

Data tersebut sudah cukup memberi alasan kekhawatiran kita atas masa depan kesehatan anak-anak bangsa. Walau sudah dilarang dijual bagi usia dibawah 18 tahun, toh rokok masih dengan mudah diperoleh para remaja bahkan anak-anak.

Lalu mengapa hanya melarang penjualan rokok batangan? Pertanyaan yang mungkin juga muncul dalam benak banyak orang ketika mendengar berita  pelarangan tersebut. Sasaran utamanya adalah anak usia sekolah dan remaja. Mengapa?

Pertama, pada umumnya remaja lebih banyak membeli rokok batangan atau ketengan karena mudah dibeli dengan uang jajan. Apalagi kebanyakan remaja masih dalam tahap coba-coba dengan rasa takut dan sembunyi-sembunyi dalam merokok sehingga mereka lebih menyukai membeli rokok batangan dan tidak perlu nyetok.

Kedua, disadari atau tidak, akumulasi pengeluaran membeli rokok batangan sebenarnya lebih mahal apabila membeli rokok per bungkus dan per slop. Coba saja hitung dan bandingkan jika harga rokok berkisar Rp. 3000 -- Rp. 5000 per batang.

Ketiga, ada target pemerintah yang termuat dalam RPJMN tahun 2020 - 2024 untuk menurunkan angka perokok anak usia sekolah dan remaja sebesar 8,7 persen. Itu harus diwujudkan.

Keempat, merokok dapat dikatakan sebagai pintu masuk bagi anak dan remaja untuk mengenal narkotika. Nikotin yang terkandung dalam rokok termasuk zat psikotropika stimulant. Bahkan merokok memiliki efek yang sama seperti yang dihasilkan jenis narkotika lainnya seperti adiksi, habituasi dan toleransi.

Kelima, secara tidak langsung, kebijakan ini merupakan proteksi kepada mereka yang tidak merokok agar tidak terpapar asap atau menjadi perokok pasif. Maria Endang Sumiwi, Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes, menyeburkan bahwa sebanyak 121,6 juta orang terpapar asap di rumah, dan 20,3 juta orang terpapar asap rokok di tempat kerja. Angka yang lebih banyak dari perokok aktif. Menjadi perokok pasif, dapat meningkatkan 20% -- 30% terkena resiko kanker paru-paru.

Kebijakan pelarangan penjualan rokok batangan diharapkan dapat secepatnya diterapkan secara menyeluruh dengan pengawasan ketat karena bukan tidak mungkin implementasi kebijakan ini diperhadapkan atau dibenturkan dengan isu keberlangsungan hidup unit-unit usaha mikro dan kecil, seperti pedagang asongan dan warung-warung yang rata-rata selama ini menjual rokok ketengan. Diperlukan upaya persuasif dan konstruktif agar implementasinya kelak berjalan sesuai apa yang diharapkan. 

Pelarangan penjualan rokok batangan harus dimaknai sebagai upaya pemerintah menjaga kesehatan masyarakat, menjamin bahwa kelak anak-anak bangsa tumbuh sehat dan cerdas serta siap meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini. Bukan menjadi pribadi-pribadi yang sekali disulut mengeluarkan asap dan setelahnya tidak meninggalkan apa-apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun